Selasa, 06 Juni 2017

MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM DI MALAYSIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Islam sebagai suatu kekuatan yang diperhitungkan di masa pra kolonialisme dan dalam batas tertentu perjuangan kemerdekaan dalam abad dua puluh, kekuatan dan sumbangan Islam bagi perubahan sosial politik selama ini sering diabaikan, sehingga muncullah pergolakan-pergolakan di dunia Islam mengalami kebangkitan termasuk di Malaysia.
Pada awalnya, Malaysia adalah kerajaan federal di Asia Tenggara yang terletak di semananjung Malaka dan sebagian Kalimantan Timur yang penduduknya mayoritas Islam dan konstitusi sebagai agama resmi negara, sehingga syariat Islam ditegakan dengan baik dan benar. Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para pedagang  yang mempunyai semangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam dari Arab melalui Malaka yang saat itu sebagai pusat perdagangan. Karena memang jalur perdagangan merupakan salah satu media yang efektif dalam mengembangkan dan menyiarkan ajaran Islam.
Malaysia dominan masyarakatnya muslim, tampak kelihatan sangat heterogen terutama bila dilihat dari segi etnis, suku dan ras mereka. Karena itu, di Malaysia dapat dijumpai sejumlah kelompok masyarakat muslim Indo-Melayu, bahkan suku Bugis dan Makassar, banyak di sana. Walaupun Malaysia sebagai salah satu negara yang masyarakatnya dominan muslim, namun tentu masih saja menimbulkan pertanyaan mengenai tempat asal datangnya Islam di sana dan bagaimana pola perkembangannya.
Perkembangan Islam di Malaysia ditandai dengan tumbuhnya institusi-institusi dengan baik hal ini peningkatan kesadaran beragama dalam sosial keagamaan, politik, ekonomi dan lain-lainnya, sebagai contoh sebuah oposisi Islam berkembang yaitu organisasi Kesatuan Nasional Melayu (UMNO) berusaha menyokong oposisi keagamaannya sendiri melalui perekrutan tokoh-tokoh agama dan berjanji memperjuangkan kepentingan Islam dan Pan-Melayu Islamic Party (P.M.I.P) yang menjadi juru bicara bagi permusuhan komunitas Muslim terhadap warga cina dan India. Orientasi keislaman P.M.I.P tidak hanya kepedulian ekonomi tetap juga kepedulian terhadap Perkembangan Islam Malaysia  dewasa ini semakin menunjukkan adanya pluralitas keberagamaan yang dapat memberi perlindungan bagi masyarakat non melayu yang pada umumnya menganut agama non Islam, sehingga mereka hidup berdampingan satu sama lain tanpa menimbulkan gejolak.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas oleh penulis adalah:
1.         Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Malaysia
2.         Bagaimana Islam pada masa kolonial di Malaysia?
3.         Bagaimana  Kebangkitan Islam di Malaysia?
4.         Bagaimana Islam pada masa Malaysia konterporer
5.         Bagaimana Islam sebagai identitas Melayu?
6.         Bagaimana persaingan UMNO dan PAS dalam isu Islamisasi?
C.      Tujuan penulisan
Agar  pembaca dapat mengetahui bagaimana sejarah masuknya Islam ke negara Malaysia Dan bagaimana perkembangan Islam di Malaysia













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Masuknya Islam ke Malaysia
Tidak adanya dokumen yang lengkap mengenai kedatangan Islam ke Malaysia, menyebabkan munculnya berbagai teori tentang kapan dan dari mana Islam pertama kali menyebar di negara ini. Wan Hussein Azmi, dalam kitabnya Islam di Malaysia Kedatangan  dan Perkembangan ( Abad 7-20 M), beragumen bahwa Islam datang pertama kali ke Malaysia sejak abad ke 7 M. Pendapat in berdasarkan pada sebuah argumen bahwa pada pertengahan abad tersebut pedagang Arab sudah sampai pada gugusan pulau-pulau Melayu, dimana Malaysia secara geografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang Arab yang singgah dipelabuhan dagang Indonesia pada paruh ketiga abad tersebut, menurut Azmi tentu juga singgah di pelabuhan- pelabuhan dagang di Malaysia.
Sejalan dengan pendapat Wan Hussein Azmi, Hashim Abdullah dalam kitabnya Perspektif Islam di Malaysia, menegaskan : para pedagang Arab singgah di pelabuhan-pelabuhan sumatera untuk mendapatkan barang-barang keperluan dan sementara menanti perubahan angin mosun. Ada diantara mereka yang singgah di pelabuhan-pelabuhan tanah melayu seperti Kedah, Trengganu dan Malaka. Oleh yang demikian bolehlah dikatakan bahwa islam telah masuk di tanah Melayu pada abad ke 7 M. Namun pendapat / teori ini masih sangat meraguakan karena hipotesis tersebut terlalu umum dan masih dapat diperdebatkan.
Pendapat lain dikemukakan oleh S.Q Fatimi , dalam bukunya Islam Comes To Malaysia, menjelaskan bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad ke 8 H ( 14 M). Ia  berpegang pada penemuan batu bersurat di daerah Trengganu yang bertanggal 702 H ( 1303 M). Batu bersurat tersebut di tulis dengan aksara Arab. Pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah Saw.Dan  pada  sisi lainnya memuat 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Selain itu, Majul juga berpendapat bahwa Islam pertama kali tiba di Malaysia sekitar abad ke 15 dan 16 M. Namun pendapat Fatimi dan Majul, juga tidak dapat diterima, karena ada bukti yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam telah sampai ke Malaysia jauh sebelum itu yakni pada ke 3 H( abad 10 M). Pendapat terakhir ini berdasarkan pada penemuan batu nisan di Tanjung Ingris, Kedah pada tahun 1965. Pada batu  nisan tersebut tertulis nama Syekh Abdu Al Qadir Ibnu Husayn syah yang meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syekh Abdu Al Qadir adalah seorang Da’i keturunan Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa Islam tlah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke 3 H( 10 M).
Tanjung Ingris Kedah tempat ditemukannya batu nisan tersebut merupakan daerah yang tanahnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Lebih strategis dan layak dijadikan sebagai tempat  persinggahan pedagang- pedagang yang menggunakan sungai Kedah. Disekitar  makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan dan ini memperlihatkan bahwa tempat tersebut merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan menjelaskan bahwa Tanjung Ingris Kedah adalah tempat persinggahan pedagang- pedagang Arab dan Persia.
Sejauh menyangkut penyebaran Islam di Malaysia, peranan Malaka sama sekali tidak dapat dikesampingkan. Karena koversi Melayu terjadi terutama selama periode kesultanan Malaka pada abad ke 15 M, dari sekitar tahun 1402 hingga 1511 M. Malaka dalam sejarah di nukilkan bahwasanya pembentukan dan pertumbuhannya disinyalir ada kaitannya dengan perang saudara dikerajaan Majapahit setelah kematian Hayam Wuruk ( 1360-1389 M). Pada tahun 1401 M meletus perang saudara untuk merebut tahta kerajaan antara Wira Bumi dengan raja Wikrama Wardhana. Dalam perang tersebut Parmewara ( Putra Raja Sriwijaya dari Dinasti Seilendra) turut terlibat karena ia menikahi salah seorang putri Majapahit. Oleh karena pihak yang ia bantu mengalami kekalahan maka parmewara dan pengikutnya melarikan diri kedaerah Tumasik (singapura) yang berada di bawah kekuasaan empair Siam pada saat itu.
Temasek pada masa itu lebih merupakan sebuah perkampungan kaum nelayan, diperintah oleh seorang wakil raja Siam yag bernama Tamagi. Oleh karena inginkan kekuasaan akhirnya Parmewara membunuh Tamagi dan berhasil menjadi penguasa di Temasek. Peristiwa terbunuhnya Tamagi diketahui oleh raja Siam. Kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas kematian Tamagi. Parmewara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya sampai ke Malaka. Malaka ketika itu merupakan sebuah kampung kecil yang didiami oleh sebagian kecil kaum- kaum nelayan yang kerja mereka sebagian perampok kapal-kapal dagang yang datang dari Barat ke Timur. Sesampainya di Malaka, parmewara dilantik menjadi penguasa oleh pengikut-pengikutnya dan penduduk asli disana, dan kemudian mendirikan kerajaan Malaka pada tahun 1402 M.   
Menurut ahli sejarah, ada beberapa faktor yang meyebabkan Parmeswara memilih Malaka sebagai kediamannya, antara lain:[1]
1.      Malaka mempunyai lahan datar yang luas, sesuai dijadikan tempat tinggal dan kawasan cocok tanam.
2.      Bukit-bukit yang berada berdampingan tanah datar dapat digunakan sebagai benteng keselamatan dan pertahanan.
3.      Letaknya bertentangan dengan Sumatera yang kaya dengan keperluan perdagangan seperti beras, lada hitam, kapur, emas dan lain-lain.
4.      Faktor yang terpenting sekali, karena kedudukan Malaka di tengah-tengah perjalanan laut antara Asia Barat Farsi, India dan Cina. Sangat strategis dijadikan sebagai pelabuhan perantara atau pelabuhan internasional.
Berdasarkan faktor-faktor yang ada Malaka tumbuh dengan pesat terutama dalam bidang perdagangan. Dengan berkembangnya Malaka sebagai daerah pelabuhan yang bertaraf internasional, secara tidak langsung telah mengundang orang-orang Arab dan khususnya para pedagang dari bangsa tersebut untuk masuk ke daerah tersebut dan melakukan transaksi perdagangan. Dan puncaknya Islam mendapatkan tempat di Malaka tak kala seorang ulama dari Jeddah yang Syeikh Abdul Aziz berhasil mengislamkan Parmewara pada tahun 1414 M ( abad ke 15 ).
Setelah Parmewara masuk islam, ia mengganti namanya dengan Sultan Megat Iskandar Shah. Kitab sejarah Melayu menceritakan bahwa Raja Malaka Megat Iskandar Shah adalah orang pertama kali di kerajaan tersebut yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya menjadi muslim. Dalam proses Islamisasi berikutnya, para Sultan memberi dukungan yang besar dengan turut meningkatkan pemahaman tentang Islam dan berpartisipasi dalam pengembangan wacana, kajian dan pengamalan Islam.
Dalam sejarah di nukilkan bahwasanya para sultan Malaka mulai dari sultan pertama dan sultan yang berkuasa belakangan sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang berguru kepada ulama-ulama yang terkenal. Sebagai contoh sultan Muhammad Shah berguru kepada Maulana Abdul Aziz, Sultan Mansur Syah berguru kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Dengan adanya para Sultan tersebut belajar Islam dengan para ulama-ulama yang ada saat itu dan telah memiliki pengetahuan agama yang luas maka para sultan tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh A.C Milner dalam bukunya Islam and The Muslim State menjelaskan , bahwasanya Sultan Malaka sebagai orang yang telah mengajarkan pengetahuan Agama Islam kepada para raja di negeri-negeri melayu lainnya.
Respon sultan dan rakyat Malaka yang antusias terhadap kedatangan Islam, pada gilirannya turut pula mengangkat posisi Malaka sebagai pusat kegiatan berdakwah. Selain rakyat Malaka menyebarkan dakwah keluar negeri, banyak pula orang luar yang datang ke Malaka untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua ulama terkenal di pulau Jawa menamatkan pengajiannya di Malaka. Peran Malaka yang begitu penting dalam upaya Islamisasi makin berkembang setelah sultan Muzzafar Shah yang berkuasa sekitar tahun 1450 menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Malaka, sultan Muzzafar shah juga telah menyusun perundang-undangan di negerinya yang sebagian isinya di warnai oleh ajaran Islam, yang mana undang-undang tersebut dikenal dengan nama Hukum kanun Malaka. Hukum kanun Malaka tersebut menjadi kitab sumber hukum dalam menangani beberapa pekara hukum di kesultanan Malaka. Dengan demikian , Malaka dapat dianggap sebagai kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syari’ah Islam.
Hukum kanun Malaka pada fase berikutnya banyak memberikan pengaruh pada Undang-undang negara-negara Melayu lainnya. Karena Undang-undang ini kemudian menjadi acuan dalam penulisan sejumlah kitab hukum di negeri-negeri Melayu lainnya, seperti kitab Hukum Pahang, UU Sembilan Puluh Sembilan Perak, Buku Hukum Kedah dari 1650-1784 dan buku Hukum Kedah 1789. Sehingga dapat dibayangkan bahwa undang-undang Melayu lainnya juga sarat dengan unsur syari’ah Islam. [2]
B.       Perkembangan Islam Di Malaysia
Hubungan Nusantara dengan Asia Barat sejak zaman Islam dikatakan berlaku sejak abad ke-17 Masehi lagi. Berpedoman kepada beberapa fakta sejarah yang terdapat saat ini sama ada dalam bentuk laporan, catatan, situasi kebudayaan masyarakat dan inskripsi-inskripsi, ahli-ahli sejarah berpendapat terutama sejarahan daerah berpendapat kedatangan Islam ke Nusantara berlaku pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Sedangkan Sejarawan Barat berpendapat kedatangannya berlaku di sekitar abad ke-13 Masehi. Ditanah Melayu kebanyakan para sejarawan daerah mengandaikan kedatangannya disekitar abad ke-9 dan pada abad ke-12 Masehi. Kebanyakan sejarawan Barat berpendapat berlaku di sekitar abad ke-15 Masehi yang bermula dari Malaka. Namun demikian berdasarkan kepada kajian yang lebih menyeluruh di samping terdapat beberapa penemuan baru diyakini kedatangan Islam ke alam Melayu berlaku sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi lagi.
Walaupun bagaimana pun penyebaran secara lebih pesat dan menyeluruh didapati berlaku dalam abad ke-15 dan ke -16 Masehi. Terdapat beberapa faktor yang mendorong penyebaran Islam secara lebih positif di saat dimana antara  faktor-faktor tersebut ada perkaitan atau pengaruh mempengaruhi antara satu sama lain. Antara faktor- faktor tersebut ialah :
C.      Faktor perlombaan penyebaran agama
Kepulauan Nusantara berangsur-angsur menerima perubahan akibat pengaruh yang dibawa oleh Islam di samping perkembangan pesat perdangangan dengan luar negeri. Kemasyuran itu menarik minat bangsa barat terutama orang-orang Portugis melakukan imigrasi ke daerah ini. Dengan penghijrahan itu mendorong bagi mempercepat serta mempergiatkan lagi penyebaran agama Islam didaerah ini. Pada tahun 1498 Masehi vasco da Gama berjaya mendapatkan India, dengan itu mereka menyerang kapal-kapal Islam dari Mesir.[3]
1.      Faktor perkawinan
Bagi mengembangkan lagi dakwah Islamiah, perkawinan juga dapat memainkan peranan secara lebih mantap dan berkesan. Perkawinan yang biasa berlaku disini dalam periode permulaan Islam ialah perkawinan antar saudagar-saudagar Islam dengan gadis-gadis pribumi, terutama putri-putri dikalangan istana dan pembesar-pembesar negeri. Begitu juga perkawinan antara seorang Raja dengan putri-putri Raja di negeri jiran atau di negeri yang ditaklukinya. Kedua struktur perkawinan itu merupakan faktor pembantu dalam menyebarkan Islam didaerah ini.
Seorang saudagar Islam misalnya bila perkawinan dengan gadis-gadis pribumi sama ada dengan keturunan bangsawan atau rakyat jelata, besar kemungkinan kaum keluarga dan kerabat sebelah pihak istrinya mulai dan menaruh minat untuk mengetahui seluk-beluk agama Islam. Lebih-lebih lagi saudagar-saudagar tersebut memiliki harta kekayaan.
2.      Faktor perdagangan
Kegiatan perdagangan antara Arab, Farsi dan India dengan Nusantara dikatakan telah berlaku sejak beberapa abad sebelum masehi lagi hingga ke zaman kedatangan Islam pada abad ke-17 dan ke-8 Masehi. Sejak zaman awal Islam lagi pedagang-pedagang Arab-Islam disamping menjalankan aktivitas perdangangan di Nusantara mereka telah memperkenalkan agama suci itu dimana-mana saja pelabuhan yang mereka singgahi. Dari sifat mulia dan kepribadian yang tinggi serta amalan-amalan agama Islam yang dianut oleh mereka. Situasi tersebut menyebabkan mereka senantiasa disanjung tinggi dan dipercayai oleh segenap lapisan masyarakat.
Pada abad ke-14 hingga abad ke-17 Masehi, kegiatan perdagangan di Nusantara begitu maju dan menggalakkan. Dalam abad ke-14 Masehi kegiatan persaganga dimainkan oleh kerajaan pasai, pada abad ke-15 Masehi dimainkan dimalaka, sedangkan aktivitas perdagangan  di abad ke-16 dan ke-17 Masehi pula diambil alih oleh kerajaan Aceh dan Kerajaan Islam Demak di Jawa.
3.      Faktor penguasaan syahbandar
Syahbandar merupakan orang yang bertanggung jawab penuh untuk menjalankan urusan sebuah pelabuhan, maju dan mundur, aman dan gawat sebuah pelabuhan itu adalah bertangantung kepada kebijakan seorang syahbandar. Selain dari peranan utamanya untuk memajukan pelabuhan ia juga boleh memainkan peranan sampingan bagi mengembangkan agama Islam. Pada setiap pelabuhan dilantik beberapa orang syahbandar, khususnya dalam kerja-kerja memungut cukai impor dan ekspor. Sejak abad ke-13 Masehi lagi perdagangan Nusantara kebanyakannya dimonopoli oleh pedagang-pedagang Islam yang terdiri dari bangsa Arab, Farsi dan India.
Dengan itu dapatlah ditegaskan bahwa syahbandar bukan saja merupakan golongan yang terpenting kepada pedagang bahkan juga kepada Raja-Raja. Dalam situasi tersebut kedudukan mereka begitu penting dan berpengaruh sekaligus seolah-olah berperan sebagai penasehat kepada Raja-Raja. Mereka boleh mempengaruhi Raja untuk melipatgandakan kemajuan perdagangan dengan memberi keutamaan dan kemudahan kepada pedagang-pedagang Islam.
D.      Pengaruh Islam dalam Pendidikan
1.      Pengajian Islam di Malaka[4]
Kedatangan Islam ke Tanah Melayu pada peringkat awal dikatakan berlaku pada abad ke-12 masehi. Malaka merupakan sebuah kerajaan Melayu-Islam yang teragung di daerah ini sekitar abad ke-15 Masehi. Menurut sejarah, Malaka bukan saja sebagai sebuah kerajaan yang luas pemerintahannya tetapi sangat terkenal sebagai sebuah kerajaan yang begitu aktif dalam bidang pengajian dan pendidikan Islam.
Sejak penerimaan Islam oleh Parameswara pada tahun 1414 Masehi, kegiatan Agama dan pendidikan Islam di usahakan secara bersungguh – sungguh oleh para ulama dan para mubaligh. Seluruh masyarakat dari golongan para raja, pembesar serta rakyat jelata disuguhkan dengan pengetahuan Islam. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, rumah – rumah, masjid, surau serta istana – istana dijadikan sebagai institusi pendidikan.
Pada tahun 1511 Masehi, Malaka kalah di tangan Portugis pada tahun tersebut tercatat sejarah hitam bagi seluruh bangsa Melayu Semenanjung, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan maupun pendidikan. Kedatangan Portugis merupakan printis jalan kepada bangsa – bangsa Eropa lain menjajahi Tanah Melayu selanjutnya secara silih berganti selama lebih kurang 5 abad. Dalam periodisasi yang begitu lama bangsa penjajah yang berpendidikan faham Kristen itu berhasil menguasai hampir seluruh bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
2.      Kearah Pendirian Sekolah Melayu
Oleh pelajaran Al-Quran merupakan mata pelajaran dasar atau asas salam kurikulumnya, rata – rata masyarakat Melayu menamakannya sebagai “Sekolah Qur’an”. Kesadaran untuk mengubah struktur pengajian tradisional melayu, kepada tahap yang lebih baik dan sempurna oleh penjajah Inggris, telah terbayang pada awal abad ke 19 Masehi, berkesempatan meninjau institusi berkenaan terutama dengan itu beliau membuat saran supaya pihak kerajaan menyediakan tempat belajar yang lebih sesuai di samping membuat beberapa perubahan yang perlu.
Masyarakat Melayu berada dalam keadaan mundur terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan dan kemasyarakatan, tetapi mereka tetap mempertahankan institusi tradisional Melayu yang menjadi warisan bangsa sejak turun temurun Institusi rumah, masjid dan surau, yang terkenal sebagai “Sekolah Qur’an”, masih menjadi tumpuan pelajar – pelajar. Setelah mereka bukan saja sanggup mempertahankan kelanjutan hidup industri tersebut bahan sanggup meningkatkan lagi perjanjian hingga ke peringkat yang lebih tinggi. Anak – anak dikirim ke luar negeri seperti Patani Malaka dan Mesir dan lain-lain, untuk melanjutkan pelajaran mereka. Bila tamat pengajian, mereka kembali ke tanah air untuk membuat institusi- institusi Pengajian Islam yang lebih tinggi. Institusi berkenaan terkenal dengan panggilan “Pondok”. Pembentukan Institusi Pondok dan pembelajarannya[5]
a.      Pembentukannya
Perkataan pondok berasal dari perkataan Arab (Funduqun) berarti tumpangan atau tempat menginap para pengembara. Pondok adalah rumah – rumah kecil yang dijadikan sebagai tempat tinggal pelajar, berhampiran surau dan juga rumah guru di kawasan khusus. Semua komponen tersebut dipanggil “Pondok”.
Pengajian pondok yang dimaksud disini ialah pengajian yang UMUM, yaitu suatu struktur pengajian secara tradisional dan pembelajarannya disampaikan dengan menadahkan kitab.
Awalnya rumah dijadikan sebagai tempat belajar, namun lama kelamaan pelajar yang ingin ikut belajar makin bertambah, maka para orang tua pelajar serta masyarakat bergotong royong mendirikan bangunan yang sesuai sebagai tempai belajar bersambung dengan rumah. Bangunan itu disebut “surau” atau “madrasah” sebagai tempat melaksanakan aktivitas ibadah dan juga sebagai tempat belajar.
b.      Institusi Pondok dan Identitasnya
1)      Tulisan Jawi dan Pengaruhnya
Kedatangan Islam di Tanah Melayu dikatakan berlaku pada abad ke-15 Masehi yaitu meneruskan penerimaan Islam oleh Raja Malaka pada tahun 1414 Masehi. Menurut fakta sejarah, kedatangan Islam lagi, bahasa Melayu sudah mempunyai sistem tulisan perantaraannya. Bunyi dan sebutan huruf tersbut telah mempengaruhi alat – alat artikulasi bangsa Melayu yang menyulitkan mereka menyebut kalimat – kalimat Arab terutama dalam membaca Al-Quran. Dalam konteks ini mubaligh Islam telah memperkenalkan huruf Jawi yang berdasarkan abjad Arab campuran Farsi memudahkan mereka dalam pembelajaran Agama Islam dan membaca Al-Qur’an. Pengajaran huruf Jawi di samping meneruskan institusi rumah, masjid dan surau di samping pelajaran Qur’an dan asas agama. Tradisi pembelajaran tulisan Jawi dan pembacaannya berlaku secara kesinambungan bila adanya institusi pondok.[6]
Adanya diantara institusi pondok di Tanah Melayu menjadikan pengajian Jawi dari penggunaannya meneruskan kitab –kitab Jawi dalam pembelajaran lain – lain mata pelajaran. Ada pula yang semata – mata memberi penekanan pembelajarannya secara sampingan meneruskan kitab –kitab Jawi dalam mata pelajaran Usuliddin, Fiqih, Tasawwuf dan lain –lain di samping kitab Arab. Tindakan seumpama ini mempengaruhi perkembangan huruf Jawi dan penggunaanya dalam media hubungan masyarakat. Didapati ketika itu segala urusan hubungan baik dari pembicaraan umum, maklumat tertulis, surat perjajian arahan dan perintah juga lain – lain adalah ditulis dengan menggunakan huruf Jawi.
Peranan institusi pondok bukan saja berhasil mengembangkan penggunaan tulisan Jawi untuk memudahkan pembacaan Al-Quran dan kitab –kitab agama juga menjadi media hubungan masyarakat bahkan dapat mengembang dan memperkaya bahasa Melayu.
2)      Situasi Agama Islam dan Kewibawaannya
Islam dan Melayu dari segi konsepsinya merupakan identitas lahiriah yang saling kiat dan pengaruh mempengaruhi bagi masyarakat Melayu, bahkan ia menjelma dalam segala aspek spiritual. Penjelmaan ini menambah memperkokohkan aspek lahiriah, yang mana keduanya berpadu untuk memancarkan identitas tradisi dan budaya. Inspirasi beragama dan maju menonjolkan diri sebagai seorang Muslim di samping ingin menjadikan diri sebagai benteng yang kebal untuk mempertahankan Islam, senantiasa hidup dan begitu fanatik sekali, walaupun tidak sebanyak mengenal Islam dan beramal dengan hukumnya. Orang melayu tidak suka mereka disebut dengan “Jahil”, tetapi  kurang marahnya bila disebut “bodoh” walaupun ia seorang yang jahil dan jarang – jarang patuh kepada hukum agama. Karena kalimat tersebut boleh menggambarkan “jahiliah” yang suatu sistem hidup yang sesat dari ajaran agama Islam.
Bangsa Melayu berhasil mendaulatkan Islam sebagai suatu ikatan yang unik bagi mereka, tetapi hanya dalam bentuk –bentuk lahiriah saja. Kebanyakan belum sempat menjangkau ke tahap penghayatan Islam itu sendiri.
·         Struktur bangunan dan perhubungannya
pengajian pondok nampaknya mempunyai identitas ciri-ciri yang terdiri, dimana dia merupakan faktor utama untuk kejayaan dan kelanjutan institusi berkenaan. Rasanya rumah-rumah kecil yang didirikan secara tersusun sebagai tempat tinggal pelajar, dalam bentuk yang serupa mengandung ciri-ciri yang sama, melambangkan identitas filsafat institusi pondok itu sendiri.
Pemilihan mesjid dan surau sebagai tempat belajar di pondok-pondok merupakan  suatu identitasnya yang unik dan berbeda dengan institusi-institusi modern yang lain. Karena dari bangunan-bangunan tersebut, dapat menghasilkan suasana yang harmonis dari segi kegiatan ibadah dan hubungan antara pelajar dan guru.
·         Situasi pelajar
pelajar-pelajar pondok tidaklah terfokus kepada syarat-syarat tertentu untuk memilih nama pondok sebagai tempat belajar dan juga jenis mata pelajarannya. Namun demikian ada juga di antara institusi pondok meletakkan syarat dimana calon pelajar membaca Al-Qur’an membaca dan menulis jawi. Syarat tersebut kedapatan pada kebanyakan pondok abad ke-20 Masehi. Dengan demikian dapat mendorong mereka supaya belajar bersungguh-sungguh dengan kepuasan maksimun tanpa dipaksa dengan tidak membuang masa dan mengenal lelah.
Para pelajar juga berniat menempuh cara hidup yang sederhana dipondok untuk pendekatan pengakaran yang khusus. Hubungan antara guru dengan pelajar dalam struktur pembelajaran dipondok merupakan hasil binaan disiplin dua arah luar dan dalam yang berbentuk khusus. Hubungan pelajar dengan guru dalam situasi tersebut rasanya amat berbeda sekali dengan sistem pendidikan sekuler. Karena motif pembelajaran sekuler adalah belajar ilmu untuk ilmu hanya sebagai alat untuk mencari kehidupan duniawi. Guru adalah sistem  tersebut hanya sebagai pemberi pembelajaran dan pelajar semata-mata menerimanya. Hubungan pribadi antara keduanya tidak lah sampai ketahap kasih sayang yang sebenar dan terpadu. Rasanya mungkin antara sebab berlaku demikian, adalah awal dari motif penyebaran ilmu menurut tradisi dan situasi sekuler, lebih berbentuk komersial yang mengutamakan nilai ekonomi untuk mencari kemewahan hidup.
·         ketokohan dan tanggung jawab guru
Guru dalam sistem pendidikan pondok merupakan faktor utama dan penting. Kemampuan pribadi guru itulah menjadi elemen terpenting jatuh  bangun sebuah pengajian pondok. Pengaruhnya amat besar dan penngaruhnya anat teguh. Biasanya guru adalah tokoh yang banyak pengalaman, karena banyak berkeana baik didalam maupun diluar negeri bagi mencari ilmu
Oleh sebab keilmuan dan kewarakannya mereka di tanggung oleh masyarakat sebagai manusia berkebolehan dalam banyak bidang, dengan istilah sekarang mereka dipanggil sebagai “ manusia Ensaiklopedia” Menirukan tanggapan masyarakat itulah menjadikan mereka lebih beribawa, kata-kata mereka dipatuhi dan ditaati bukan saja dalam masyarakat pondok bahkan dalam masyarakat yang lebih luas. Hubungan erat antara guru dan pelajar merupakan satu daripada  metode untuk menambah hazanah dalam pembelajaran. Pelajaran bukan saja menerima ilmu yang disampaikan bahwa dapat menyaksikan dan mengambil contoh dari tingkah laku dan keperibadian  gurunya. Hubungan erat antara guru dan pelajar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan merupakan suatu kaedah pembelajaran yang unggul yang dicontoh dari Rasulullah SAW.
E.       Masuknya Islam ke Semenanjung Malaysia
Tidak adanya dokumen yang lengkap mengenai tentang kedatangnya Islam ke Malaysia menyebabkan munculnya berbagai teori tentang kapan dan dimana Islam pertama kali menyebar di negara ini. Azmi misalnya berpendapat bahwa Islam datang pertama kali Malaysia sejak abad ke 7 M. Pendapatnya ini berdasarkan dari sebuah argumen bahawa pada pertengahan abad tersebut, pedagang arab  islam sudah sampai kegugusan pulau-pulau melayu. Dimana Malaysia secara dgeografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang arab muslim yang singgah dipelabuhan dagang indonesia pada separuh ketiga abad tersebut. Menurut Azmi tentu juga singgah dipelabuhan-pelabuhan dagang Malaysia.
Hipotesis lain juga dikemukakan oleh Fatim, bahwa Islam datang pertama kali sekitar abad ke-8 H(14 M). Berpegang pada penemuan batu bersurat ditengganu yang bertanggal 1302 M. Batu bersurat itu ditulis dengan aksara arab, pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasuallah.
Tidak adanya konsensus dikalangan sarjana ini bisa dimengerti. Bagaimana pun juga problem utama untuk mempelajari islam diwilayah ini dalam istilah John, adalah karena keragaman dan keluasan wilayah, diman pada setiap kenyataannya tidak setiap wilayah itu sama-sama bisa diketahui dengan baik, hingga menimbulkan distorsi penekanan anakronisme dan ekstrapolasi yang tidak akurat.
Sumber-sumber spekulasi lainnya adalah menyangkut cara dan situasi dimana Islamisasi disemenanjung melayu ini terjadi.mengenai asal usul penyebaran, pendekatan akdemis perpusat di arabia dan India. Sebagaiman diketahui secara umum, sebelum islam datang ketanah melayu, orang-orang melayu adalah penganut animismem hinduisme dan budhaisme. Namun kemudian sejak datangnya Islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan terima sebagai agama baru dalam masyarakat Malayu Nusantara.
F.       Kebijakan pemerintah setelah kerusuhan etnis tahun 1969
Masalah sosioekonomi yang menghadapi Malaysia pada tahun-tahun pertama setelah kemerdekaan adalah ketimpangan ekonomi antaara etnis melayu dan etnis pendatang, baik China maupun India. Faktor-faktor penyebabnya beraawal sejak masa kolonial, ketika kolonial Inggris mengkotak-kotakan penduduk tamah melayu baik dari segi letak geografis maupun kegiatan ekonomi. Orang-orang Melayu dibiarkan tinggal di kampung-kampung sebagai petani dan nelayan miskin dengan peluang yang terbatas  untuk memperoleh pendidikan. Orang-orang India dijadikan buruh pada ladang-ladang jatah milik pemerintah Inggris, juga tanpa peluang pendidikan. Sementara orang-orang Cina menguasai perdagangan perindustrian dan pertambangan. Akibatnya, komunitas Cina yang kebanyakan tinggal di kota meraih kemakmuran dan menonjol dibidang ekonomi dan pendidikan. Sementara kaum muslim melayu, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani, meski menguasai politik dan pemerintahan, namun tertinggal di bidang ekonomi dan pendidikan. Kenyataan inilah yang kemudian menyulut kerusuhan antara etnis di Malaysia pada Mei 1969.
Kerusuhan etnis ini meru[akan suatu peristiwa yang digambarkan oleh tuanku Abdul Rahman, mantan perdana mentri Malaysia, sebagai masa paling gelap dalam sejarah nasional Malaysia. Yang menyebabkan ratusan orang meninggal, dan sebagian terluka, dibubarkannya palemen selama hampir 2 tahun dan diberlakukannya keadaan darurat
Tragedi peristiwa 13 Mei 1969 merupakan suatu peristiwa sejarah yang tak akan dilupakan begitu saja oleh bangsa Melayu, terutama pemerintahan. Peristiwa itu membuat pemerrintah dan Pimpinan-pimpinan UMNO sadarer akan pentingnya memperrjuangkan nasib dan peningkatan bangsa Melayu, mengembalikan kepercayaan Melayu pada UMNO serta mewujudkan keadilan sosioekonomi bagi etnis Melayu demi stabilitas dan keamanan negara. pemerintah merasa perlu melakukan program reformasi ekonomi yang menjadikan  orang-orang melayu dan bumiputera lainya sebagai target, dengan membenahi kehidupan sosioekonomi masyarakat Melayu. Hal ini kemudian ditindak lanjuti pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan tentang Dasar Ekonomi Baru (DEB) atau New Economic Policy (NEP) kebijakan ini dimaksudkan untuk mengangkat posisi sosial ekonomi kalangan ekonomi lemah yang umumnya adalah orang Melayu serta meningkatkan pendidikan dan taraf hidup serta perkembangan usaha mereka. DEB bermaksud untuk mengoreksi ketidakseimbangan dan ketidakadilan antar etnis.
Dibidang pendidikan melalui DEB pemerintah memberi kesempatan lebih luas bagi penduduk Melayu guna melanjutkan studi mereka. Generasi yang dibesarkan melalui program DEB kelak menjadi para propesional muda yang komit terhadap ajaran Islam serta banyak berperan dalam mendukung kebangkitan kembali Islam di Malaysia.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi ? menurut para peneliti yang  concern tentang studi kebangkitan islam, banyak diantara mahasiswayang mendapat beasiswa melalui DEB yang berasal dari kota kecil dan kampung dikawasan pedesaan malaysia. Sementara mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas kebangsaan Malaysia  membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada gerakan-gerakan dakwah seperti ABIM, organisasi Islam yang sudah mapan di hampir setiap kampus di negara bersangkutan seperti Muslim Student Association (MSA) di Amerika Serikat dan Kanada
Apa hubungan antara kebijakan DEB dengan peningkatan komitmen dan pengalaman Islam di kalangan Melayu? melalui DEB, orang Melayu memperoleh prioritas dibidang ekonomi dan pendidikan. Pemerintah mengirim ribuan pemuda Melayu khususnya untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi keberbagai Universitas didalam dan luar Negeri. Berbagai aspek yang mempengaruhi mereka di lingkungan baru ini, telh semakin memperkuat kesadaran mereka terhadap islam pada akhirnya ikut memicu proses kebangkitan Islam di Malaysia, yang ditandai oleh meningkatnya kesadran Islam dikalangan mereka dan ada upayah untuk mengamalkan ajaran Islam secara lebih serius.
Mekipun fokus utama program DEB adalah pembangunan sosioekonomi Melayu, promosi bahasa dan nilai-nilai budaya Melayu semakin menguatkan ikatan antara Agama dan etnisitas. Proses ini, dengan menekankan pada bangsa Melayu, sejarah, kebudayaan dan agama, memperkuat kebanggaan, identitas dan solidaritas melayu. Nasionalisme Melayu dan Islam yang merupakan unsur terpenting dalam identitas budaya Melayu telah menjadi kekuatan ideologii dan politik yang semakin besar, yang semakin memperkuat posisi dan peran Islam di panggung politik Malaysia.
Dengan demikian, Malaysia memberikan contoh yang menarik tentang sentimen-sentimen nasionalitas Melayu yang mengakomodassikan kepentingan mereka sendiri dengan menaikkan tekanannya dalam tuntutan yang berkaitan dengan agama Islam. Seperti dikemukakan oleh Von Der Mehden : ‘’ persepsi Islam sebagai agama penduduk pribumi yang terancam, yaang kebanyakan tinggal di pedesaan, miskin, dan tidak pandai berdagang telah menumbuhkan sikap defensif yang menjadi landasan politik kebijakan publik, dan pendirian yang didukung oleh ras melayu’’.
UMNO mengomentari berbagai kebijakan pemerintahan yang pro Melayu setelah kerusuhan etnis itu Zainah Anwar mengatakan : ‘’ kalau insiden 13 mei 1969 adalah situasi krisis uang menjadi kontak awal bagi perpalingan ke Islam, maka lingkup luas kebijaksanaan yang diambil pemerintah menyusul peristiwa itu hanyalah menyiram minyak ke dalam kobaran api kebangkitan Islam’’.
Uraian di atas meningkatkan kesadaran Islam dikalangan mahasiswa yang pada gilirannya menyatu dan searaah dengan kecenderungan yang terjadi di dalam negri, di tengah masyarakat Muslim Malaysia yaitu kesadaran yang semakin bertambah terhadap Islam yang dikenal secara popular sebagai kebangkitan Islam.
G.      Kebangkitan Islam di malaysia
Pengalaman Islam menjadi lebih tampak jelas terutama setelah kebangkitan Islam di Malaysia yang terjadi pada tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. Kebangkitan islam di Malaysia terrlihat jelas pada upaya muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran Islam secara lebih serius seperti aktif shalat berjamaah di masjid, menghampri wirid pengajian, banyak beramal shaleh, mengucapkan salam bila bertemu, berhati-hati dalam membeli makanan agaar tidak termakan pada yang haram, memakai busana muslim seperti jubah, jilbab dan baju kurung dan telekung bagi wanita, memakai sarung sorban dan peci atau pakaian yang lain yang mencirikan ketaatan sebagai muslim.
Gerakan kebangkitan Islam juga terlihat dikalangan mahasiswa di kampus-kampus Malaysia di kalangan mahasiswa terdapat kelompok-kelompok pengajian yang dikenal dengan dakwah. Mereka secara aktif mengadakan pengajian, puasa bersama, shalat malam bersama, dan tidak jarang juga mengadakam dzikir dan renungan malam bersama. Sementara mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada gerakan-gerakan dakwah seperti ABIM, Darul Arqam, dan jamaah Tabligh, maka mahasiswa yang belajar di luar negri, karna merasa goncangan kultural dan keterasingan.
Dilatar belakangi oleh pendekatan dan pandangan internasionalis FOSIS yang umum tentang Islam, sementara mahasiswa antar Malaysia membutuhkan persiapan untuk perjuangan islam di Malaysia setelah kembali, diawal tahun 1975, dua organisasi islam baru yang lebih militan terbentuk dikalangan mahasiswa di London, yaitu suara Islam dan Islamic Refresentation Council (IRC).
H.      Islam mendapat Dukungan dari Negara dan Pemerintahan
Faktor lainnya yang menyebabkan kuatnya citra dan nuansa islam di dalam masyarakat dan politik Malaysia adalah sikap dan respon UMNO dan pemerintahan terhadap menguatnya etos dan kesadaran islam dalam masyarakat Melayu dan menunjukan sikap dan kebijakan yang lebih beriorentasi Islam. Dalam hal ini pemerintahan secara jelas telah memperlihatkan kebijakan akomodatif dan pro-Islam dan tidak hanya bersifat infrastruktural, tetapi juga bersifat  strukturaldan kultural. Hal ini menemukan momentumnya pada masa pemerintah Mahatir dan berlanjut hingga masa pemerintahan Abdullah Ahmad Badawi.
Sikap akomodatif pemerintahan secara jelas dapat ditunjukan dengan berbagai kebijakan yang meyakinkan rakyat Malaysia dan kaum Muslimin, bahwa pemerintah dan UMNO bersungguh-sungguh dalam mendukung peran Islam. Pemerintah bahkan melakukan program “Islamisasi” dan “penerapan nilai-nilai Islam” yang menelan biaya relatif besar.
Secara struktural sikap akomodatif pemerintah antara lain dapat dilihat pada kebijakan yang merekrut jumlah aktivis muslim untuk duduk dalam sistem pemerintahan. Sikap akomodatif itu juga dapat dilihat pada peristiwa penting saat Mahatir mengajak Anwar Ibrahim, seorang aktifis dan tokoh Islam yang Kharismatik, untuk bergabung ke dalam pemerintahan. Terlepas dari berbagai penilaian akomodasi struktural ini, yang jelas keterlibatan Anwar dalam pemerintahan telah banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan Islam dan umat Islam dinegara tersebut. Disinyalir oleh sebagian kalangan bahwa berdirinya IIUM (Internasional Islamic University Malaysia) sebagai atas upaya Anwar. Seperti ditegaskan Nagata, Anwar merupakan penolong dalam sebuah jalan bagi terciptanya berbagai kebijakan Islam.
Akomodasi truktural penting lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menyebut suatu contoh adalah rekrutmen 850 orang guru agama kedalam lembaga pemerintahan pada awal tahun 1980-an. 100 orang diantaranya ditugaskan pada  unit Islam perdana menteri, sedangkan 750 orang lainnya ditugaskan dikantor Menteri Pendidikan.
Ini menggambarkan bahwa peranan pemerintah secara lebih detail dalam mendukung Islam dan menjadikan kebijakan-kebijakan dan program-program pembangunan dalam berbagai bidang menjadi lebih sarat demgam muatan Islam. Meskipun Pas dan kelompok Muslim oplosan pemerintah, seperti organisasi-organisasi dakwah, mungkinsaja menganggap semua itu hanya simbol seremonial saja, ada bukti-bukti lain yang lebih subtantif yang menunjuksn meningkatnya keberpihakan pemerintah tergadap Islam. Hal ini dapat ditunjukan dari kebijakan pemerintahan dalam berbagai aspek berikut ini:


a.      Geliat Dakwah dan Siar Islam
Pada prinsipnya, urusan agama Islam menjadi wewenang pemerintahan negara, seperti ditetapkan dalam konstitusi Malaysia, sultan menjadi pimpinan di negaranya masing-masing. Sementara itu, dinegeri yang tidak memiliki sultan seperti di Pulau Pinang, Malaka, sabah, sabal serta wilayah federal Kuala Lumpur, pimpinan agama dipercaya kepada yang pertusn agung. Namun  demikian, pemerintah merasa perlu untuk memandu, kalau tidak bisa dikatakan mengatur, agar aktivitas agama Islam dinegara tersebut tidak menjadi sumber instabilitas.
Hal ini dilakukan pemerintahan, selain untuk menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga dimaksudkan untuk menghilangkan kekahwatiran dan ketakukan warga non-Muslim terhadap apa yang dibahasakan Mahatir sebagai “Islam Fundamentalis”yang diantaranya menginginkan penetapan hukum Islam atau terbentuknya agama Islam si Malaysia. Maka untuk menetralisir gerakan-gerakan fundamentalis tersebut, serta berupaya untuk memandu dan mengatur aktivitas Islam di Malaysia, pemerintah merasa perlu merancang dan mengatur sendiri berbagai aktivitas Islam dan berdasarkan pada kebijakkan Islam. Pemerintah pun mendirikan sejumlah institusi Islam di plat merah atau mengembangkan lembaga-lembaga yang sudah ada untuk kemudian mengkoordinir dan mengatur berbagai aktivitas Islam.
Sejumlah institusi-institusi yang bermaksudkan di atas, bermarkas dipusat Islam yang terletak berdampingan dengan mesjid negara. Pusat Islam selain berperan sebagai simbol dan inspirasi pemerintahan dalam penyebaran Islam secara serius juga berfungsi sebagai pusat saraf birokrasi administrasi keislaman milik pemerintah. Selain itu, juga untuk mengkoordinir seluruh kegiatan Islam di negara itu yang posisinya berlangsung dibawah kantor perdana menteri. Kompleks yang berbentuk istana dan bangunan-bangunan megah serta fasilitas yang lengkap yang mencakup berbagai unit penting antara lain apa yang sebelumnya dikenal dengan Bahagian Hal Ehwal Islam (BAHEIS) atau saat ini yang lebih dikenal dengan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), pusat penelitian Islam, Institut Dakwah dan Institut Al-quran.
Diantara program yang dilaksanakan BAHEIS adalah Takmir Mesjid, Pendidikan Islam, penyeragaman Undang-undang, peningkatan kerja sama Islam bidang keislaman antara negara Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Selain itu juga program bagi peningkatan usaha-usaha Islamyah dikalangan umat, peningkatan pengawasan akidah umat Islam, pemantapan sekolah-sekolah agama diseluruh negeri dan program rumahku surgaku. Program “Takmil Mesjid” yang berawal sejak tahun 1985 didasari pertimbangan bahwa mesjid memainkan peranan penting dalam meningkatkan ilmu, iman dan takwa, serta pembentukan kepribadian umat Islam. Untuk itu dilakukan sejumlah kegiatan yang dipusatkan di mesjid seperti pelatihan untuk pejabat agama, para da’i dan imam mesjid, kamp remaja Islam yang diadakan setiap tahun untuk pembinaan moral remaja, khusus kaligrafi, khusus penyelenggaraan jenazah, kelas bahasa Arab serta khusus Ibadah haji. Program ini dijalankan di bawah pimpinan BAHEIS  melalui kerja sama dengan kantor agama Islam diseluruh negeri diberi wewenang untuk mengelolah kegiatan mesjid serta mengendalikan berbagai kegiatan mesjid diseluruh negeri dibawa kendali pejabat-pejabat agama, iman dan para da’i yang telah ditetapkan atau mendapat izin pemerintah.   
Upaya pemerintah dalam menyeragamkan administrasi keislaman serta mengelolah kegiatan mesjid diseluruh negeri  melalui BAHEIS, bagi banyak pengamat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan aktivas keislaman di negara itu. Hal ini memperlihatkan kekhawatiran pemerintahan bahwa aktivitas Islam yang menonjol dapat membahayakan stabilitas negara dalam masyarakat flural seperti Malaysia.
Dalam menjaga kesucian umat Islam, BAHEIS sebagai perpanjangan tangan pemerintah senantiasa mengawasi setiap kegiatan badan dan organisasi keagamaan, seperti menyekat penyebaran ajaran sesat. Hal semacam ini dilakukan tidak saja pada tingkat federal melainkan juga pada tingkat negeri. Berdasarkan ketentuan pemerintahan, ajaran dan amalan Islam berdasarkan pada paham Ahlu Hal-Sunnah wal Jamaah.  Ajaran sesaat yang menyimpang dari paham ini pandangan pada memecah belah kesatuan Islam. Inilah salah satu alasan mengapa gerakan al-arqam dengan “Aurad Muhammadiyah” diharamkan pemerintah.
BAHEIS telah pula menyelengarakan program “Rumahku Surga ku” yang di inisiasi perdana menteri Mahatir Muhammad, pada tangga l 1 Juli 1992. Program ini bertujuan mewujudkan institusi keluarga yang bahagia serta sistem kekeluargaan yang kokoh untuk selanjutnya membentuk masyarakat penyayang dan budaya saling menyayangi, tujuan yang sama telah pula termasuk dalam visi 2020.
Salah satu kontribusi terbesar BAHEIS lainnya yang patut dicacat disini adalah perannya sebagai agen pemerintah dalam mengkampanyekan dan mensosialisasikan kebijak “Penerapan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan” yang dilancarkan tahun 1982. Yang menjadi dasar pemikiran kebijakan itu adalah bahwa pembangunan dan kejayaan sebuah negara tergantunga antara lain pada nilai-nilai hidup dan etika kerja yang positif dikalangan pekerjaan-pekerjaannya. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam seperti “bersih, cekap dan amanah” harus ditanamkan dalam semua jiwa pegawai pemerintah dan rakyat. Secara khusus nilai-nilai yang ingin ditanamkan anatara lain mempunyai moral yang tinggi, tertib dan siplin, tidak menyeleweng, dan tidak korip di adil serta tidak mementingkan diri sendiri.
Dengan demikian, melalui kebijkan ini nilai-nilai universal ditanamkan dengan harapan dapat melahirkan pejabat pemerintah yang berwibawa dan menhayati Islam yang pada gilirannya dapat pula meningkatkan kwalitas pemerintah negara. berdasarkan laporan, pada umumnya penerapan nilai-nilai “bersih cakep dan amanah”  diterima dan diamlakan pegawai pemerintah dan instansi-instansi pelayanan umum. Hal ini didasari pada pandangan umum bahwa prestasi pelayanan umum saat ini lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Sebagai agen pemerintahan, BAHEIS telah memainkan peran penting dalam meningkatkan peran Islam di Malaysia. Sejak tahun 1997 pemerintah memperluas wewenang dan kedudukan BAHEIS dari sebuah bagian menjadi sebuah jabatan, dikenal dengan jabatan kemajuan Islam Malaysia. (JAKIM). Sebagai perpanjang pemerintahan pusat yang digunakan untuk melakukan koordinasi dan mengatur institusi-institusi serta mengurus masalah-masalah keislaman, JAKIM memainkan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1)      Bertanggung jawab sebagai perancang yang menentukan pembangunan dan kemajuan Islam di Malaysia.
2)      Merumuskan kebijakan untuk pembangunan Islam serta menjaga kesucian aqidah dan ajran Islam.
3)      Membantu dan memformulasikan dan menyelenggarakan Undang-undang dan peraturan yang diperlukaan serta menilai dan melakukan koordinasi pelaksanaan undang-undang dan administrasi yang sudah ada dari waktu ke waktu dalam rangka menyelesaikan permasalahan umat Islam.
4)      Melaksanakan program-program pembangunan umat dan penghayatan Islam dalam pemerintahan negara.
5)      Menyeragamkan mekanisme penetapan undang-undang serta pengaturan bagi administrasi Keislaman diseluruh negara bagian.
6)      Membuat penilaian tentang program-program keislaman yang dilaksanakan di negara ini.
7)      Bertindak sebagai pengumpul, penyebar dan pusat rujukan informasi mengenai Islam.
8)      Melaksanakan unsaha-usaha pembangunan umat melalui kerjasama nasional maupun internasional.
Untuk melaksanakan fungsi diatas, JAKIM mempunyai 14 Bagian yaitu bagian penelitian Islam, bagian dakwah, bagian pembangunan pendidikan Islam, bagian media elektronik dan penyiaran, bagian penerbitan, bagian informasi Islam, bagian penasehat undang-undang, bagian administrasi dan keuangan, bagian latihan (terdiri dari  Institusi latihan Islam dan Darul Quran), bagian sekretariat dan hubungan internasional, bagian mesjid negara dan bagian audit intern.
Institusi penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah lainnya yang perlu dicatat disini adalah  Pusat Penelitian Islam Malaysia (PPIM). Lembaga ini punya andil besar dalam melakukan penelitian mengenai aktivitas dan persoalan Islam di Malaysia untuk memberikan informasi pada pemerintah serta umpan balik kepada pejabat berwenang dan relavan. Lembaga ini juga berperan dalam memeriksa  dan menyensor pulikasi-publikasi Islam. Selain itum PPIM turut berperan dalam mengatur dan mengendalikan Islam, karena menurut Mutalib hasil-hasil penelitianya diadopsi Kantor Perdana Menteri, ketika diperlukan dijadikan rujukan dalam melakukan aksi tertentu.
Selain institusi-institusi diatas, masih terdapat sejumlah institusi Islam lainnya yang pembentukkannya tidak terlepas dari peran pemerintah seperti institusi kepahaman Islam Malaysia (IKIM) dan yayasan Dakwah Islamiah.
Meskipun partai oposisi Islam, PAS, dan kelompok muslim oposan pemerintah lainnya, seperti organisasi-organisasi Dakwah mungkin saja menganggap semua itu hanya bersifat Simbolik dan superfisial semata, atau setidaknya sebagai upaya pemerintah untuk merebut simpati masyarakat muslim. Tetapi bukti-bukti lain tampak lebih subtantif, menunjukan meningkatnya keberpihakan pemerintah terhadap Islam. Bebarapa contoh dapat disebut antara lain menetapkan secara resmi bulan dakwah secara nasional, dan meningkatkan kenerja pusat Islam yang merupakan pusat saraf dari birokrasi administrasi Islam. sepanjang tahun 1978, unit Dakwah Islamiyah dan unit propaganda Islam radio dan televisi Malaysia (RTM) yang dikoordinir pemerintah telah memproduksi sebanyak lebih dari 125 program per bulan, beberapa diantanya disampaikan pada bahasa inggris, china dan tamil. Sejak tahun 1979, program Islam di RTM meningkat pesat.
Uraian diatas selain mensggambarkan pemerintah ingin menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga menggambarkan betapa pemerintah berupaya memasukkan kegiatan-kegiatan Islam kedalam pengaturan dan pengendaliannya. Sebagian itu kalangan, melihat sikap pemerintah yang secara umum mendukung Islam cenderung bersifat ambivalen. Di suatu sisi mendukung Islam dengan lebih mempertegas muatan keislaman dalam kebijakan-kebijakan pemerintah tetapi disisi lain pemerintah tetap bersikap waspada dengan mengendalikan aktivitas Islam dan mengekang individu-individu dan oranisasi –organisasi Islam dengan alasan stabilitas negara.
b.      Penyediaan infrastruktur
Sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusannya dalam merespon penegasan kembali islam, pemerintah menyediakan sejumlah infrastruktur yang diberikan guna membantu umat Islam dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum dari keseriusan ini adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan komunitas muslim akan tempat ibadah . selain itu, manifestasi penting lainnya dari kesungguhan pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro Islamnya diberbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syariah, pendidikan dan aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagaman masyarakat muslim. Di bidang pendidikan, pemerintah telah membangun Sekolah Guru Islam (Islamic Teacher College), yang menghabiskan biaya senilai 22 juta Ringgit. Pada tahun 1982, pemerintah mengadakan tempat yang permanen untuk kamp training  islam internasional.
c.       Pendidikan dan pengajaran
Kebijakan dan program keislaman dibidang pendidikan terlihat lebih awal mendapat perhatiann dibanding bidang lainnya. Hal ini bisa jadi karena posisi mentri pendidikan saat ini dipegang mahatir muhammad sosok yang dikenal banyak berperan dan membrikan kontribusi bagi upaya islamisasi di Malaysia. Diawal karir nya sebagai mentri pendidikan Malaysia pada tahun 1974, Mahatir mengawali langkah nya dengan meninjau uang sistem pengajaran agama islam yang dipandang nya tidak efektif dan tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
Pada tahun 1979, pemerintah mendeklarisasikan pendirian pusat Penelitian Islam Asia Tengara senilai 26 juta ringgit, pada tahun yang sama pengetahuan agama Islam ditetapkan sebagai materi ujian ditingkat sijil pelajaran Malaysia ( SPM ) setahun berikutnya pemerintah mendirikan yang pertama kali maktab perguruan Islam ( Islamic teacher ) senilai 20 juta ringgit Malaysia yang dari sana murid-murid berpotensi dikirm ke Mesir Pakistan dan Indonesia untuk melanjutkan studi mereka. Pada tahun 1976 sampai 1981 dan 1981-1986 terlihat betapa pemerintah menunjukkan kesungguhannya dalam meresponi penegasan kembali posisi Islam.















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Islam sebagai suatu kekuatan yang diperhitungkan dimasapra kolonialisme dan dalam batas tertentu perjuangan kemerdekaan dalamabad ke-20, kekuatan dan sumbangan islam bagi perubahan social politik selama ini seringdiabaikan, sehingga muncullah pergolakan-pergolakan didunia islam mengalami kebangkitan termasuk di malaysia.
Malaysia adalah kerajaan faderal diasia tenggara yang terletak dimenanjung malaka dan sebagian di Kalimantan timur yang penduduknya mayoritas islam dan konstitusi sebagai agama resmi Negara, sehingga syariat islam ditegakkan dengan baik dan benar. Maka muncullah islam di Malaysia berkatjasa para pedagang yang mempunyaisemangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan islam di Arab melalui Malaka.
Perkembangan islam di Malaysia parasejarawan datang pada abad ke-9 dan pada abad ke-12 masehi. Kebanyakan sejarawan barat berpendapat berlaku disekitar abad ke-15 Masehi yang bermula dri malaka. Namun berdasarkan pada pendapatbaru diyakini kedatangan islam ke alamMelayu berlaku sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi.
B.       B.Saran
Berdasarkan pembahasan dalam bab II, maka dapat diberikan beberapa saran kepada penulis selanjutnya yang ingin membahas topik  yang sama.Pertama, agar mencari referensi yang lebih banyak sehingga informasi yang diperoleh oleh pembaca juga banyak. Kedua, agar dapat mengembangkan pembahasan yang dibahas. Ketiga, dapat mencari referensi yang terbaru karena ilmu pengetahuan selalu berkembang.






DAFTAR PUSTAKA


Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Helmiati, Dinamika Islam Asia Tenggara, Suska Press, Pekanbaru, 2008.

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian 3, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000.



[1] Helmiati, Dinamika Islam Asia Tenggara, Suska Press, Pekanbaru, 2008, Hal. 95.
[2] Helmiati, Ibid., Hal. 26.
[3] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hal. 266.
[4] Ajid Thohir, Ibid., Hal. 268.
[5] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian 3, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000, Hal. 356-357.
[6] Ira M. Lapidus, Ibid.,  Hal. 359-360.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...