BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada mulanya riba merupakan suatu tradisi bangsa Arab pada jual beli
maupun pinjaman dimana pembeli atau penjual, yang meminjam atau yang memeberi
pinjaman suatu barang atau jasa dipungut atau memungut nilai yang jauh lebih
dari semula, yakni tambahan (persenan) yang dirasakan memberatkan.
Namun setelah Islam datang, maka tradisi atau praktek seperti ini tidak
lagi diperbolehkan, dimana oleh Allah SWT menegaskan dengan mengharamkannya
dalam Al-Qur’an (baca ; ayat dan hadist yang melarang riba), bahkan oleh Allah
dan RasulNya akan memusuhi dan memeranginya apabila tetap melanggarnya, yang
demikian itu dimaksudkan untuk kemaslahatan dan juga kebaikan umat manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank?
2. Apa saja jenis atau macam-macam riba?
3. Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits memandang riba?
4. Bagaimana hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum mendirikan bank Islam?
1. Apakah pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank?
2. Apa saja jenis atau macam-macam riba?
3. Bagaimana Al-Qur’an dan Hadits memandang riba?
4. Bagaimana hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum mendirikan bank Islam?
C. Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank
2. Dapat mengetahui Jenis atau macam-macam riba
3. Mampu memahami Ayat dan Hadist yang melarang riba
4. Mengetahui Hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum mendirikan bank Islam
1. Untuk mengetahui Pengertian riba dan perbedaannya dengan bunga bank
2. Dapat mengetahui Jenis atau macam-macam riba
3. Mampu memahami Ayat dan Hadist yang melarang riba
4. Mengetahui Hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum mendirikan bank Islam
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba
Asal makna riba menurut bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa
Inggrisnya usury/interest ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada
suatu zat, seperti tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman1. Misalnya si A
memberi pinjaman kepada si B, dengan Syarat si B harus mengembalikan uang pokok
pinjaman beserta sekian persen tambahannya. Riba dapat diartikan juga dengan
segala jual beli yang haram. Adapun yang dimaksud disini menurut istilah syara’
adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau
tidaknya menurut syara’, atau terlambat menerimanya.
B.
Beberapa Macam Riba
Secara umum riba terbagi menjadi
dua bagian, yakni riba nasi’ah dan riba al-fadhl2.
1. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah (riba yang jelas, diharamkan karena keadaanya sendiri)
diambil dari kata an-nasu’, yang berarti menunda, jadi riba ini terjadi karena
adanya penundaan pembayaran hutang. Penjelasannya sebagai berikut.
Tambahan yang disyaratkan, yang diambil oleh orang yang memberi hutang
dari orang yang berhutang. . Misalnya, si A meminjam satu juta rupiah kepada si
B dengan janji waktu setahun pengembalian hutangnya. Setelah jatuh temponya, si
A belum bisa mengembalikan hutangnya kepada si B, maka si A menyanggupi untuk
memberi tambahan dalam pembayaran hutangnya.jika si B mau menambah/menunda
jangka waktunya. atau si B menawarkan kepada si A, “apakah engkau akan
membayarnya atau menundanya kembali dengan menanggung bunga?” Jika si B
membayarnya, maka ia tidak dikenakan tambahan. Sedangkan jika tidak dapat
membayarnya, maka ia menambahkan tangguh pembayaran dengan syarat bahwa ia
nantinya harus membayarnya dengan tambahan. Sehingga, akhirnya harta yang
menjadi tanggungan hutang orang tersebut pun menjadi terlipat ganda. Hal ini
merupakan praktek/kebiasaan Jahiliyah, Oleh karena itu, Allah mengharamkan hal
itu, dengan firmannya: “ Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (al-Baqarah: 280)
Maka dari itu jika waktu hutang tersebut sudah jatuh tempo, semantara
orang yang berhutang itu kesulitan membayarnya, maka ia tidak boleh membalikan
hutang tersebut kepadanya, tapi harus siberikan tempo lagi. Sedangkan jika
orang yang berhutang itu berpunya, dan tidak sedang kesulitan, maka ia harus
membayar hutangnya, dan tidak perlu menambah nilai tanggungan hutangnya itu,
baik orang yang berhutang itu sedang mempunyai uang atau sedang sulit.
2. Riba Fadhl
Riba fadhl (riba yang samara, diharamkan karena sebab lain) berasal dari
kata al-fadhl, yang berarti tambahan dalam salah satu barang yang
dipertukarkan. Riba ini terjadi karena adanya tambahan pada jual beli
benda/barang yang sejenis.
Jadi syariat telah menetapkan keharamannya dalam enam hal, yakni
diantaranya adalah emas, perak, gandum, kurma, garam. Dan jika salah satu
barang-barang ini diperjual belikan dengan jenis yang sama, maka hal itu
diharamkan jika disertai dengan adanya tambahan antara keduanya. Hal ini senada
dengan apa yang dikatakan oleh Sayid Sabiq bahwa riba fadhl ialah jual beli
emas/perak atau jual beli bahan makanan dengan bahan makanan (yang sejenis)
dengan ada tambahan.
Hal ini berdasarkan dari hadist Nabi yang disampaikan Abu Said al-Khudri
(yang juga hampir senada dengan hadist yang disampaikan oleh ‘Ubadah bin
al-Shamit )3 :
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandunm, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama dan tunai. Maka barang siapa yang meminta tambahan maka sesungguhnya ia memungut riba. Orang yang mengambil dan memberikan riba itu sama dosanya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandunm, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama dan tunai. Maka barang siapa yang meminta tambahan maka sesungguhnya ia memungut riba. Orang yang mengambil dan memberikan riba itu sama dosanya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
Riba ini diharamkan karena untuk mencegah timbulnya riba nasi’ah,
sehingga ia bersifat prefentif. Sebagian Ulama ada yang membedakan antara riba
nasi’ah dengan riba fadhl seperti membedakan antara berbuat zina dengan
memandang atau memegang wanita yang bukan mahramnya dengan nafsu syahwat.
Memandang atau memegang wanita seperti itu diharamkan karena untuk menghindari
perbuatan zina. .
Sebagian Ulama ada yang menambahkan selain kedua jenis riba tersebut
diatas, yakni riba yad, yaitu riba yang dilakukan karena berpisah dari tempat
akad sebelum serah terima terjadi. Kemudian Riba qardi yaitu hutang dengan
syarat ada keuntungan bagi yang memberi hutang4. Namun secara umum keduanya
termasuk kedalam jenis riba nasi’ah dan riba fadhl.
Pada dasarnya semua agama samawi di dunia (revealed religion) melarang praktek riba, karena dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mereka yang terlibat riba pada khususnya.
Pada dasarnya semua agama samawi di dunia (revealed religion) melarang praktek riba, karena dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mereka yang terlibat riba pada khususnya.
Adapun dampak akibat praktek dari riba itu sendiri diantaranya adalah
sebagai berikut5:
1. Menyebabkan eksploatasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin, sehingga menjadiakan si kaya semakin berjaya dan si miskin tambah sengsara
1. Menyebabkan eksploatasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin, sehingga menjadiakan si kaya semakin berjaya dan si miskin tambah sengsara
2. Dapat
menyebabkan kebangkrutan usaha bila tidak disalurkan pada kegiatan-kegiatan
yang produktif, karena kebanyakan modal yang dikuasai oleh the haves
(pengelola) justru disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif.
3. Menyebabkan
kesenjangan ekonomi, yang pada gilirannya bisa mengakibatkan kekacauan sosial.
C. Ayat dan Hadist yang Melarang Riba
C. Ayat dan Hadist yang Melarang Riba
1. Firman Allah
SWT :
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan
bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Ali Imran :
130)
2. Firman Allah SWT :
2. Firman Allah SWT :
“Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah : 275)
3. Firman Allah SWT :
3. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang
yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (Al-Baqarah : 278-279)”
4. Firman Allah
SWT
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa ” (Al-Baqarah : 276)
5. Firman Allah
SWT
“Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” (Ar-Rum:39)
6. Sabda Nabi
SAW
“Dari Jabir :
Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang memakan riba, wakilnya,
penulisnya dan dua saksinya” (HR. Muslim)
D. Bunga Bank
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh
bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan
kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap
sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh
bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana
fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan
dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk
investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba7, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif8. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Bunga bank ini termasuk riba7, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif8. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu sebuah
lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau berdasarkan
syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai system
bunga, sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system atau cara
seperti itu dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Wadiah
(titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa diterapkan oleh
bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara
menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanah
yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana
yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus
menjamin bisa mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan
2. Mudharabah
(kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit
and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat memberikan tambahan modal
kepada pengusaha untuk perusahaannya baik besar maupun kecil dengan perjanjian
bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sama sesuai dengan perjanjian,
misalnya fifty-fifty. Dalam mudharabah ini, bank tidak mencapuri manajeman
perusahaan.
3. Musyarakah/
syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak bank dan pihak
perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha patungan (joint venture.)
karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan
menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
4. Murabahah
(jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang pada hakikatnya
ingin merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi
jual beli (lending activity menjadi sale and purchase transaction).
Dengan system
ini,bank biasmembelikan/menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh
pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas
harga pembelinya. Syarat bisnis dengan murabahah ini ialah si pemilik barang
dalam hal ini bank harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli
tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit margin) daripada
cost plus-nya itu.
5. Qargh Hasan
(pinjaman yang baik atau bernevolent loan). Bank Islam dapat memberikan
pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama
nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan
penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas
depositonya dari bank Islam.
6. Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.
6. Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.
7. Bank Islam
boleh pula mengelola zakat di Negara yang pemerintahnya tidak mengelola zakat
secara langsung. Dan bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul
untuk proyek-proyek yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan
umum.
8. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
1. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
2. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.
8. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
1. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
2. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.
E. Hukum
Bermuamalah dengan Bank Konvensional dan Hukum Mendirikan Bank Islam
Pada masa zaman kehidupan modern seperti saat sekarang ini, umat Islam
hampir tidak dapat menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional
yang memakai system bunga itu dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam
beragama. Misalkan ibadah Haji di Indonesia umat Islam harus memakai jasa bank,
apalagi dalam hal kehidupan ekonomi sulit untuk bisa lepas dari jasa bank itu
sendiri. Sebab tanpa jasa bank tersebut, perekonomian Indonesia mungkin tidak
akan selancar dan semaju seperti sekarang. Namun para ulama dan cendikiawan
Muslim sendiri hingga kini masih tetap berbeda pendapat tentang hukum
bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga banknya.
Perbedaan
pendapat mereka tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pendapat Abu
Zahrah (Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Cairo), Abul A’la Maududi
(Pakistan), Muhammad abdullah Al-‘Arabi (Penasihat Hukum pada Islamic Congres
Cairo), dan lainnya yang sependapat menyatakan bahwa bunga bank itu riba
nasiah, yang dilarang oleh agama Islam. Oleh karena itu umat Islam tidak
diperkenankan bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, terkecuali
memang benar-benar dalam keadaan darurat atau terpaksa, dengan syarat mereka
itu mengharapkan dan menginginkan lahirnya bank Islam yang tidak memakai sistem
bunga sama sekali.
2. Pendapat A. Hasan pendiri dan Pemimpin Pesantren Bangil (Persis) yang menerangkan bahwa bunga bank seperti di Negara kita ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.
3. Pendapat Majelis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo (Jawa Timur) tahun 1968 yang memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank-bank Negara kepada para nasabahnya, demikian pula sebaliknya adalah termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya tidak/belim jelas halal haramnya. Maka sesuai dengan petunjuk Hadits, kita harus berhati-hati menghadapi masalah-masalah yang semisal ini. Karena itu, jika kita dalam keadaan terpaksa atau kita dalam keadaan hajah, artinya keperluan yang mendesak/penting barulah kita diperbolehkan bermuamalah dengan bank yang menggunakan sistem bunga bank itu dengan batasan-batasannya yang telah ditetapkan dalam agama.
2. Pendapat A. Hasan pendiri dan Pemimpin Pesantren Bangil (Persis) yang menerangkan bahwa bunga bank seperti di Negara kita ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.
3. Pendapat Majelis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo (Jawa Timur) tahun 1968 yang memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank-bank Negara kepada para nasabahnya, demikian pula sebaliknya adalah termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya tidak/belim jelas halal haramnya. Maka sesuai dengan petunjuk Hadits, kita harus berhati-hati menghadapi masalah-masalah yang semisal ini. Karena itu, jika kita dalam keadaan terpaksa atau kita dalam keadaan hajah, artinya keperluan yang mendesak/penting barulah kita diperbolehkan bermuamalah dengan bank yang menggunakan sistem bunga bank itu dengan batasan-batasannya yang telah ditetapkan dalam agama.
Menurut Mustafa
Ahmad al-Zarqa’ (Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Perdata Universitas Syria),
bahwa sistem perbankan yang kita terima sekarang ini sebagai realitas yang tak
dapat kita hindari. Karenanya umat islam diperbolehkan (mubah) bermuamalah
dengan bank konvensional itu atas pertimbangan dalam keadaan darurat dan
bersifat sementara. Sebab umat Islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan
mendirikan bank tanpa adanya system bunga/riba, demi menyelamatkan umat Islam dari
cengkraman budaya yang tidak Islami11.
Dari sini
kemudian kita dapat mengetahui alasan para ulama maupun cendikiawan Muslim
menganjurkan berdirinya bank Islam yakni sebagai berikut :
1. Agar umat
Islam tidak selalu berada dalam keadaan darurat dan menghindarkannya dari hal-hal
yang bersifat subhat/haram
2. Untuk
menyelamatkan umat Islam dari praktek bunga, riba, rente dan sebagainya yang
mengandung unsur pemaksaan atau pemerasan (eksploitasi) oleh yang berekonomi
kuat terhadap yang berekonomian lemah, dan juga menghindarkan dari ketimpangan
yang menjadikan si kaya makin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin
3. Guna
melepaskan ketergantungan umat Islam terhadap bank-bank konvensional
(non-Islam) yang mengandung unsur syubhat/haram, dan menyebabkan umat islam
berada dibawah kekuasaan asing, yang itu membuat keterpurukan dan melemahnya
ekonomi Islam, sehingga umat islam tidak dapat menerapkan ajaran agamanya
secara menyeluruh dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu riba
nasi’ah’ dan riba fadil, sedangkan riba yad dan Riba qardi termasuk ke dalam
riba nasi’ah dan riba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah
emas,perak, dan makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk yang
mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya
seperti emas dan dengan emas, gadum dengan gadum, diperlukan tiga syarat: (1)
tunai, (2) serah terima, dan (3) sama timbangannya. Kalau jenisnya berlianan,
tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak, boleh tidak sama
tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis dan ‘ilat
ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana saja
seperti barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari
yang tiga itu.
Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik pemberi,
penulis dan dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat denganpemakan
riba. Tidak boleh bagi seorang Muslim mengokohkan transaksi riba. Dianjurkan
(bahkan wajib) bagi kaum Muslimin untuk mendirikan bank Islam sesuai dengan
syari’at agama, dan menghindarkan dari segala macam bentuk/praktek riba
B.
Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami selesaikan sebagai salah satu tugas perkuliahan
pada semester enam ini. Namun kami dari kelompok 4 sebagai penyusun, menyadari
terdapat kekurangan maupun kekhilafan atau kesalahan, baik dalam penyelesaian
maupun pemaparan dari makalah kami ini.
Dari itu, kami sangat mengharap dari para pembaca atau pendengar
sekalian, baik teman-teman maupun Bapak Dosen sebagai pembimbing dalam mata
kuliah ini, untuk turut serta dalam memberikan kritik yang membangun dan saran
yang baik tentunya agar kedepannya nanti kami akan dan bisa menjadi lebih maju
dan baik dari sebelumnya. Amin…ya rabbal ‘alamin !
DAFTAR PUSTAKA
http://nieujik.blogspot.com/2009/01/makalah-riba-dan-bunga-bank-menurut.html
http://soeharnoismail.wordpress.com/2012/11/22/makalah-riba/
http://bahiyyah.blogspot.com/2012/11/makalah-riba.html
http://zimahpress.wordpress.com/2013/04/12/makalah-larangan-riba/
http://hidayatullahahmad.wordpress.com/2013/03/18/makalah-fiqih-jual-beli-utang
piutang-dan-riba/
http://soeharnoismail.wordpress.com/2012/11/22/makalah-riba/
http://bahiyyah.blogspot.com/2012/11/makalah-riba.html
http://zimahpress.wordpress.com/2013/04/12/makalah-larangan-riba/
http://hidayatullahahmad.wordpress.com/2013/03/18/makalah-fiqih-jual-beli-utang
piutang-dan-riba/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar