BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-qur’an adalah
kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat
Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang
merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah,
etika, mu’amalah dan sebagainya.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan Kami turunkan kepadamu
Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
B. Mempelajari isi Al-qur’an akan
menambah perbendaharaan
baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan
selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin
akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai
penciptanya.Firman Allah :
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُون
َ
Dan sesungguhnya Kami telah
mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah
menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an diturunkan dalam
bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa
Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah
dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun
tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak
mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada
yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk
memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an
diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri
Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulm at tafsir.
Dalam Pembahasan mengenai
ulumul Qur’an ini, mencoba untuk memaparkan lebih lanjut mengenai hal-hal yang
terkait.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ulumul Qur’an
Kata ‘Uluum jamak
dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu walidraak (“paham dan
menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang
beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.
Jadi; yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL
QUR’AN ialah yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan
Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal
mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR
(“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah
yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan
Qur’an.
Terdapat berbagai defenisi
tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ( ilmu ilmu al-qur’an ). contohnya
yaitu :
1.
Imam Al-Zarqani dalam
kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur’an merumuskan Ulumul Qur’an sebagai
berikut : “ Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an,
dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
mukjizatnya, nasikh mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat
menimbulkan keragu-raguan terhadap al-qur’an dan sebagainya”.
2.
Imam Al-Suyuthi dalam kitab
itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu yang membahas
tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna –
maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan
dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
B. Sejarah Pertumbuhan Ulumu Qur'an
1. Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya,
sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena
Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya
yang berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu
ke dalam dada beliau.
Setiap Rasulullah selesai
menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya.
Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka
dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan
sifat beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul
Qur'an itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a.
Mereka terdiri dari
orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain:
b.
Mempunyai daya hafalan yang
kuat
c.
Mempunyai otak cerdas
d.
Mempunyai daya tangkap yang
sangat tajam
e.
Mempunyai kemampuan bahasa
yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun
sajak.
a.
Kebanyakan mereka terdiri
dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
b.
Ketika mereka mengalami
kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
c.
Waktu dulu belum ada
alat-alat tulis yang memadai.
d.
Perintis Dasar Ulumul
Qur'an dan pembukuannya
f.
Perintis Dasar Ulumul
Qur'an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah
masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah
berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang
asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi
kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman
bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an
yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam
satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya
itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang
kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
b. Pembukuan Tafsir Al-Qur'an
Setelah
dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan /
penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka
laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap
sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.
C. PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari
Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka
menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan
tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri,
bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa
yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu,
Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist,
tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap
didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W.,
dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa
kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin
pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu
disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan
ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul
‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai
permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa
kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan
kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan
ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil
Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha
mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang
berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya
mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh
murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari
para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai
bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil
dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang
diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang
sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran
tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai
para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau
melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang
terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula)
Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara
murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad
bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah
bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid,
‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu
tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat
Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn
Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari
sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang
lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin
Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua
meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki
Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan
pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba
masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan
segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan
dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan
dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah
Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’
bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin
hammam (wafat 112H). Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang
mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis
tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah
mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih
sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada
Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H). Demikianlah tafsir pada mulanya
dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat,
kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara
bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur
(berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi
(berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan
yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan
dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada
:
a.
Ali bin al-Madani (wafat
234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
b.
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin
Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
c.
Ibn Qutaibah (wafat
276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.
d.
Pada abad keempat hijri,
ada :
e.
Muhammad bin khalaf bin
Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
f.
Abu Muhammad bin Qasim
al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
g.
Abu Bakar as-Sijistani
(wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
h.
Muhammad bin Ali al-Adfawi
(wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.
i.
Kemudian kegiatan karang
mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
j.
Abu Bakar al-Baqalani
(wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
k.
Ali bin Ibrahim bin Sa’id
al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
l.
Al-Mawardi (wafat 450H),
menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
m.
Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam
(wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
n.
Alamuddin as-Sakhawi (wafat
634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul
Qur’an.
Setiap penulis dalam
karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan
ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil
pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau
sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim
az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil
Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab
yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi,
judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh
jilid.
Pengarang membicarakan
ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang
dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula,
dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla
(pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini
dicantumkan :
a. al-Qaul fil I’rab
(pendapat mengenai morfologi)
b. al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir
(pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
c. al-Qaul fil waqfi wat tamaam (
pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan
dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat
mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini,
al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul
Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti
yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang
tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
a. Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis
sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
b. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis
sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
c. Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H),
memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul
‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
d. Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun
kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu
Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib
ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan
pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan
Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
a. Kitab I’jaazul Qur’an, yang
ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
b. Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an
dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
c. Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh
Muhammad Mustafa al-Maragi.
d. Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an,
oleh Mustafa Sabri.
e. Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh
Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
f. Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut
Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
g. Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an,
oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
h. Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil
Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
i.
Kitab Manaahilul
‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
j.
Kitab Muzakkiraat
‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu
fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz
Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah”
dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan
tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini
telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.
D. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Dari uraian diatas tersebut
tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai
aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih
lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
2.
Dari kalangan sahabat nabi
3.
Dari kalangan tabi’in di
madinah
4.
Dari kalangan tabi’ut
tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
5.
Dan dari generasi-generasi
setelah itu.
Para ulama mufasir dari
semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul
Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :
1.
Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang
dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci
ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq
atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau
mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.
2.
Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang
bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat
bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu
ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui
ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang
perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang
difardhukan-Nya.
3.
Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah
yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan
dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an
seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.
4.
Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak
mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang
berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari
kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap
kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat
menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang
ada didalamnya.
Pada masa kalangan sahabat,
tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab
pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada
akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.
E. Cabang-Cabang ulumul Qur’an
E. Cabang-Cabang ulumul Qur’an
Secara garis besar Ulumul
Qur’an terbagi dua, yaitu:
a.
Ilmu yang berhubungan
dengan riwayat semata mata, seperti ilmu qira’at, tempat turunnya ayat-ayat
al-qur’an, waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
b.
Ilmu yang berhubungan
dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam
seperti memahami lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna
ayat yang berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul
qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’,
baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya.
Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :
- Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
- Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
- Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
- Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW ).
- Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
- Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
- Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
- Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
- Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
- Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
- Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
- Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
- Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
- Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
- Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-qur’an.
- Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
- Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.
- Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah
disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara etimologi
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan
“Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara
terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas
hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai
Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi
manusia.
Ulumul Qur’an merupakan
suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul
Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik
berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua
pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat
semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat
turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni
ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami
lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan
dengan hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002
Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1992
Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas,
Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabaya
Imam Al-Zarqani, manahil al-irfan fi ulum al-qur’an
Imam Al-Suyuthi itmamu al-dirayah
Imam Al-Zarqani, manahil al-irfan fi ulum al-qur’an
Imam Al-Suyuthi itmamu al-dirayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar