BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Takhrij Hadist
merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa awal
penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya
telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij,
kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang
mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada
sumbernya.
Kebutuhan
takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan
dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini
sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan
yang sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang takhrij hadits
ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang definisi takhrij?
2. Sejarah Takhrij Al-Hadist ?
3. Apa manfaat takhrij hadist?
4. Jelaskan tentang metode takhrij hadist?
5. Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam
takhrij hadits?
6. Berikan contoh tentang takhrij hadits?
C. Tujuan
1.
Mengetahui tentang definisi takhrij
2.
Mengetahui Sejarah takhrij hadis
3.
Mengetahui manfaat takhrij hadis
4.
Mengetahui tentang metode takhrij hadits
5.
Mengetahui kitab-kitab yang digunakan dalam
takhrij hadits
6.
Mengetahui contoh takhrij hadits
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Hadits
Kata takhrij (
(تخريجadalah bentuk mashdar dari (خرّج-يخرّج-تخريجا) yang secara bahasa berarti mengeluarkan
sesuatu dari tempatnya.
Sedang
pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di
antaranya ialah:
1.
Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan
ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan
nama penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya
dengan kata-kata akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu
terdapat dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata
akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
2.
Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi
hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
3.
Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya
atau berbagai sumber dengan mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas
haditsnya.
4.
Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya
yang asli secara lengkap dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan
kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di
atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits
lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada
berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang
bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan
dan matarantai sanad yang bersangkutan.
B.
Sejarah
Takhrij Al-Hadits
Penguasaan para ulama terdahulu terhadap
sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika
disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika
semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat
hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka
sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada
sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli,
menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang
dla'if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij"
(buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :
1.
Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya
Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab
ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq
Asy-Syairazi.
2.
Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li
Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
3.
Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li
Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
4.
Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari;
karya Al-Hafidh Az-Zaila'I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab
ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
5.
Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits
wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin
Mulaqqin (wafat 804 H).
6.
Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii
Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi
(wafat tahun 806 H).
7.
Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru
ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-'Iraqi juga.
8.
At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi
Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-'Asqalani (wafat 852 H).
9.
Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya
Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
10. Tuhfatur-Rawi fii Takhriji
Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).
Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh Ibnu
Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya Al-'Abbas meminta
kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran
zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun
kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin
Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-'Adawi, dari
'Ali.
Ad-Daruquthni
menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan
riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu Dawud
menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata :
'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau
mendahulukan zakat harta Al-'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku
tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?'.
Al-Baihaqi
berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan
hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-'Abbas untuk
mendahulukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, hanya saja
dalam sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah
mempercepat harta Al-'Abbas pada awal tahun". Diriwayatkan oleh Abu Dawud
Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi' [At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163].
C.
Faktor
Penyebab Takhrij Al-Hadits
Di dalam
melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
1.
Takhrij Menurut Lafaz Pertama Matan Hadis.
Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’, ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِيْنَ
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-lafaz selanjutnya:
a.
Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai
dengan huruf mim, maka di buka kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan
metode ini pada bab mim.
b.
Kemudian mencari huruf kedua setelah mim,
yaitu nuan.
c.
Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya,
yaitu ha, da, dan tsa. Dan demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah
pada lafaz-lafaz matan hadis tersebut.
Di antara
kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a.
Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir
al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911 H).
b.
Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila
al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-Suyuthi.
c.
Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga
dikangan oleh al-Suyuthi.
d.
Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar,
oleh al-Minawi (w.1031).
e.
Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari,
oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-Thahawi (w.1365).
f.
Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul,
oleh Imam al-Mubarak ibn Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.
2.
Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis
Metode ini
adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa
isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa potongan atau
bagian dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta nama
kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah potongan
hadits-hadits tersebut.
Penggunaan
metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian hadits
berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Umpamanya,
pencarian hadis berikut:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ صَلاَةً مِنْ غَيْرِ طَهُوْرٍ , وَلاَ صَدَقَةً مِنْغُلُوْلٍ
Dalam
pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata
Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat
dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata
tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal
ini di sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana
asalnya.
3.
Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama
Metode ini
berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari
kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau dari
kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab
takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para
perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode
ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di
takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di
antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan
kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis
yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa
kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis
dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di
antara kitab-kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu
Mas’ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams
al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4.
Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis
Metode ini
berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk melakukan
takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu
hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema tersebut
pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله.
Hadis diatas
mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat. Berdasarkan
tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab hadis
di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan
metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga
apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk
melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.
Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al
karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b.
Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c.
Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah
oleh al-Zayla’i.
d.
Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh
Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan
kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam bidang
Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
5.
Takhrij Berdasarkan Status Hadist
Metode ini
memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama hadis dalam
menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan statusnya.
Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis
berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis Mursal,
dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti diatas,
dia telah melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab
yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.
Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar
al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b.
Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah
karangan al-Madani.
c.
Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab
sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu hadis.
6.
Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam
Mentakhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut.
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab. Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
2.
Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha
fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz,
yakni juz ke-V dari kitabSahih Muslim yang dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi.
Jus V ini merupakan kamus yang di dalamnya di mulai juz I-V yang berisi:
a.
Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis
dan juz yang memuatnya.
b.
Daftar nama para sahabat Nabi yang
meriwayatkan hadis yang termuat dalam kitab Sahih Muslim.
c.
Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda
yang tersusun menurut abjad serta diterangkan nomor-nomor hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan
oleh Imam Bukhari sendiri.
3.
Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin
Mustafa al-Tauqiah kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis
yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja.
Hadis-hadis tersebut disusun menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4.
Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin
al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan
menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim
al-Asabuni (w.430 H) yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis
dengan kitab tersebut adalah kitabMiftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib,
yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari
yang memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang
disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal
dengan al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul
Bagdadi yang terdiri atas empat jilid.
5.
Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin
Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang
terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga
yaitu Kitab Jam’ul Jawani. Hadis yang dimuat di dalam kitabjami’us Sagir
disusun berdasarkan urutan abjad dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari
hadis-hadis itu ada yang ditulis secara lengkap dan adapula yang ditulis
sebagian-sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan
nama-nama sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan
nama-nama mukharijnya. Selain hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan
kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6.
Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan
dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab
hadis, yakni: Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi,
Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad
Ahmad.
D.
Manfaat
Takhrij Al-Hadits
Ada beberapa
manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:
1.
Memberikan informasi bahwa suatu hadits
termasuk hadits shahih, hasan, ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari
segi matan maupun sanadnya.
2.
Memberikan kemudahan bagi orang yang mau
mengamalkan setelah tahu bahwa suatu hadits adalah hadits makbul (dapat
diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu
hadits adalah mardud (tertolak).
3.
Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits
adalah benar-benar berasal dari Rasulullah SAW. Yang harus kita ikuti karena
adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dan segi
sanad maupun matan..
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata takhrij (
(تخريجadalah bentuk mashdar dari (خرّج-يخرّج-تخريجا) yang secara bahasa berarti mengeluarkan
sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud takhrij dalam hubungannya
dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits
sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber
tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang
bersangkutan.
Faktor
penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits,
mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada tidaknya
syahid dan mutabi’ pada matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang
digunakan didalam takhrij hadits yaitu menurut lafaz pertama matan hadits,
melalui kata-kata dalam matan hadits, melalui perawi hadits pertama,
berdasarkan tema hadits, berdasarkan status hadits.
Manfaat
takhrij hadits itu sendiri adalah memberikan informasi apakah hadits itu
termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif, memberikan kemudahan bagi orang
yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan
menguatkan keyakinan bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman. Drs. 2004. Ulumul
Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
Utang
Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.
Dr. Utang
Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media Pratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar