0.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu dakwah sangat penting untuk dipelajari agar kita
tidak keliru dalam memahaminya. Dakwah merupakan hal yang sangat sering kita
dengar dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam ruang lingkup agama Islam. Ilmu dakwah merupakan ilmu yang terbuka untuk penyempurnaan. Selain itu
setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Karena itu peluang untuk
bertambahnya unsur dakwah akan terus berlanjut. Ilmu dakwah merupakan
ilmu yang paling penting dalam sejarah peradaban Islam, karena dakwah dijadikan
sebagai metode atau cara Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam.
Seperti ilmu-ilmu yang
lainnya, ilmu dakwah juga mempunyai kerangka-kerangka yang perlu untuk
dianalisis. Karena ilmu dakwah juga mempunyai input, proses dan output.
Berdasarkan hakekat dakwah, objek formal ilmu dakwah serta analisa masalah
interaksi antar unsur dakwah sebagai bagian dari objek formal, dan pengertian
ilmu, maka disiplin ilmu dakwah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama
:Pertama, disiplin yang memberikan kerangka teori dan metodologi dakwa
islam.kedua, disiplin yang memberikan kerangka teknis operasional kegiatan
dakwah islam. bagian pertama memberikan dasar-dasar teoritik dan metodologi
keahlian dan disebut ilmu dasar (teoritik) dakwah dan bagian kedua memberikan
kemampuan teknis keahlian profesi dan disebut ilmu terapan/tehnik operasional
dakwah (teknologi dakwah)
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apakah yang dimaksud dengan dakwah dan ilmu dakwah?
2.
Bagaimana kerangka analisis dakwah dalam ilmu dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dakwah dan
Ilmu Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa “Da’wah” berarti: panggilan,
seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut
mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti: memanggil,
menyeru atau mengajak (Da’a, Yad’u, Da’watan).Orang yang berdakwah disebut Da’i
dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut Mad’u
(Saputra, 2012: 1).
Selain itu, dakwah juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan atau proses mengajak seseorang atau sekelompok untuk menjadi lebih
baik. Hal ini tentunya dilakukan dengan menyeru untuk berbuat baik dan
meninggalkan perbuatan buruk atau yang biasa disebut amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan tujuan untuk mencapai kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat.
Pengertian ilmu dakwah secara etimologi dakwah adalah
menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk
Al-quran dan hadist. Mennyeru berbuat kebaikan dan melarang perbuatan mungkar
yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Sedangkan, secara istilah Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang
berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya
menganut, mengikuti, menyutujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama,
pendapat atau persetujuan tertentu.
Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah
(masyarakat) dengan begbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran Islam dapat
direalisasikan dengan realitas kehidupan, dengan tujuan agar mendapatkan ridha
Allah SWT. agar tercapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.pada pemahaman
seperti ini maka ilmu dakwah lebih dekatdan serumpun dengan ilmu-ilmu sosial,
hal ini dikarenakan teori-teori dakwah yang hendak dibangun merupakan produk
generalisasi dari fenomena sosial. Dengan demikian bahwa, dengan sendirinya
ilmu dakwah merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial, yang dirumuskan dan
dikembangkan dengan mengikuti norma-norma ilmiah dari ilmu-ilmu sosial, secara
empiris, sistematis dan logis (Saputra, 2012: 6).
Adapun disiplin ilmu
dakwah pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua : Ilmu Dakwah Dasar dan Ilmu Dakwah
Terapan. Ilmu dakwah Dasar merupakan cabang Ilmu Dakwah yang memberikan
kerangka teori danmetodologi dakwah Islam. Sedangkan, Ilmu Dakwah Terapan
berusaha memberikan kerangka teknis
operasional kegiatan dakwah Islam.
B.
Tinjauan Aspek Ontologi
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti
ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran
tentang keberadaan.[1]
Namun pada dasarnya term ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf
Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian
Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala
yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang
dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori
hakikat ialah teori tentang keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah
kerealan, real artinya kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan
yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, bukan keadaan yang meberubah.[2]
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari
kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal,
abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap
sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada.
Ontologi sering diindetikan dengan metafisika yang
juga disebut proto-filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan
yang bahasanya adalah hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat,
realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya.[3]
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala
sesuatu yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu
sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi
tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja,
pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika
ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah
yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang
kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita
hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang
ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada
universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah
kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat
seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas
atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[4]
Fungsi dan manfaat mempelajari
ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara lain:
Pertama : berfungsi sebagai
refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi
dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara
lain:
(1) dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar ada.
(2) dunia empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.
(3) fenomena yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya
secara kausal.
Kedua: Ontologi membantu ilmu
untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komphrehensif dan koheren.
Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara
tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek
telaahannya, namun pada kenyataannya kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada
simpulan-simpulan yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu,
ilmuwan berarti tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan
pengetahuan lain.
Ketiga: Ontologi memberikan
masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh
ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang
menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya ada kemungkinan terjadinya
konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika itu masuk disiplin
etika atau disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang
kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini ontologi
berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian
berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari tahun ke tahun
atau dari abad ke abad.
C.
Tinjauan Aspek Epistemologi
Dalam belajar filsafat,
kita akan menemui banyak cabang kajian yang akan membawa kita pada fakta dan
betapa kaya dan beragam kajian filsafat itu. Sebenarnya yang terpenting
adalah bagaimana kita semua memahami apa saja yan menjadi kajan filsafat,
cabang-cabang filsafat. Albuerey Castel membagi masalah filsafat menjadi enam
bagian yaitu, teologis, metafisika, epistemologi, etika, plitik dan sejarah.[5]
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari benar atau tidaknya
suatu pengetahuan. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi mempunyai banyak
sekali pemaknaan atau pengertian yang kadang sulit untuk dipahami. Dalam
memberikan pemaknaan terhadap
epistemologi, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda, sehingga
memberikan pemaknaan yang berbeda ketika mngungkapkannya.
Akan tetapi, untuk lebih mudah dalam memahami pengertian epistemologi,
maka perlu diketahui pengertian dasarnya terlebih dahulu. Epistemologi
berdasarkan akar katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu
yang sistematis, teori).[6]
Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan
tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan
batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi daripada epistemologi
adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian
dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemologi adalah D.W Hamlyin,
beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian –
pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai
penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dagobert D. Runes. Seperti yang di tulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas, sumber, struktur,
metode-metode, dan validitas pengetahuan. Sedangkan menurut Azyumardi
Azra, beliau menambahkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas
keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Walaupun dari kedua pemaparan di atas terdapat sedikit perbedaan, namun
keduanya memberikan pengertian yang sederhana dan relatif mudah di pahami.
Mudhlor ahmad merinci menadi enam aspek yaitu, hakikat, unsur, macam, tumpuan,
batas dan saran pengetahuan.[7]
Am Syaifudin menyebutkan bahwa epistemologi mencakup pertanyaan
yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa
hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah
kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai manakah
batassannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah pokok,
masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
1. Ruang Lingkup Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa
dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan
pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
a)
Cakupan pokok bahasan,
Yakni apakah subyek
epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti
ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah
menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai
berikut:
1)
Makna leksikal ilmu
adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki,
sains, teknologi, keterampilan,kemahiran dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti
hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para malaikat dan ilmu manusia.
2)
Ilmu adalah kehadiran
(hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat
Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
3)
Ilmu yang hanya
dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
4)
Ilmu adalah pembenaran
(at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum
diyakini.
5)
Ilmu ialah kebenaran
dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
6)
Ilmu ialah kumpulan
proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan
dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
7)
Ilmu ialah kumpulan
proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
b)
Sudut pembahasan
Yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan
makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas,karena ilmu dan makrifat juga
dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa
menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah
dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan
dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan
realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek
penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil
yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika.
Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia
terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan
sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan
dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu,
dan batasan-batasan pengetahuan.Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî
juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang
diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan
sebagai subyek dalam epistemologi[8]
2. Aliran-aliran Epistemologi
Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran.
Aliran-aliran tersebut mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan.
Pertama, golongan yang
mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu aliran:
a) Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa
sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa.
b) Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa
pengetahuan manusia berasal dari pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia
luar yang ditangkap oleh panca inderanya.
c) Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang
berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa
atau pikiran manusia sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia
inklusif di dalamnya aliran-aliran:
a) Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa
pengetahuan manusia adalah gambaran yang baik dan tepat tentang kebenaran.
Dalam pengetahuan yang baik tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
b) Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan hanyalah kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kanyataan yang
diketahui manusia semuanya terletak di luar dirinya.
D. Tinjauan
Aspek Aksiologi
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah
aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu
yang berharga, dan logos artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai,
penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai.
Aksiologi sebagai cabang filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut
pandangan kefilsafatan. [9]
Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena
mengandung kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan nilai
instrumentalnya ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk
mengiris jadi dapat menyimpulkan bahwa nilai Instrinsik ialah nilai yang yang
dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai
Instrumental ialah Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan Niai
guna.
Aksiologi terdiri dari dua hal utama, yaitu:
Etika : bagian filsafat nilai dan penilaian yang
membicarakan perilaku orang. Semua prilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari
penilaian. Jadi, tidak benar suatu prilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih
tepat, prilaku adalah beretika baik atau beretika tidak baik.
Estetika : bagian filsafat tentang nilai dan penilaian
yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah
pasangan dikhotomis, dalam arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial
adalah pengindraan atau persepsi yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada
suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak nyaman pada pihak lainnya.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
1.
Menjaga dan memberi
arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka prilaku
keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada
kepentingan langsung.
2.
Dalam pemilihan objek
penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia,
tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri masalah kehidupan dan
netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan
kepentingan politik.
3. Pengembangan
pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat
dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan
ilmu dan temuan-temuan universal. [10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti
ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran
tentang keberadaan, term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf.
Menurut etimologi,
epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan)
dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara terminologi, epistemologi
adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan,
khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau
sah berlakunya pengetahuan itu.
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah
aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu
yang berharga, dan logos artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai,
penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai.
B. Saran
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita
dianjurkan untuk mempelajari filsafat dengan berbagai macam cabang ilmunya.
Karena, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal (menyeluruh)
dan radikal, yang mengupas, menganalisa sesuatu secara mendalam, ternyata
sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu
menjadi perekat antara berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya
satu sama lain. Dengan demikian, menggunakan analisa filsafat, berbagai macam
disiplin ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya
dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan
fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mudlor.
1994. Ilmu Dan Keinginan Tabu (Epistemologi Dalam Filsafat). Bandung:
Trigenda Karya.
Arief, Armai.
2002. Pengantar Ilmu dan Metedologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pres.
Idi, Jalaluddin
Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Hidayat, Anwar, Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7 Januari
2014), https://plus.google.com/111276199-303520579310, diakses pada tanggal 9 Oktober 2015
Margono, Soejono Soe. Pengantar
Filsafat Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat
Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Mustansyir, Rizal dan
Munir, Misnal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi
Pendidikan Islam: dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta:
Erlangga.
Shamad, Abd dkk. 2012. Filsafat:
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi, di akses dari http://philosopherscommunity.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 13:15
Soyomukti, Nuraini.
2011. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Susanto, A. 2001. Filsafat
Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Syam, Nina W. 2010. Filsafat
Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat
Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
WibSurajiyo. 2005. Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
[7] Mudlor
Ahmad, Ilmu Dan Keinginan Tabu (Epistemologi Dalam Filsafat), (Bandung:
Trigenda Karya. 1994) hlm. 61
[8] Abd
Shamad dkk, Filsafat: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi, di akses
dari http://philosopherscommunity.blogspot.com/2012/05/filsafat-ontologi-epistemologi-dan.ht
ml
[9] Soejono
Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1986), hlm. 327
[10] Anwar
Hidayat, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7
Januari 2014),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar