BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
sebagai suatu kekuatan yang diperhitungkan di masa pra kolonialisme dan dalam
batas tertentu perjuangan kemerdekaan dalam abad dua puluh, kekuatan dan
sumbangan Islam bagi perubahan sosial politik selama ini sering diabaikan,
sehingga muncullah pergolakan-pergolakan di dunia Islam mengalami kebangkitan
termasuk di Malaysia.
Pada
awalnya, Malaysia adalah kerajaan federal di Asia Tenggara yang terletak di
semananjung Malaka dan sebagian Kalimantan Timur yang penduduknya mayoritas
Islam dan konstitusi sebagai agama resmi negara, sehingga syariat Islam
ditegakan dengan baik dan benar. Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para
pedagang yang mempunyai semangat yang tinggi dalam menyiarkan dan
mengembangkan Islam dari Arab melalui Malaka yang
saat itu sebagai pusat perdagangan. Karena memang jalur perdagangan merupakan
salah satu media yang efektif dalam mengembangkan dan menyiarkan ajaran Islam.
Malaysia
dominan masyarakatnya muslim, tampak kelihatan sangat heterogen terutama bila
dilihat dari segi etnis, suku dan ras mereka. Karena itu, di Malaysia dapat
dijumpai sejumlah kelompok masyarakat muslim Indo-Melayu, bahkan suku Bugis dan
Makassar, banyak di sana. Walaupun Malaysia sebagai salah satu negara yang
masyarakatnya dominan muslim, namun tentu masih saja menimbulkan pertanyaan
mengenai tempat asal datangnya Islam di sana dan bagaimana pola
perkembangannya.
Perkembangan
Islam di Malaysia ditandai dengan tumbuhnya institusi-institusi dengan baik hal
ini peningkatan kesadaran beragama dalam sosial keagamaan, politik, ekonomi dan
lain-lainnya, sebagai contoh sebuah oposisi Islam berkembang yaitu organisasi
Kesatuan Nasional Melayu (UMNO) berusaha menyokong oposisi keagamaannya sendiri
melalui perekrutan tokoh-tokoh agama dan berjanji memperjuangkan kepentingan
Islam dan Pan-Melayu Islamic Party (P.M.I.P) yang menjadi juru bicara bagi
permusuhan komunitas Muslim terhadap warga cina dan India. Orientasi keislaman
P.M.I.P tidak hanya kepedulian ekonomi tetap juga kepedulian terhadap
Perkembangan Islam Malaysia dewasa ini
semakin menunjukkan adanya pluralitas keberagamaan yang dapat memberi
perlindungan bagi masyarakat non melayu yang pada umumnya menganut agama non
Islam, sehingga mereka hidup berdampingan satu sama lain tanpa menimbulkan
gejolak.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas oleh penulis
adalah:
1.
Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Malaysia
2.
Bagaimana Islam pada masa kolonial di Malaysia?
3.
Bagaimana
Kebangkitan Islam di Malaysia?
4.
Bagaimana Islam pada masa Malaysia konterporer
5.
Bagaimana Islam sebagai identitas Melayu?
6.
Bagaimana persaingan UMNO dan PAS dalam isu Islamisasi?
C. Tujuan penulisan
Agar pembaca dapat
mengetahui bagaimana sejarah masuknya Islam ke negara Malaysia Dan bagaimana perkembangan Islam di Malaysia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Masuknya Islam ke
Malaysia
Tidak adanya dokumen yang
lengkap mengenai kedatangan Islam ke Malaysia, menyebabkan munculnya berbagai
teori tentang kapan dan dari mana Islam pertama kali menyebar di negara ini.
Wan Hussein Azmi, dalam kitabnya Islam di
Malaysia Kedatangan dan Perkembangan (
Abad 7-20 M), beragumen bahwa Islam datang pertama kali ke Malaysia sejak abad
ke 7 M. Pendapat in berdasarkan pada sebuah argumen bahwa pada pertengahan abad
tersebut pedagang Arab sudah sampai pada gugusan pulau-pulau Melayu, dimana
Malaysia secara geografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang Arab
yang singgah dipelabuhan dagang Indonesia pada paruh ketiga abad tersebut,
menurut Azmi tentu juga singgah di pelabuhan- pelabuhan dagang di Malaysia.
Sejalan dengan pendapat
Wan Hussein Azmi, Hashim Abdullah dalam kitabnya Perspektif Islam di Malaysia, menegaskan : para pedagang Arab
singgah di pelabuhan-pelabuhan sumatera untuk mendapatkan barang-barang
keperluan dan sementara menanti perubahan angin mosun. Ada diantara mereka yang
singgah di pelabuhan-pelabuhan tanah melayu seperti Kedah, Trengganu dan
Malaka. Oleh yang demikian bolehlah dikatakan bahwa islam telah masuk di tanah
Melayu pada abad ke 7 M. Namun pendapat / teori ini masih sangat meraguakan
karena hipotesis tersebut terlalu umum dan masih dapat diperdebatkan.
Pendapat lain dikemukakan
oleh S.Q Fatimi , dalam bukunya Islam
Comes To Malaysia, menjelaskan bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad
ke 8 H ( 14 M). Ia berpegang pada
penemuan batu bersurat di daerah Trengganu yang bertanggal 702 H ( 1303 M).
Batu bersurat tersebut di tulis dengan aksara Arab. Pada sebuah sisinya memuat
pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang
teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah Saw.Dan pada
sisi lainnya memuat 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat
hukuman.
Selain itu, Majul juga
berpendapat bahwa Islam pertama kali tiba di Malaysia sekitar abad ke 15 dan 16
M. Namun pendapat Fatimi dan Majul, juga tidak dapat diterima, karena ada bukti
yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam telah sampai ke Malaysia jauh
sebelum itu yakni pada ke 3 H( abad 10 M). Pendapat terakhir ini berdasarkan
pada penemuan batu nisan di Tanjung Ingris, Kedah pada tahun 1965. Pada
batu nisan tersebut tertulis nama Syekh
Abdu Al Qadir Ibnu Husayn syah yang meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut
sejarawan, Syekh Abdu Al Qadir adalah seorang Da’i keturunan Persia. Penemuan
ini merupakan suatu bukti bahwa Islam tlah datang ke Malaysia pada sekitar abad
ke 3 H( 10 M).
Tanjung Ingris Kedah
tempat ditemukannya batu nisan tersebut merupakan daerah yang tanahnya lebih
tinggi dari daerah sekitarnya. Lebih strategis dan layak dijadikan sebagai
tempat persinggahan pedagang- pedagang yang
menggunakan sungai Kedah. Disekitar
makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan dan ini memperlihatkan
bahwa tempat tersebut merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan
menjelaskan bahwa Tanjung Ingris Kedah adalah tempat persinggahan pedagang-
pedagang Arab dan Persia.
Sejauh menyangkut
penyebaran Islam di Malaysia, peranan Malaka sama sekali tidak dapat
dikesampingkan. Karena koversi Melayu terjadi terutama selama periode
kesultanan Malaka pada abad ke 15 M, dari sekitar tahun 1402 hingga 1511 M.
Malaka dalam sejarah di nukilkan bahwasanya pembentukan dan pertumbuhannya
disinyalir ada kaitannya dengan perang saudara dikerajaan Majapahit setelah
kematian Hayam Wuruk ( 1360-1389 M). Pada tahun 1401 M meletus perang saudara
untuk merebut tahta kerajaan antara Wira Bumi dengan raja Wikrama Wardhana.
Dalam perang tersebut Parmewara ( Putra Raja Sriwijaya dari Dinasti Seilendra)
turut terlibat karena ia menikahi salah seorang putri Majapahit. Oleh karena
pihak yang ia bantu mengalami kekalahan maka parmewara dan pengikutnya
melarikan diri kedaerah Tumasik (singapura) yang berada di bawah kekuasaan
empair Siam pada saat itu.
Temasek pada masa itu
lebih merupakan sebuah perkampungan kaum nelayan, diperintah oleh seorang wakil
raja Siam yag bernama Tamagi. Oleh karena inginkan kekuasaan akhirnya Parmewara
membunuh Tamagi dan berhasil menjadi penguasa di Temasek. Peristiwa terbunuhnya
Tamagi diketahui oleh raja Siam. Kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas
kematian Tamagi. Parmewara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan
akhirnya sampai ke Malaka. Malaka ketika itu merupakan sebuah kampung kecil
yang didiami oleh sebagian kecil kaum- kaum nelayan yang kerja mereka sebagian
perampok kapal-kapal dagang yang datang dari Barat ke Timur. Sesampainya di
Malaka, parmewara dilantik menjadi penguasa oleh pengikut-pengikutnya dan
penduduk asli disana, dan kemudian mendirikan kerajaan Malaka pada tahun 1402
M.
Menurut ahli sejarah, ada
beberapa faktor yang meyebabkan Parmeswara memilih Malaka sebagai kediamannya,
antara lain:[1]
1. Malaka mempunyai lahan
datar yang luas, sesuai dijadikan tempat tinggal dan kawasan cocok tanam.
2. Bukit-bukit yang berada
berdampingan tanah datar dapat digunakan sebagai benteng keselamatan dan
pertahanan.
3. Letaknya bertentangan
dengan Sumatera yang kaya dengan keperluan perdagangan seperti beras, lada
hitam, kapur, emas dan lain-lain.
4. Faktor yang terpenting
sekali, karena kedudukan Malaka di tengah-tengah perjalanan laut antara Asia
Barat Farsi, India dan Cina. Sangat strategis dijadikan sebagai pelabuhan
perantara atau pelabuhan internasional.
Berdasarkan faktor-faktor
yang ada Malaka tumbuh dengan pesat terutama dalam bidang perdagangan. Dengan
berkembangnya Malaka sebagai daerah pelabuhan yang bertaraf internasional,
secara tidak langsung telah mengundang orang-orang Arab dan khususnya para
pedagang dari bangsa tersebut untuk masuk ke daerah tersebut dan melakukan
transaksi perdagangan. Dan puncaknya Islam mendapatkan tempat di Malaka tak
kala seorang ulama dari Jeddah yang Syeikh Abdul Aziz berhasil mengislamkan
Parmewara pada tahun 1414 M ( abad ke 15 ).
Setelah Parmewara masuk
islam, ia mengganti namanya dengan Sultan Megat Iskandar Shah. Kitab sejarah
Melayu menceritakan bahwa Raja Malaka Megat Iskandar Shah adalah orang pertama
kali di kerajaan tersebut yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia
memerintahkan segenap warganya menjadi muslim. Dalam proses Islamisasi
berikutnya, para Sultan memberi dukungan yang besar dengan turut meningkatkan
pemahaman tentang Islam dan berpartisipasi dalam pengembangan wacana, kajian
dan pengamalan Islam.
Dalam sejarah di nukilkan
bahwasanya para sultan Malaka mulai dari sultan pertama dan sultan yang
berkuasa belakangan sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara
mereka yang berguru kepada ulama-ulama yang terkenal. Sebagai contoh sultan
Muhammad Shah berguru kepada Maulana Abdul Aziz, Sultan Mansur Syah berguru
kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Dengan adanya para Sultan tersebut
belajar Islam dengan para ulama-ulama yang ada saat itu dan telah memiliki
pengetahuan agama yang luas maka para sultan tersebut sebagaimana yang
diungkapkan oleh A.C Milner dalam bukunya Islam and The Muslim State
menjelaskan , bahwasanya Sultan Malaka sebagai orang yang telah mengajarkan
pengetahuan Agama Islam kepada para raja di negeri-negeri melayu lainnya.
Respon sultan dan rakyat
Malaka yang antusias terhadap kedatangan Islam, pada gilirannya turut pula
mengangkat posisi Malaka sebagai pusat kegiatan berdakwah. Selain rakyat Malaka
menyebarkan dakwah keluar negeri, banyak pula orang luar yang datang ke Malaka
untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua ulama terkenal di
pulau Jawa menamatkan pengajiannya di Malaka. Peran Malaka yang begitu penting
dalam upaya Islamisasi makin berkembang setelah sultan Muzzafar Shah yang
berkuasa sekitar tahun 1450 menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan
Malaka, sultan Muzzafar shah juga telah menyusun perundang-undangan di
negerinya yang sebagian isinya di warnai oleh ajaran Islam, yang mana
undang-undang tersebut dikenal dengan nama Hukum kanun Malaka. Hukum kanun
Malaka tersebut menjadi kitab sumber hukum dalam menangani beberapa pekara
hukum di kesultanan Malaka. Dengan demikian , Malaka dapat dianggap sebagai
kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur
syari’ah Islam.
Hukum kanun Malaka pada
fase berikutnya banyak memberikan pengaruh pada Undang-undang negara-negara
Melayu lainnya. Karena Undang-undang ini kemudian menjadi acuan dalam penulisan
sejumlah kitab hukum di negeri-negeri Melayu lainnya, seperti kitab Hukum
Pahang, UU Sembilan Puluh Sembilan Perak, Buku Hukum Kedah dari 1650-1784 dan
buku Hukum Kedah 1789. Sehingga dapat dibayangkan bahwa undang-undang Melayu
lainnya juga sarat dengan unsur syari’ah Islam. [2]
B.
Perkembangan Islam Di Malaysia
Hubungan Nusantara dengan
Asia Barat sejak zaman Islam dikatakan berlaku sejak abad ke-17 Masehi lagi.
Berpedoman kepada beberapa fakta sejarah yang terdapat saat ini sama ada dalam
bentuk laporan, catatan, situasi kebudayaan masyarakat dan inskripsi-inskripsi,
ahli-ahli sejarah berpendapat terutama sejarahan daerah berpendapat kedatangan
Islam ke Nusantara berlaku pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Sedangkan Sejarawan
Barat berpendapat kedatangannya berlaku di sekitar abad ke-13 Masehi. Ditanah
Melayu kebanyakan para sejarawan daerah mengandaikan kedatangannya disekitar
abad ke-9 dan pada abad ke-12 Masehi. Kebanyakan sejarawan Barat berpendapat
berlaku di sekitar abad ke-15 Masehi yang bermula dari Malaka. Namun demikian
berdasarkan kepada kajian yang lebih menyeluruh di samping terdapat beberapa
penemuan baru diyakini kedatangan Islam ke alam Melayu berlaku sejak abad ke-7
dan ke-8 Masehi lagi.
Walaupun bagaimana pun
penyebaran secara lebih pesat dan menyeluruh didapati berlaku dalam abad ke-15
dan ke -16 Masehi. Terdapat beberapa faktor yang mendorong penyebaran Islam
secara lebih positif di saat dimana antara faktor-faktor tersebut ada
perkaitan atau pengaruh mempengaruhi antara satu sama lain. Antara faktor- faktor tersebut ialah :
C.
Faktor perlombaan penyebaran agama
Kepulauan Nusantara
berangsur-angsur menerima perubahan akibat pengaruh yang dibawa oleh Islam di
samping perkembangan pesat perdangangan dengan luar negeri. Kemasyuran itu
menarik minat bangsa barat terutama orang-orang Portugis melakukan imigrasi ke
daerah ini. Dengan penghijrahan itu mendorong bagi mempercepat serta
mempergiatkan lagi penyebaran agama Islam didaerah ini. Pada tahun 1498 Masehi
vasco da Gama berjaya mendapatkan India, dengan itu mereka menyerang
kapal-kapal Islam dari Mesir.[3]
1. Faktor perkawinan
Bagi mengembangkan lagi
dakwah Islamiah, perkawinan juga dapat memainkan peranan secara lebih mantap
dan berkesan. Perkawinan yang biasa berlaku disini dalam periode permulaan
Islam ialah perkawinan antar saudagar-saudagar Islam dengan gadis-gadis
pribumi, terutama putri-putri dikalangan istana dan pembesar-pembesar negeri.
Begitu juga perkawinan antara seorang Raja dengan putri-putri Raja di negeri
jiran atau di negeri yang ditaklukinya. Kedua struktur perkawinan itu merupakan
faktor pembantu dalam menyebarkan Islam didaerah ini.
Seorang saudagar Islam
misalnya bila perkawinan dengan gadis-gadis pribumi sama ada dengan keturunan
bangsawan atau rakyat jelata, besar kemungkinan kaum keluarga dan kerabat
sebelah pihak istrinya mulai dan menaruh minat untuk mengetahui seluk-beluk
agama Islam. Lebih-lebih lagi saudagar-saudagar tersebut memiliki harta
kekayaan.
2. Faktor perdagangan
Kegiatan perdagangan
antara Arab, Farsi dan India dengan Nusantara dikatakan telah berlaku sejak
beberapa abad sebelum masehi lagi hingga ke zaman kedatangan Islam pada abad
ke-17 dan ke-8 Masehi. Sejak zaman awal Islam lagi pedagang-pedagang Arab-Islam
disamping menjalankan aktivitas perdangangan di Nusantara mereka telah
memperkenalkan agama suci itu dimana-mana saja pelabuhan yang mereka singgahi.
Dari sifat mulia dan kepribadian yang tinggi serta amalan-amalan agama Islam
yang dianut oleh mereka. Situasi tersebut menyebabkan mereka senantiasa
disanjung tinggi dan dipercayai oleh segenap lapisan masyarakat.
Pada abad ke-14 hingga
abad ke-17 Masehi, kegiatan perdagangan di Nusantara begitu maju dan
menggalakkan. Dalam abad ke-14 Masehi kegiatan persaganga dimainkan oleh
kerajaan pasai, pada abad ke-15 Masehi dimainkan dimalaka, sedangkan aktivitas
perdagangan di abad ke-16 dan ke-17 Masehi pula diambil alih oleh
kerajaan Aceh dan Kerajaan Islam Demak di Jawa.
3.
Faktor penguasaan syahbandar
Syahbandar merupakan orang
yang bertanggung jawab penuh untuk menjalankan urusan sebuah pelabuhan, maju
dan mundur, aman dan gawat sebuah pelabuhan itu adalah bertangantung kepada
kebijakan seorang syahbandar. Selain dari peranan utamanya untuk memajukan
pelabuhan ia juga boleh memainkan peranan sampingan bagi mengembangkan agama Islam.
Pada setiap pelabuhan dilantik beberapa orang syahbandar, khususnya dalam
kerja-kerja memungut cukai impor dan ekspor. Sejak abad ke-13 Masehi lagi
perdagangan Nusantara kebanyakannya dimonopoli oleh pedagang-pedagang Islam
yang terdiri dari bangsa Arab, Farsi dan India.
Dengan itu dapatlah
ditegaskan bahwa syahbandar bukan saja merupakan golongan yang terpenting
kepada pedagang bahkan juga kepada Raja-Raja. Dalam situasi tersebut kedudukan
mereka begitu penting dan berpengaruh sekaligus seolah-olah berperan sebagai
penasehat kepada Raja-Raja. Mereka boleh mempengaruhi Raja untuk
melipatgandakan kemajuan perdagangan dengan memberi keutamaan dan kemudahan
kepada pedagang-pedagang Islam.
D.
Pengaruh Islam dalam Pendidikan
1.
Pengajian Islam di Malaka[4]
Kedatangan Islam ke Tanah
Melayu pada peringkat awal dikatakan berlaku pada abad ke-12 masehi. Malaka
merupakan sebuah kerajaan Melayu-Islam yang teragung di daerah ini sekitar abad
ke-15 Masehi. Menurut sejarah, Malaka bukan saja sebagai sebuah kerajaan yang
luas pemerintahannya tetapi sangat terkenal sebagai sebuah kerajaan yang begitu
aktif dalam bidang pengajian dan pendidikan Islam.
Sejak penerimaan Islam
oleh Parameswara pada tahun 1414 Masehi, kegiatan Agama dan pendidikan Islam di
usahakan secara bersungguh – sungguh oleh para ulama dan para mubaligh. Seluruh
masyarakat dari golongan para raja, pembesar serta rakyat jelata disuguhkan
dengan pengetahuan Islam. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, rumah – rumah,
masjid, surau serta istana – istana dijadikan sebagai institusi pendidikan.
Pada tahun 1511 Masehi,
Malaka kalah di tangan Portugis pada tahun tersebut tercatat sejarah hitam bagi
seluruh bangsa Melayu Semenanjung, baik dalam bidang politik, ekonomi,
kebudayaan maupun pendidikan. Kedatangan Portugis merupakan printis jalan
kepada bangsa – bangsa Eropa lain menjajahi Tanah Melayu selanjutnya secara
silih berganti selama lebih kurang 5 abad. Dalam periodisasi yang begitu lama
bangsa penjajah yang berpendidikan faham Kristen itu berhasil menguasai hampir
seluruh bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
2.
Kearah Pendirian Sekolah Melayu
Oleh pelajaran Al-Quran
merupakan mata pelajaran dasar atau asas salam kurikulumnya, rata – rata
masyarakat Melayu menamakannya sebagai “Sekolah Qur’an”. Kesadaran untuk
mengubah struktur pengajian tradisional melayu, kepada tahap yang lebih baik
dan sempurna oleh penjajah Inggris, telah terbayang pada awal abad ke 19
Masehi, berkesempatan meninjau institusi berkenaan terutama dengan itu beliau
membuat saran supaya pihak kerajaan menyediakan tempat belajar yang lebih
sesuai di samping membuat beberapa perubahan yang perlu.
Masyarakat Melayu berada
dalam keadaan mundur terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan dan
kemasyarakatan, tetapi mereka tetap mempertahankan institusi tradisional Melayu
yang menjadi warisan bangsa sejak turun temurun Institusi rumah, masjid dan
surau, yang terkenal sebagai “Sekolah Qur’an”, masih menjadi tumpuan pelajar –
pelajar. Setelah mereka bukan saja sanggup mempertahankan kelanjutan hidup
industri tersebut bahan sanggup meningkatkan lagi perjanjian hingga ke
peringkat yang lebih tinggi. Anak – anak dikirim ke luar negeri seperti Patani
Malaka dan Mesir dan lain-lain, untuk melanjutkan pelajaran mereka. Bila tamat
pengajian, mereka kembali ke tanah air untuk membuat institusi- institusi
Pengajian Islam yang lebih tinggi. Institusi berkenaan terkenal dengan
panggilan “Pondok”. Pembentukan Institusi
Pondok dan pembelajarannya[5]
a. Pembentukannya
Perkataan pondok berasal
dari perkataan Arab (Funduqun) berarti tumpangan atau tempat menginap para
pengembara. Pondok adalah rumah – rumah kecil yang dijadikan sebagai tempat
tinggal pelajar, berhampiran surau dan juga rumah guru di kawasan khusus. Semua
komponen tersebut dipanggil “Pondok”.
Pengajian pondok yang
dimaksud disini ialah pengajian yang UMUM, yaitu suatu struktur pengajian
secara tradisional dan pembelajarannya disampaikan dengan menadahkan kitab.
Awalnya rumah dijadikan
sebagai tempat belajar, namun lama kelamaan pelajar yang ingin ikut belajar
makin bertambah, maka para orang tua pelajar serta masyarakat bergotong royong
mendirikan bangunan yang sesuai sebagai tempai belajar bersambung dengan rumah.
Bangunan itu disebut “surau” atau “madrasah” sebagai tempat melaksanakan
aktivitas ibadah dan juga sebagai tempat belajar.
b. Institusi Pondok dan
Identitasnya
1) Tulisan Jawi dan
Pengaruhnya
Kedatangan Islam di Tanah
Melayu dikatakan berlaku pada abad ke-15 Masehi yaitu meneruskan penerimaan
Islam oleh Raja Malaka pada tahun 1414 Masehi. Menurut fakta sejarah,
kedatangan Islam lagi, bahasa Melayu sudah mempunyai sistem tulisan
perantaraannya. Bunyi dan sebutan huruf tersbut telah mempengaruhi alat – alat
artikulasi bangsa Melayu yang menyulitkan mereka menyebut kalimat – kalimat
Arab terutama dalam membaca Al-Quran. Dalam konteks ini mubaligh Islam telah
memperkenalkan huruf Jawi yang berdasarkan abjad Arab campuran Farsi memudahkan
mereka dalam pembelajaran Agama Islam dan membaca Al-Qur’an. Pengajaran huruf
Jawi di samping meneruskan institusi rumah, masjid dan surau di samping
pelajaran Qur’an dan asas agama. Tradisi pembelajaran tulisan Jawi dan
pembacaannya berlaku secara kesinambungan bila adanya institusi pondok.[6]
Adanya diantara institusi
pondok di Tanah Melayu menjadikan pengajian Jawi dari penggunaannya meneruskan
kitab –kitab Jawi dalam pembelajaran lain – lain mata pelajaran. Ada pula yang
semata – mata memberi penekanan pembelajarannya secara sampingan meneruskan
kitab –kitab Jawi dalam mata pelajaran Usuliddin, Fiqih, Tasawwuf dan lain –lain
di samping kitab Arab. Tindakan seumpama ini mempengaruhi perkembangan huruf
Jawi dan penggunaanya dalam media hubungan masyarakat. Didapati ketika itu
segala urusan hubungan baik dari pembicaraan umum, maklumat tertulis, surat
perjajian arahan dan perintah juga lain – lain adalah ditulis dengan
menggunakan huruf Jawi.
Peranan institusi pondok
bukan saja berhasil mengembangkan penggunaan tulisan Jawi untuk memudahkan
pembacaan Al-Quran dan kitab –kitab agama juga menjadi media hubungan
masyarakat bahkan dapat mengembang dan memperkaya bahasa Melayu.
2) Situasi Agama Islam dan
Kewibawaannya
Islam dan Melayu dari segi
konsepsinya merupakan identitas lahiriah yang saling kiat dan pengaruh
mempengaruhi bagi masyarakat Melayu, bahkan ia menjelma dalam segala aspek
spiritual. Penjelmaan ini menambah memperkokohkan aspek lahiriah, yang mana
keduanya berpadu untuk memancarkan identitas tradisi dan budaya. Inspirasi
beragama dan maju menonjolkan diri sebagai seorang Muslim di samping ingin
menjadikan diri sebagai benteng yang kebal untuk mempertahankan Islam,
senantiasa hidup dan begitu fanatik sekali, walaupun tidak sebanyak mengenal
Islam dan beramal dengan hukumnya. Orang melayu tidak suka mereka disebut
dengan “Jahil”, tetapi kurang marahnya bila disebut “bodoh” walaupun ia
seorang yang jahil dan jarang – jarang patuh kepada hukum agama. Karena kalimat
tersebut boleh menggambarkan “jahiliah” yang suatu sistem hidup yang sesat dari
ajaran agama Islam.
Bangsa Melayu berhasil
mendaulatkan Islam sebagai suatu ikatan yang unik bagi mereka, tetapi hanya
dalam bentuk –bentuk lahiriah saja. Kebanyakan belum sempat menjangkau ke tahap
penghayatan Islam itu sendiri.
·
Struktur bangunan dan perhubungannya
pengajian pondok nampaknya
mempunyai identitas ciri-ciri yang terdiri, dimana dia merupakan faktor utama
untuk kejayaan dan kelanjutan institusi berkenaan. Rasanya rumah-rumah kecil
yang didirikan secara tersusun sebagai tempat tinggal pelajar, dalam bentuk
yang serupa mengandung ciri-ciri yang sama, melambangkan identitas filsafat
institusi pondok itu sendiri.
Pemilihan mesjid dan surau
sebagai tempat belajar di pondok-pondok merupakan suatu identitasnya yang
unik dan berbeda dengan institusi-institusi modern yang lain. Karena dari
bangunan-bangunan tersebut, dapat menghasilkan suasana yang harmonis dari segi
kegiatan ibadah dan hubungan antara pelajar dan guru.
·
Situasi pelajar
pelajar-pelajar pondok
tidaklah terfokus kepada syarat-syarat tertentu untuk memilih nama pondok
sebagai tempat belajar dan juga jenis mata pelajarannya. Namun demikian ada
juga di antara institusi pondok meletakkan syarat dimana calon pelajar membaca
Al-Qur’an membaca dan menulis jawi. Syarat tersebut kedapatan pada kebanyakan
pondok abad ke-20 Masehi. Dengan demikian dapat mendorong mereka supaya belajar
bersungguh-sungguh dengan kepuasan maksimun tanpa dipaksa dengan tidak membuang
masa dan mengenal lelah.
Para pelajar juga berniat
menempuh cara hidup yang sederhana dipondok untuk pendekatan pengakaran yang
khusus. Hubungan antara guru dengan pelajar dalam struktur pembelajaran
dipondok merupakan hasil binaan disiplin dua arah luar dan dalam yang berbentuk
khusus. Hubungan pelajar dengan guru dalam situasi tersebut rasanya amat berbeda
sekali dengan sistem pendidikan sekuler. Karena motif pembelajaran sekuler
adalah belajar ilmu untuk ilmu hanya sebagai alat untuk mencari kehidupan
duniawi. Guru adalah sistem tersebut hanya sebagai pemberi pembelajaran
dan pelajar semata-mata menerimanya. Hubungan pribadi antara keduanya tidak lah
sampai ketahap kasih sayang yang sebenar dan terpadu. Rasanya mungkin antara
sebab berlaku demikian, adalah awal dari motif penyebaran ilmu menurut tradisi
dan situasi sekuler, lebih berbentuk komersial yang mengutamakan nilai ekonomi
untuk mencari kemewahan hidup.
·
ketokohan dan tanggung jawab guru
Guru dalam sistem
pendidikan pondok merupakan faktor utama dan penting. Kemampuan pribadi guru
itulah menjadi elemen terpenting jatuh bangun sebuah pengajian pondok.
Pengaruhnya amat besar dan penngaruhnya anat teguh. Biasanya guru adalah tokoh
yang banyak pengalaman, karena banyak berkeana baik didalam maupun diluar
negeri bagi mencari ilmu
Oleh sebab keilmuan dan
kewarakannya mereka di tanggung oleh masyarakat sebagai manusia berkebolehan
dalam banyak bidang, dengan istilah sekarang mereka dipanggil sebagai “ manusia
Ensaiklopedia” Menirukan tanggapan masyarakat itulah menjadikan mereka lebih
beribawa, kata-kata mereka dipatuhi dan ditaati bukan saja dalam masyarakat
pondok bahkan dalam masyarakat yang lebih luas. Hubungan erat antara guru dan
pelajar merupakan satu daripada metode untuk menambah hazanah dalam
pembelajaran. Pelajaran bukan saja menerima ilmu yang disampaikan bahwa dapat
menyaksikan dan mengambil contoh dari tingkah laku dan keperibadian
gurunya. Hubungan erat antara guru dan pelajar dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan merupakan suatu kaedah pembelajaran yang unggul yang dicontoh dari
Rasulullah SAW.
E.
Masuknya Islam ke Semenanjung Malaysia
Tidak adanya dokumen yang
lengkap mengenai tentang kedatangnya Islam ke Malaysia menyebabkan munculnya
berbagai teori tentang kapan dan dimana Islam pertama kali menyebar di negara
ini. Azmi misalnya berpendapat bahwa Islam datang pertama kali Malaysia sejak
abad ke 7 M. Pendapatnya ini berdasarkan dari sebuah argumen bahawa pada
pertengahan abad tersebut, pedagang arab islam sudah sampai kegugusan
pulau-pulau melayu. Dimana Malaysia secara dgeografis tidak dapat dipisahkan
darinya. Para pedagang arab muslim yang singgah dipelabuhan dagang indonesia
pada separuh ketiga abad tersebut. Menurut Azmi tentu juga singgah
dipelabuhan-pelabuhan dagang Malaysia.
Hipotesis lain juga
dikemukakan oleh Fatim, bahwa Islam datang pertama kali sekitar abad ke-8 H(14
M). Berpegang pada penemuan batu bersurat ditengganu yang bertanggal 1302 M.
Batu bersurat itu ditulis dengan aksara arab, pada sebuah sisinya memuat
pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang
teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasuallah.
Tidak adanya konsensus
dikalangan sarjana ini bisa dimengerti. Bagaimana pun juga problem utama untuk
mempelajari islam diwilayah ini dalam istilah John, adalah karena keragaman dan
keluasan wilayah, diman pada setiap kenyataannya tidak setiap wilayah itu
sama-sama bisa diketahui dengan baik, hingga menimbulkan distorsi penekanan
anakronisme dan ekstrapolasi yang tidak akurat.
Sumber-sumber spekulasi
lainnya adalah menyangkut cara dan situasi dimana Islamisasi disemenanjung
melayu ini terjadi.mengenai asal usul penyebaran, pendekatan akdemis perpusat
di arabia dan India. Sebagaiman diketahui secara umum, sebelum islam datang
ketanah melayu, orang-orang melayu adalah penganut animismem hinduisme dan
budhaisme. Namun kemudian sejak datangnya Islam secara berangsur-angsur mulai
diyakini dan terima sebagai agama baru dalam masyarakat Malayu Nusantara.
F.
Kebijakan pemerintah setelah kerusuhan etnis tahun 1969
Masalah sosioekonomi yang
menghadapi Malaysia pada tahun-tahun pertama setelah kemerdekaan adalah
ketimpangan ekonomi antaara etnis melayu dan etnis pendatang, baik China maupun
India. Faktor-faktor penyebabnya beraawal sejak masa kolonial, ketika kolonial
Inggris mengkotak-kotakan penduduk tamah melayu baik dari segi letak geografis
maupun kegiatan ekonomi. Orang-orang Melayu dibiarkan tinggal di
kampung-kampung sebagai petani dan nelayan miskin dengan peluang yang
terbatas untuk memperoleh pendidikan. Orang-orang India dijadikan buruh
pada ladang-ladang jatah milik pemerintah Inggris, juga tanpa peluang
pendidikan. Sementara orang-orang Cina menguasai perdagangan perindustrian dan
pertambangan. Akibatnya, komunitas Cina yang kebanyakan tinggal di kota meraih
kemakmuran dan menonjol dibidang ekonomi dan pendidikan. Sementara kaum muslim
melayu, yang kebanyakan tinggal di pedesaan dan bertani, meski menguasai
politik dan pemerintahan, namun tertinggal di bidang ekonomi dan pendidikan.
Kenyataan inilah yang kemudian menyulut kerusuhan antara etnis di Malaysia pada
Mei 1969.
Kerusuhan etnis ini
meru[akan suatu peristiwa yang digambarkan oleh tuanku Abdul Rahman, mantan
perdana mentri Malaysia, sebagai masa paling gelap dalam sejarah nasional
Malaysia. Yang menyebabkan ratusan orang meninggal, dan sebagian terluka,
dibubarkannya palemen selama hampir 2 tahun dan diberlakukannya keadaan darurat
Tragedi peristiwa 13 Mei
1969 merupakan suatu peristiwa sejarah yang tak akan dilupakan begitu saja oleh
bangsa Melayu, terutama pemerintahan. Peristiwa itu membuat pemerrintah dan
Pimpinan-pimpinan UMNO sadarer akan pentingnya memperrjuangkan nasib dan peningkatan
bangsa Melayu, mengembalikan kepercayaan Melayu pada UMNO serta mewujudkan
keadilan sosioekonomi bagi etnis Melayu demi stabilitas dan keamanan negara.
pemerintah merasa perlu melakukan program reformasi ekonomi yang
menjadikan orang-orang melayu dan bumiputera lainya sebagai target,
dengan membenahi kehidupan sosioekonomi masyarakat Melayu. Hal ini kemudian
ditindak lanjuti pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan tentang Dasar Ekonomi
Baru (DEB) atau New Economic Policy (NEP) kebijakan ini dimaksudkan untuk
mengangkat posisi sosial ekonomi kalangan ekonomi lemah yang umumnya adalah
orang Melayu serta meningkatkan pendidikan dan taraf hidup serta perkembangan
usaha mereka. DEB bermaksud untuk mengoreksi ketidakseimbangan dan
ketidakadilan antar etnis.
Dibidang pendidikan
melalui DEB pemerintah memberi kesempatan lebih luas bagi penduduk Melayu guna
melanjutkan studi mereka. Generasi yang dibesarkan melalui program DEB kelak
menjadi para propesional muda yang komit terhadap ajaran Islam serta banyak
berperan dalam mendukung kebangkitan kembali Islam di Malaysia.
Bagaimana hal tersebut
bisa terjadi ? menurut para peneliti yang concern tentang studi
kebangkitan islam, banyak diantara mahasiswayang mendapat beasiswa melalui DEB
yang berasal dari kota kecil dan kampung dikawasan pedesaan malaysia. Sementara
mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas kebangsaan
Malaysia membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada
gerakan-gerakan dakwah seperti ABIM, organisasi Islam yang sudah mapan di
hampir setiap kampus di negara bersangkutan seperti Muslim Student
Association (MSA) di Amerika Serikat dan Kanada
Apa hubungan antara
kebijakan DEB dengan peningkatan komitmen dan pengalaman Islam di kalangan
Melayu? melalui DEB, orang Melayu memperoleh prioritas dibidang ekonomi dan
pendidikan. Pemerintah mengirim ribuan pemuda Melayu khususnya untuk belajar
ilmu pengetahuan dan teknologi keberbagai Universitas didalam dan luar Negeri.
Berbagai aspek yang mempengaruhi mereka di lingkungan baru ini, telh semakin
memperkuat kesadaran mereka terhadap islam pada akhirnya ikut memicu proses
kebangkitan Islam di Malaysia, yang ditandai oleh meningkatnya kesadran Islam
dikalangan mereka dan ada upayah untuk mengamalkan ajaran Islam secara lebih serius.
Mekipun fokus utama
program DEB adalah pembangunan sosioekonomi Melayu, promosi bahasa dan
nilai-nilai budaya Melayu semakin menguatkan ikatan antara Agama dan etnisitas.
Proses ini, dengan menekankan pada bangsa Melayu, sejarah, kebudayaan dan agama,
memperkuat kebanggaan, identitas dan solidaritas melayu. Nasionalisme Melayu
dan Islam yang merupakan unsur terpenting dalam identitas budaya Melayu telah
menjadi kekuatan ideologii dan politik yang semakin besar, yang semakin
memperkuat posisi dan peran Islam di panggung politik Malaysia.
Dengan demikian, Malaysia
memberikan contoh yang menarik tentang sentimen-sentimen nasionalitas Melayu
yang mengakomodassikan kepentingan mereka sendiri dengan menaikkan tekanannya
dalam tuntutan yang berkaitan dengan agama Islam. Seperti dikemukakan oleh Von
Der Mehden : ‘’ persepsi Islam sebagai agama penduduk pribumi yang terancam,
yaang kebanyakan tinggal di pedesaan, miskin, dan tidak pandai berdagang telah
menumbuhkan sikap defensif yang menjadi landasan politik kebijakan publik, dan
pendirian yang didukung oleh ras melayu’’.
UMNO mengomentari berbagai
kebijakan pemerintahan yang pro Melayu setelah kerusuhan etnis itu Zainah Anwar
mengatakan : ‘’ kalau insiden 13 mei 1969 adalah situasi krisis uang menjadi
kontak awal bagi perpalingan ke Islam, maka lingkup luas kebijaksanaan yang
diambil pemerintah menyusul peristiwa itu hanyalah menyiram minyak ke dalam
kobaran api kebangkitan Islam’’.
Uraian di atas
meningkatkan kesadaran Islam dikalangan mahasiswa yang pada gilirannya menyatu
dan searaah dengan kecenderungan yang terjadi di dalam negri, di tengah
masyarakat Muslim Malaysia yaitu kesadaran yang semakin bertambah terhadap
Islam yang dikenal secara popular sebagai kebangkitan Islam.
G.
Kebangkitan Islam di malaysia
Pengalaman Islam menjadi
lebih tampak jelas terutama setelah kebangkitan Islam di Malaysia yang terjadi
pada tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. Kebangkitan islam
di Malaysia terrlihat jelas pada upaya muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran
Islam secara lebih serius seperti aktif shalat berjamaah di masjid, menghampri
wirid pengajian, banyak beramal shaleh, mengucapkan salam bila bertemu,
berhati-hati dalam membeli makanan agaar tidak termakan pada yang haram,
memakai busana muslim seperti jubah, jilbab dan baju kurung dan telekung bagi
wanita, memakai sarung sorban dan peci atau pakaian yang lain yang mencirikan
ketaatan sebagai muslim.
Gerakan kebangkitan Islam
juga terlihat dikalangan mahasiswa di kampus-kampus Malaysia di kalangan mahasiswa
terdapat kelompok-kelompok pengajian yang dikenal dengan dakwah. Mereka
secara aktif mengadakan pengajian, puasa bersama, shalat malam bersama, dan
tidak jarang juga mengadakam dzikir dan renungan malam bersama. Sementara
mahasiswa-mahasiswa di Universitas Malaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia
membentengi identitas mereka dengan menggabungkan diri pada gerakan-gerakan
dakwah seperti ABIM, Darul Arqam, dan jamaah Tabligh, maka mahasiswa yang
belajar di luar negri, karna merasa goncangan kultural dan keterasingan.
Dilatar belakangi oleh
pendekatan dan pandangan internasionalis FOSIS yang umum tentang Islam,
sementara mahasiswa antar Malaysia membutuhkan persiapan untuk perjuangan islam
di Malaysia setelah kembali, diawal tahun 1975, dua organisasi islam baru yang
lebih militan terbentuk dikalangan mahasiswa di London, yaitu suara Islam dan Islamic
Refresentation Council (IRC).
H.
Islam mendapat Dukungan dari Negara dan Pemerintahan
Faktor lainnya yang
menyebabkan kuatnya citra dan nuansa islam di dalam masyarakat dan politik
Malaysia adalah sikap dan respon UMNO dan pemerintahan terhadap menguatnya etos
dan kesadaran islam dalam masyarakat Melayu dan menunjukan sikap dan kebijakan
yang lebih beriorentasi Islam. Dalam hal ini pemerintahan secara jelas telah
memperlihatkan kebijakan akomodatif dan pro-Islam dan tidak hanya bersifat
infrastruktural, tetapi juga bersifat strukturaldan kultural. Hal ini
menemukan momentumnya pada masa pemerintah Mahatir dan berlanjut hingga masa
pemerintahan Abdullah Ahmad Badawi.
Sikap akomodatif
pemerintahan secara jelas dapat ditunjukan dengan berbagai kebijakan yang
meyakinkan rakyat Malaysia dan kaum Muslimin, bahwa pemerintah dan UMNO
bersungguh-sungguh dalam mendukung peran Islam. Pemerintah bahkan melakukan
program “Islamisasi” dan “penerapan nilai-nilai Islam” yang menelan biaya
relatif besar.
Secara struktural sikap
akomodatif pemerintah antara lain dapat dilihat pada kebijakan yang merekrut
jumlah aktivis muslim untuk duduk dalam sistem pemerintahan. Sikap akomodatif
itu juga dapat dilihat pada peristiwa penting saat Mahatir mengajak Anwar
Ibrahim, seorang aktifis dan tokoh Islam yang Kharismatik, untuk bergabung ke
dalam pemerintahan. Terlepas dari berbagai penilaian akomodasi struktural ini,
yang jelas keterlibatan Anwar dalam pemerintahan telah banyak memberikan
sumbangan bagi kemajuan Islam dan umat Islam dinegara tersebut. Disinyalir oleh
sebagian kalangan bahwa berdirinya IIUM (Internasional Islamic University
Malaysia) sebagai atas upaya Anwar. Seperti ditegaskan Nagata, Anwar merupakan
penolong dalam sebuah jalan bagi terciptanya berbagai kebijakan Islam.
Akomodasi truktural
penting lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menyebut suatu contoh adalah
rekrutmen 850 orang guru agama kedalam lembaga pemerintahan pada awal tahun
1980-an. 100 orang diantaranya ditugaskan pada unit Islam perdana
menteri, sedangkan 750 orang lainnya ditugaskan dikantor Menteri Pendidikan.
Ini menggambarkan bahwa
peranan pemerintah secara lebih detail dalam mendukung Islam dan menjadikan
kebijakan-kebijakan dan program-program pembangunan dalam berbagai bidang
menjadi lebih sarat demgam muatan Islam. Meskipun Pas dan kelompok Muslim
oplosan pemerintah, seperti organisasi-organisasi dakwah, mungkinsaja
menganggap semua itu hanya simbol seremonial saja, ada bukti-bukti lain yang
lebih subtantif yang menunjuksn meningkatnya keberpihakan pemerintah tergadap
Islam. Hal ini dapat ditunjukan dari kebijakan pemerintahan dalam berbagai
aspek berikut ini:
a. Geliat Dakwah dan Siar
Islam
Pada prinsipnya, urusan
agama Islam menjadi wewenang pemerintahan negara, seperti ditetapkan dalam
konstitusi Malaysia, sultan menjadi pimpinan di negaranya masing-masing.
Sementara itu, dinegeri yang tidak memiliki sultan seperti di Pulau Pinang,
Malaka, sabah, sabal serta wilayah federal Kuala Lumpur, pimpinan agama
dipercaya kepada yang pertusn agung. Namun demikian, pemerintah merasa
perlu untuk memandu, kalau tidak bisa dikatakan mengatur, agar aktivitas agama
Islam dinegara tersebut tidak menjadi sumber instabilitas.
Hal ini dilakukan
pemerintahan, selain untuk menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga
dimaksudkan untuk menghilangkan kekahwatiran dan ketakukan warga non-Muslim
terhadap apa yang dibahasakan Mahatir sebagai “Islam Fundamentalis”yang
diantaranya menginginkan penetapan hukum Islam atau terbentuknya agama Islam si
Malaysia. Maka untuk menetralisir gerakan-gerakan fundamentalis tersebut, serta
berupaya untuk memandu dan mengatur aktivitas Islam di Malaysia, pemerintah
merasa perlu merancang dan mengatur sendiri berbagai aktivitas Islam dan
berdasarkan pada kebijakkan Islam. Pemerintah pun mendirikan sejumlah institusi
Islam di plat merah atau mengembangkan lembaga-lembaga yang sudah ada untuk
kemudian mengkoordinir dan mengatur berbagai aktivitas Islam.
Sejumlah
institusi-institusi yang bermaksudkan di atas, bermarkas dipusat Islam yang
terletak berdampingan dengan mesjid negara. Pusat Islam selain berperan sebagai
simbol dan inspirasi pemerintahan dalam penyebaran Islam secara serius juga
berfungsi sebagai pusat saraf birokrasi administrasi keislaman milik
pemerintah. Selain itu, juga untuk mengkoordinir seluruh kegiatan Islam di
negara itu yang posisinya berlangsung dibawah kantor perdana menteri. Kompleks
yang berbentuk istana dan bangunan-bangunan megah serta fasilitas yang lengkap
yang mencakup berbagai unit penting antara lain apa yang sebelumnya dikenal
dengan Bahagian Hal Ehwal Islam (BAHEIS) atau saat ini yang lebih dikenal
dengan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), pusat penelitian Islam,
Institut Dakwah dan Institut Al-quran.
Diantara program yang
dilaksanakan BAHEIS adalah Takmir Mesjid, Pendidikan Islam, penyeragaman
Undang-undang, peningkatan kerja sama Islam bidang keislaman antara negara
Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Selain itu juga program bagi
peningkatan usaha-usaha Islamyah dikalangan umat, peningkatan pengawasan akidah
umat Islam, pemantapan sekolah-sekolah agama diseluruh negeri dan program
rumahku surgaku. Program “Takmil Mesjid” yang berawal sejak tahun 1985 didasari
pertimbangan bahwa mesjid memainkan peranan penting dalam meningkatkan ilmu,
iman dan takwa, serta pembentukan kepribadian umat Islam. Untuk itu dilakukan
sejumlah kegiatan yang dipusatkan di mesjid seperti pelatihan untuk pejabat agama,
para da’i dan imam mesjid, kamp remaja Islam yang diadakan setiap tahun untuk
pembinaan moral remaja, khusus kaligrafi, khusus penyelenggaraan jenazah, kelas
bahasa Arab serta khusus Ibadah haji. Program ini dijalankan di bawah pimpinan
BAHEIS melalui kerja sama dengan kantor agama Islam diseluruh negeri
diberi wewenang untuk mengelolah kegiatan mesjid serta mengendalikan berbagai
kegiatan mesjid diseluruh negeri dibawa kendali pejabat-pejabat agama, iman dan
para da’i yang telah ditetapkan atau mendapat izin pemerintah.
Upaya pemerintah dalam
menyeragamkan administrasi keislaman serta mengelolah kegiatan mesjid diseluruh
negeri melalui BAHEIS, bagi banyak pengamat dilihat sebagai upaya
pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan aktivas keislaman di negara itu.
Hal ini memperlihatkan kekhawatiran pemerintahan bahwa aktivitas Islam yang
menonjol dapat membahayakan stabilitas negara dalam masyarakat flural seperti
Malaysia.
Dalam menjaga kesucian
umat Islam, BAHEIS sebagai perpanjangan tangan pemerintah senantiasa mengawasi
setiap kegiatan badan dan organisasi keagamaan, seperti menyekat penyebaran
ajaran sesat. Hal semacam ini dilakukan tidak saja pada tingkat federal
melainkan juga pada tingkat negeri. Berdasarkan ketentuan pemerintahan, ajaran
dan amalan Islam berdasarkan pada paham Ahlu Hal-Sunnah wal Jamaah. Ajaran
sesaat yang menyimpang dari paham ini pandangan pada memecah belah kesatuan
Islam. Inilah salah satu alasan mengapa gerakan al-arqam dengan “Aurad
Muhammadiyah” diharamkan pemerintah.
BAHEIS telah pula
menyelengarakan program “Rumahku Surga ku” yang di inisiasi perdana menteri
Mahatir Muhammad, pada tangga l 1 Juli 1992. Program ini bertujuan mewujudkan
institusi keluarga yang bahagia serta sistem kekeluargaan yang kokoh untuk
selanjutnya membentuk masyarakat penyayang dan budaya saling menyayangi, tujuan
yang sama telah pula termasuk dalam visi 2020.
Salah satu kontribusi
terbesar BAHEIS lainnya yang patut dicacat disini adalah perannya sebagai agen
pemerintah dalam mengkampanyekan dan mensosialisasikan kebijak “Penerapan
nilai-nilai Islam dalam pemerintahan” yang dilancarkan tahun 1982. Yang menjadi
dasar pemikiran kebijakan itu adalah bahwa pembangunan dan kejayaan sebuah
negara tergantunga antara lain pada nilai-nilai hidup dan etika kerja yang
positif dikalangan pekerjaan-pekerjaannya. Oleh karena itu, nilai-nilai Islam
seperti “bersih, cekap dan amanah” harus ditanamkan dalam semua jiwa pegawai
pemerintah dan rakyat. Secara khusus nilai-nilai yang ingin ditanamkan anatara
lain mempunyai moral yang tinggi, tertib dan siplin, tidak menyeleweng, dan
tidak korip di adil serta tidak mementingkan diri sendiri.
Dengan demikian, melalui
kebijkan ini nilai-nilai universal ditanamkan dengan harapan dapat melahirkan
pejabat pemerintah yang berwibawa dan menhayati Islam yang pada gilirannya
dapat pula meningkatkan kwalitas pemerintah negara. berdasarkan laporan, pada
umumnya penerapan nilai-nilai “bersih cakep dan amanah” diterima dan
diamlakan pegawai pemerintah dan instansi-instansi pelayanan umum. Hal ini
didasari pada pandangan umum bahwa prestasi pelayanan umum saat ini lebih baik
dibandingkan sebelumnya.
Sebagai agen pemerintahan,
BAHEIS telah memainkan peran penting dalam meningkatkan peran Islam di
Malaysia. Sejak tahun 1997 pemerintah memperluas wewenang dan kedudukan BAHEIS
dari sebuah bagian menjadi sebuah jabatan, dikenal dengan jabatan kemajuan Islam
Malaysia. (JAKIM). Sebagai perpanjang pemerintahan pusat yang digunakan untuk
melakukan koordinasi dan mengatur institusi-institusi serta mengurus
masalah-masalah keislaman, JAKIM memainkan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Bertanggung jawab sebagai
perancang yang menentukan pembangunan dan kemajuan Islam di Malaysia.
2)
Merumuskan kebijakan untuk pembangunan Islam serta
menjaga kesucian aqidah dan ajran Islam.
3)
Membantu dan memformulasikan dan menyelenggarakan
Undang-undang dan peraturan yang diperlukaan serta menilai dan melakukan
koordinasi pelaksanaan undang-undang dan administrasi yang sudah ada dari waktu
ke waktu dalam rangka menyelesaikan permasalahan umat Islam.
4)
Melaksanakan program-program pembangunan umat dan
penghayatan Islam dalam pemerintahan negara.
5)
Menyeragamkan mekanisme penetapan undang-undang serta
pengaturan bagi administrasi Keislaman diseluruh negara bagian.
6)
Membuat penilaian tentang program-program keislaman yang
dilaksanakan di negara ini.
7)
Bertindak sebagai pengumpul, penyebar dan pusat rujukan
informasi mengenai Islam.
8)
Melaksanakan unsaha-usaha pembangunan umat melalui
kerjasama nasional maupun internasional.
Untuk melaksanakan fungsi
diatas, JAKIM mempunyai 14 Bagian yaitu bagian penelitian Islam, bagian dakwah,
bagian pembangunan pendidikan Islam, bagian media elektronik dan penyiaran,
bagian penerbitan, bagian informasi Islam, bagian penasehat undang-undang,
bagian administrasi dan keuangan, bagian latihan (terdiri dari Institusi
latihan Islam dan Darul Quran), bagian sekretariat dan hubungan internasional,
bagian mesjid negara dan bagian audit intern.
Institusi penting sebagai
perpanjangan tangan pemerintah lainnya yang perlu dicatat disini adalah
Pusat Penelitian Islam Malaysia (PPIM). Lembaga ini punya andil besar dalam
melakukan penelitian mengenai aktivitas dan persoalan Islam di Malaysia untuk
memberikan informasi pada pemerintah serta umpan balik kepada pejabat berwenang
dan relavan. Lembaga ini juga berperan dalam memeriksa dan menyensor
pulikasi-publikasi Islam. Selain itum PPIM turut berperan dalam mengatur dan
mengendalikan Islam, karena menurut Mutalib hasil-hasil penelitianya diadopsi
Kantor Perdana Menteri, ketika diperlukan dijadikan rujukan dalam melakukan
aksi tertentu.
Selain institusi-institusi
diatas, masih terdapat sejumlah institusi Islam lainnya yang pembentukkannya
tidak terlepas dari peran pemerintah seperti institusi kepahaman Islam Malaysia
(IKIM) dan yayasan Dakwah Islamiah.
Meskipun partai oposisi
Islam, PAS, dan kelompok muslim oposan pemerintah lainnya, seperti
organisasi-organisasi Dakwah mungkin saja menganggap semua itu hanya bersifat
Simbolik dan superfisial semata, atau setidaknya sebagai upaya pemerintah untuk
merebut simpati masyarakat muslim. Tetapi bukti-bukti lain tampak lebih
subtantif, menunjukan meningkatnya keberpihakan pemerintah terhadap Islam.
Bebarapa contoh dapat disebut antara lain menetapkan secara resmi bulan dakwah
secara nasional, dan meningkatkan kenerja pusat Islam yang merupakan pusat
saraf dari birokrasi administrasi Islam. sepanjang tahun 1978, unit Dakwah
Islamiyah dan unit propaganda Islam radio dan televisi Malaysia (RTM) yang
dikoordinir pemerintah telah memproduksi sebanyak lebih dari 125 program per
bulan, beberapa diantanya disampaikan pada bahasa inggris, china dan tamil.
Sejak tahun 1979, program Islam di RTM meningkat pesat.
Uraian diatas selain
mensggambarkan pemerintah ingin menunjukan perannya dalam mendukung Islam juga
menggambarkan betapa pemerintah berupaya memasukkan kegiatan-kegiatan Islam
kedalam pengaturan dan pengendaliannya. Sebagian itu kalangan, melihat sikap pemerintah
yang secara umum mendukung Islam cenderung bersifat ambivalen. Di suatu sisi
mendukung Islam dengan lebih mempertegas muatan keislaman dalam
kebijakan-kebijakan pemerintah tetapi disisi lain pemerintah tetap bersikap
waspada dengan mengendalikan aktivitas Islam dan mengekang individu-individu
dan oranisasi –organisasi Islam dengan alasan stabilitas negara.
b. Penyediaan infrastruktur
Sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusannya
dalam merespon penegasan kembali islam, pemerintah menyediakan sejumlah
infrastruktur yang diberikan guna membantu umat Islam dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban agama mereka. Realisasi paling umum dari keseriusan ini
adalah pembangunan sejumlah mesjid untuk memenuhi kebutuhan komunitas muslim
akan tempat ibadah . selain itu, manifestasi penting lainnya dari kesungguhan
pemerintah terlihat dari penyediaan infrastruktur bagi kebijakan pro Islamnya
diberbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, dakwah dan syariah, pendidikan dan
aspek-aspek lainnya dalam meningkatkan keberagaman masyarakat muslim. Di bidang
pendidikan, pemerintah telah membangun Sekolah Guru Islam (Islamic Teacher
College), yang menghabiskan biaya senilai 22 juta Ringgit. Pada tahun 1982,
pemerintah mengadakan tempat yang permanen untuk kamp training islam
internasional.
c. Pendidikan dan pengajaran
Kebijakan dan program keislaman dibidang
pendidikan terlihat lebih awal mendapat perhatiann dibanding bidang lainnya.
Hal ini bisa jadi karena posisi mentri pendidikan saat ini dipegang mahatir
muhammad sosok yang dikenal banyak berperan dan membrikan kontribusi bagi upaya
islamisasi di Malaysia. Diawal karir nya sebagai mentri pendidikan Malaysia
pada tahun 1974, Mahatir mengawali langkah nya dengan meninjau uang sistem
pengajaran agama islam yang dipandang nya tidak efektif dan tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan zaman.
Pada tahun 1979, pemerintah mendeklarisasikan
pendirian pusat Penelitian Islam Asia Tengara senilai 26 juta ringgit, pada
tahun yang sama pengetahuan agama Islam ditetapkan sebagai materi ujian
ditingkat sijil pelajaran Malaysia ( SPM ) setahun berikutnya pemerintah
mendirikan yang pertama kali maktab perguruan Islam ( Islamic teacher ) senilai
20 juta ringgit Malaysia yang dari sana murid-murid berpotensi dikirm ke Mesir
Pakistan dan Indonesia untuk melanjutkan studi mereka. Pada tahun 1976 sampai
1981 dan 1981-1986 terlihat betapa pemerintah menunjukkan kesungguhannya dalam
meresponi penegasan kembali posisi Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam
sebagai suatu kekuatan yang diperhitungkan dimasapra kolonialisme dan dalam
batas tertentu perjuangan kemerdekaan dalamabad ke-20, kekuatan dan sumbangan
islam bagi perubahan social politik selama ini seringdiabaikan, sehingga
muncullah pergolakan-pergolakan didunia islam mengalami kebangkitan termasuk di
malaysia.
Malaysia
adalah kerajaan faderal diasia tenggara yang terletak dimenanjung malaka dan
sebagian di Kalimantan timur yang penduduknya mayoritas islam dan konstitusi
sebagai agama resmi Negara, sehingga syariat islam ditegakkan dengan baik dan
benar. Maka muncullah islam di Malaysia berkatjasa para pedagang yang
mempunyaisemangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan islam di Arab
melalui Malaka.
Perkembangan
islam di Malaysia parasejarawan datang pada abad ke-9 dan pada abad ke-12
masehi. Kebanyakan sejarawan barat berpendapat berlaku disekitar abad ke-15
Masehi yang bermula dri malaka. Namun berdasarkan pada pendapatbaru diyakini
kedatangan islam ke alamMelayu berlaku sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi.
B.
B.Saran
Berdasarkan
pembahasan dalam bab II, maka dapat diberikan beberapa saran kepada penulis
selanjutnya yang ingin membahas topik yang sama.Pertama, agar
mencari referensi yang lebih banyak sehingga informasi yang diperoleh oleh
pembaca juga banyak. Kedua, agar dapat mengembangkan pembahasan yang
dibahas. Ketiga, dapat mencari referensi yang terbaru karena ilmu
pengetahuan selalu berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia
Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Helmiati, Dinamika Islam Asia Tenggara, Suska Press, Pekanbaru,
2008.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian 3,
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000.
[1] Helmiati, Dinamika Islam Asia Tenggara,
Suska Press, Pekanbaru, 2008, Hal. 95.
[2] Helmiati, Ibid., Hal. 26.
[3] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan
Dunia Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hal. 266.
[4] Ajid Thohir, Ibid., Hal. 268.
[5] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam
Bagian 3, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2000, Hal. 356-357.
[6] Ira M. Lapidus, Ibid., Hal. 359-360.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar