Selasa, 06 Juni 2017

MAKALAH MEDAN KRISTAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Menurut CFT, interaksi antara logam transisi dan ligan diakibatkan oleh tarikan antara kation logam yang bermuatan positif dan elektron bukan-ikatan ligan yang bermuatan negatif. Teori ini dikembangkan menurut perubahan energi dari lima degenerat orbital-d ketika dikelilingi oleh ligan-ligan. Ketika ligan mendekati ion logam, elektron dari ligan akan berdekatan dengan beberapa orbital-d logam dan menjauhi yang lainnya, menyebabkan hilangnya kedegeneratan (degeneracy). Elektron dari orbital-d dan dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron-d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan, menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1.          sifat-sifat ion logam.
2.          keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar.
3.          susunan ligan disekitar ion logam.
4.          sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion logam. Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah.
Struktur kompleks yang paling umum adalah oktahedon; dalam struktur ini, enam ligan membentuk oktahedron di sekitar ion logam. Pada simetri oktahedron, orbital-d akan berpisah menjadi dua kelompok energi dengan perbedaan energi Δoct. Orbital dxy, dxz dan dyz akan memiliki energi yang lebih rendah daripada orbital dz2 and dx2-y2. Hal ini dikarenakan orbital dxy, dxz dan dyz memiliki posisi yang lebih jauh dari ligan-ligan, sehingga mendapatkan gaya tolak yang lebih kecil. Kompleks tetrahedron juga merupakan struktur yang umum; dalam struktur ini, empat ligan membentuk tetrahedron disekitar ion logam. Dalam pemisahan medan kristal tetrahedron, orbital-d kembail berpisah menjadi dua kelompok dengan perbedaan energi Δtet. Orbital dz2 dan dx2-y2 akan memiliki energi orbital yang lebih rendah, dan dxy, dxz dan dyz akan memiliki energi orbital yang lebih tinggi. Hal bertolak belakang dengan struktur oktahedron. Selain itu, dikarenakan elektron ligan pada simetri tetrahedal tidaklah berorientasi pada orbital-orbital-d, pemisahan energi akan lebih kecil daripada pemisahan energi oktaherdal. Struktur geometri datar persegi juga dapat dideskripsikan oleh CFT.
Besarnya perbedaan energi Δ antara dua kelompok orbital tergantung pada beberapa faktor, seperti sifat-sifat ligan dan struktur geometri kompleks. Beberapa ligan selalu menghasilkan nilai Δ yang kecil, sedangkan beberapa lainnya akan selalu menghasilkan nilai yang lebih besar. Alasan di balik perbedaan ini dapat dijelaskan dengan teori ligan medan. Deret spektrokimia adalah daftar-daftar ligan yang disusun berdasarkan perbedaan energi Δ yang dihasilkan (disusun dari Δ yang kecil ke Δ yang besar):
Keadaan oksidasi logam juga memengaruhi besarnya Δ antara aras energi (energy level) yang tinggi dan rendah. Semakin tinggi keadaan oksidasi logam, semakin tinggi pula Δ. Kompleks V3+ akan memiliki Δ yang lebih besar dari kompleks V2+. Hal ini dikarenakan perbedaan rapatan muatan yang mengizinkan ligan lebih dekat dengan ion V3+ daripada ion V2+. Jarak antar ligan dan ion logam yang lebih kecil akan menyebabkan nilai Δ yang lebih besar karena elektron logam dan ligan lebih berdekatan, sehingga gaya tolak menolak menjadi lebih besar.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari teori Medan Kristal?
2.      Apa yang dimaksud Warna Kompleks Logam Transisi?
3.      Apa kelemahan Medan Kristal?

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Teori Medan Kristal
Teori medan Kristal digunakan untuk mendiskribsikan stuktur elektronik dari ion logam dalam kristal, dimana ion logam tersebut dikelilingi ion oksida atau anion lain untuk membentuk medan elektrostatik dengan simetri yang bergantung pada stuktur kristal. Energi dari orbital d pada ion logam mengalami spiltting oleh medan elektrostatik, dan  mendekati harga nilai energi yang dapat dihitung. Teori medan kristal dikembangkan pada tahun 1930 (Miessler, 2003). Teori ini dikembangkan oleh fisikawan yang bernama Hans Bethe dan John Hasbrouck van Vleck. Teori ini pada akhirnya digabungkan dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi (Wikipedia, 2010).
Teori medan kristal berhasil menjelaskan beberapa sifat-sifat magnetik, warna, entalpi hidrasi, dan struktur spinel senyawa kompleks dari logam transisi, namun ia tidak ditujukan untuk menjelaskan ikatan kimia (Wikipedia, 2010).
Apabila orbital d dari ion logam membentuk kompleks okatahedral dengan pasangan elektron dari ligan, beberapa elektron akan terusir oleh medan. Sebagai hasilnya adalah orbital dx2-y2 dan dz2 yang diarahkan dosekeliling ligan. Orbital dxy, dxz dan dyz, yang diarahkan disekitar ion (Miessler, 2003). Orbital dx2-y2 dan dz2keduanya memilki cuping yang sangat terkonsentrasi dalam lingkungan muatan, sedangkan Orbital dxy, dxz dan dyz, memiliki cuping yang terarah diantara muatan yang ditunjukkan dalam gambar 1.[1]
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6UhlPHvZZc8qLKsJzZn50ows6ZUi3yoCdUj_QWWg9ml1KWOXtCJyCCsGuc5jklCuo_a2IA7C0PJOqBcokbvZvKIchZZT5LEEOpefypVH9SbPoW_IiVbYIghEw-6Zhf55OO8PUsAcucVxB/s400/ar1.jpg
Gamabar 1. Rapatan elektron dalam kelima orbital dterhadap set tatanan oktahedra muatan negatif
Orbital  dx2-y2 dan dz2 mempunyai energi yang sama, orbiatal tersebut disebut orbital eg dan Orbital dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g, ketiganya memiliki energi yang sama. Energi t2g lebih rendah dari pada energi eg. perbedaan energi antara orbilal eg dan t2g dinyatakan sebagai Δo, diamana indeks o menyatakan oktahedra. Tingkat enerhi eg terletak o diatas dan tingkat energi t2g terletak o dibawah orbital d yang terpisah.[2]
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0-VkUwa8Bp1EGp41fiq1f198pKGJ0YxAOeIXOCvx4ecdOxXW2Abgm7ihPvYKGIMgZBsxwpNUP7ipZ8UoslnrGYu0knUxzZ7MqV7K41T8-FCSwzu8S_PLf6ma2lNoERYGFqeh3AWZxLj_I/s1600/ar2.jpg
Gambar 2. Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral. (Saito, 1996).

Faktor-faktor yang mempengaruhi o
1.         Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+
2.         Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d
3.         Jumlah dan geometri ligan : 6 ligan oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar
4.         Berbanding terbalik dengan ukuran ligan (Suyanta, 2010)

B.       Crystal Field Stabilization Energi (CFSE)
Energi stabilisasi medan kristal (Bahasa Inggris:crystal field stabilization energi), disingkat CFSE, adalah stabilitas yang dihasilkan dari penempatan ion logam pada medan kristal yang dibentuk oleh sekelompok ligan-ligan. Ia muncul karena ketika orbital-d terpisah pada medan ligan, beberapa dari orbital itu akan memiliki energi yang lebih rendah. Sebagai contoh, pada kasus oktahedron, kelompok orbital t2g memiliki energi yang lebih rendah dari energi orbital pada sentroid. Sehingga, jika terdapat sembarang elektron yang menempati orbital-orbital ini, ion logam akan menjadi lebih stabil pada medan ligan relatif terhadap sentroid dengan nilai yang dikenal sebagai CFSE. Sebaliknya, orbital-orbital eg (pada kasus oktaheral) memiliki energi yang lebih tinggi daripada sentroid, sehingga menempatkan elektron pada orbital tersebut menurunkan CFSE.[3]
Jika pemisahan orbital-d pada medan oktahedron adalan Δoct, tiga orbital t2g distabilkan relatif terhadap sentroid sebesar 2/5 Δoct, dan orbital-orbital eg didestabilkan sebesar 3/5 Δoct. Stabilisasi medan kristal dapat digunakan dalam menjelaskan geometri kompleks logam transisi. Alasan mengapa banyak kompleks d8 memiliki geometri datar persegi adalah karena banyaknya stabilisasi medan kristal yang dihasilkan struktur geometri ini dengan jumlah elektron 8.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgw7B9Q0uQn7-16wUr8THvLMDOfwSwoqMiDURby3x3YTfahBntaAwmGYUihALHxz2ZjmUsHK3H8aQhEzTUywU_bE3WU1_0wpxTEkI83w-UID2bkJCKlk_vPwXKR-5gjljlcOfCOpF1CgqN/s640/ar3.jpg
Gambar 3. Oktahedra crystal field stabilization energi. (Wikipedia, 2010)
Jika splitting antara orbital t2g dan eg besar maka nilai ∆o besar. Tetapi jika splitting antara t2g dan eg kecil, maka nilai ∆o kecil.
Pada spin rendah energi pembelahan ∆o lebih kecil dari pada energi perpasangan (pairing energi =p) sehingga elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu dan memenuhinya dengan berpasangan dan barulah mengisi orbital eg. sedangkan pada spin tinggi ∆o lebih besar dari pada energi perpasangan, sehingga elektron akan mengisi orbital terlebih dahulu dan mengisi orbital eg.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxB2bomR6bTBwUHPzwm7TGxscELMWR26gwXkPDEFzGbAjXYsXTVNt-tDl6k8_BJtjRPbdbI2nbgISE0BjysbaA6Kli7EqmwfmHAX3Y0vOyZzsyB7A30RrsuuBazNyP2fiQyBtq91Tz89HG/s400/ar4.jpg
(Miessler, 2003)
CFSE dihitung dengan pedoman,  penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.[4]
Sistem
Konfigurasi
(spin tinggi)
CFSE
Konfigurasi
(spin rendah)
CFSE
d1
d2
d3
d4
d5
d6
d7
d8
d9
d10
t2g1
t2g2
t2g3
t2g3 eg1
t2g3 eg2
t2g4 eg2
t2g5 eg2
t2g6 eg2
t2g6 eg3
t2g6 eg4
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
0,4∆o
0,8∆o
1,2∆o
0,6∆o
0
t2g4
t2g5
t2g6
t2g6 eg1
1,6∆o
2,0∆o
2,4∆o
1,8∆o

C.      Warna Kompleks Logam Transisi
Warna-warna cerah yang terlihat pada kebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan dengan teori medan kristal ini. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi. Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ) tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang cahaya yang tidak terserap).
Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan ν. Sangtalah jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan perbedaan energi Δ; terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang akan mempengaruhi perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi.[5]
Warna-warna yang terlihat
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL6DDVY8b1OhXCtxHVpQ8Kix3FeRtuS2HgTHyb4tfHN97_Jx7t5UXGng4Jv71MQaGfJbx5uMsWb0xs1LwYIAAKpQ5hAlzcrWgp8pGwyk19QNf6jOB9Ugc1fYn5ksGhjH425orUA4FFDg_a/s1600/ar5.jpg
Gambar 4. Roda warna.
Roda warna mendemonstrasikan warna senyawa yang akan terlihat jika ia hanya menyerap satu gelombang cahaya. Sebagai contoh, jika senyawa tersebut menyerap warna merah, maka ia akan tampak hijau.




l Diserap
Warna Terpantau
Ungu (400 nm)
Hijau-kuning (560nm)
Blue (450 nm)
Kuning (600nm)
Biru-hijau (490nm)
Merah (620nm)
Kuning (580nm)
Ungu (410nm)
Jingga (600nm)
Biru tua (430nm)
Merah (650nm)
Biru (450nm)

D.    Kelemahan medan kristal
Teori medan kristal dapat menjelaskan tentang pembentukan senyawa kompleks, sifat magnetik dan perubahannya karena pengaruh temperatur serta kestabilan dari senyawa kompleks. Kelemahan teori ini adalah berkenaan dengan asumsi yang mendasarinya yaitu interaksi antara ion pusat dan ligan-ligan dianggap sebagai interaksi elektrostatik. Berdasarkan asumsi ini maka.
1.         Medan yang ditimbulkan oleh ligan negatif seharusnya lebih kuat dibandingkan medan yang dihasilkan oleh ligan netral. Misalnya untuk ligan OH- dan H2O. Seharusnya medan yang ditimbulkan oleh OH- adalah lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan oleh H2O. Dalam kenyataan terjadi pada keadaan yang sebaliknya.
2.         Ligan yang memiliki momen dipol lebih besar seharusnya menimbulkan medan yang lebih kuat dibandingkan ligan yang momen dipolnya lebih kecil. Misalnya untuk ligan NH3 dengan μ = 4,90.10-30 cm dan ligan H2O μ = 6,17.10-30 cm seharusnya medan yang ditimbulkan oleh H2O adalah lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan oleh NH3. dalam kenyataannya terjadi keadaan sebaliknya.
3.         Senyawa kompleks dengan atom pusat memiliki bilangan oksidasi nol dan ligan yang netral seperti [Ni(CO)] seharusnya tidak mungkin terbentuk karena tidak terdapat gaya elektrostatik antara atom pusat dengan ligan-ligan pada kenyataannya senyawa tersebut dapat terbentuk dan stabil.[6]
Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa asumsi yang mendasari teori medan kristal tidak sepenuhnya benar. Fakta ketiga menunjukan bahwa disamping interaksi elektrostatik, pembentukan kompleks juga melibatkan interaksi kovalen.























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Teori medan Kristal digunakan untuk mendiskribsikan stuktur elektronik dari ion logam dalam kristal, dimana ion logam tersebut dikelilingi ion oksida atau anion lain untuk membentuk medan elektrostatik dengan simetri yang bergantung pada stuktur kristal. Energi dari orbital d pada ion logam mengalami spiltting oleh medan elektrostatik, dan  mendekati harga nilai energi yang dapat dihitung. Teori medan kristal dikembangkan pada tahun 1930 (Miessler, 2003). Teori ini dikembangkan oleh fisikawan yang bernama Hans Bethe dan John Hasbrouck van Vleck. Teori ini pada akhirnya digabungkan dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi

B.       Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini











DAFTAR PUSTAKA

Cotton, F. A. dan Wilkinson, Geoffrey, (2009), Kimia Anorganik Dasar, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
http://www.wikipedia.org/teori_medan_kristal
Miessler, G. L. and Tarr, D. A. (2003), Inorganic Chemistry 3rd edition, New Jersey: Pearson Prentice Hall
Saito, Taro, (1996), ebook Kimia Anorganik, Tokyo: Iwanami Publishing Company
Suyanta, (2010), BAB II: Ikatan Dalam Senyawa Koordinasi
Brady, J. E., Russell, J. W., and Holum, J. R. 2000. Chemistry Matter and Its Change,3rdEd. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Companion, A. L. 1964. Chemical Bonding. New York: McGraw-Hill Book Company.
Cotton, F. A. and Wilkinson, G. 1980. Advanced Inorganic Chemistry, a Comprehensive Text, 4th Ed. New York: Jhon Wiley & Sons.
DeKock, R. L. and Gray, H. B. 1980. Chemical Structure and Bonding. Menlo Park: The Benjamin/Cummings Publishing Company.
Douglas, B. E., Mc Daniel, D. H., and Alexander, J.J. 1983. Problems for Inorganic Chemistry. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc. 
Effendi. 1998. Kimia Koordinasi. Malang: FMIPA IKIP Malang 
Effendi. 2003. Teori VSEPR dan Kepolaran Molekul. Malang: Bayu Media Publishing. 
Huheey, J. E., Keiter, E. A., R. L. 1993. Inorganic Chemistry, Principles of Structure and Reactivity, 4th Ed. New York: Harper Collins College Publisher.
Sugiyarto, K.H. 2000. Kimia Anorganik, Dasar-Dasar Kimia Anorganik. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.



[1] Miessler, G. L. and Tarr, D. A. (2003), Inorganic Chemistry 3rd edition, New Jersey: Pearson Prentice Hall, hlm 79.
[2] Cotton, F. A. and Wilkinson, G. 1980. Advanced Inorganic Chemistry, a Comprehensive Text, 4th Ed. New York: Jhon Wiley & Sons. Hlm 67.
[3] Saito, Taro, (1996), ebook Kimia Anorganik, Tokyo: Iwanami Publishing Company, hlm 34.
[4] Cotton, F. A. dan Wilkinson, Geoffrey, (2009), Kimia Anorganik Dasar, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hlm 43.
[5] Sugiyarto, K.H. 2000. Kimia Anorganik, Dasar-Dasar Kimia Anorganik. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Hlm 56.
[6] Effendi. 2003. Teori VSEPR dan Kepolaran Molekul. Malang: Bayu Media Publishing. Hlm. 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...