BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya.
Namun, dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi
1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih
terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kelompok
merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya,
kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap
orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau
negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang
setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi
mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.[1]
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa
Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di
Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan
berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa,
kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha
untuk membangun sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan
kedaulatannya pada tahun 1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya
sudah banyak dibahas atau bahkan dicoba diterapkan di Indonesia. Pada awal
kemerdekaan Indonesia berbagai hal dengan negaramasyarakat telah diatur dalam
UUD 1945.
Para pendiri bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang
melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Semua itu merupakan gagasan-gagasan dasar yang melandasi kehidupan
negara yang demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi
telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh
pernyataan dalam UUD 1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi.
Penyusunan naskah UUD 1945 itu sendiri juga dilakukan secara demokratis. UUD
1945 merangkum semua golongan dan kepentingan dalam masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah konsep yang tidak dapat
dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar
budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan
mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya individualisme dan budaya liberal
yang masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi tidak mungkin
bisa dibendung karena kemajuan teknologi.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.
Apa makna
demokrasi dan prinsip-prinsip Demokrasi?
1.2.2.
Bagaimana pelaksanaa
demokrasi di Indonesia
1.2.3.
Bagaimana
pendidikan demokrasi?
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1.
Agar Mengerti Makna Demokrasi dan Perinsip Demokrasi
1.3.2.
Perinsip Pelksanaan Demokrasi
1.3.3.
Melihat Pendidikan Demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Demokrasi
Pemahaman mengenai demokrasi di Indonesia mungkin
belum sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat. Walaupun pada pelaksanaannya saat
ini terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan 10 tahun yang lalu. Selain
memberikan pengaruh yang positif, namun ternyata kran demokrasi yang baru saja
terbuka memiliki potensi konflik dan perpecahan yang relatif tinggi. Beberapa
konflik yang terjadi di Indonesia terjadi karena pihak-pihak yang terkait
merasa memiliki hak dalam berpendapat dan membela diri dalam payung hukum. Hal
ini terjadi karena pihak-pihak yang bersengketa bisa jadi tidak memahami
konsep, prinsip, serta penerapan demokrasi yang sesungguhnya, sehingga yang terjadi
justru kemunculan benih-benih anarkis di lapangan. Akibatnya, kerusakan yang
ditimbulkan bukan saja merugikan kedua belah pihak.
Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang pernah ada beberapa puluh tahun yang lalu, demokrasi
menjadi sistem alternatif yang dipilih oleh beberapa negara yang sudah maju.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara.
Mahfud MD (1999) membenarkan pandangan di atas, yaitu
bahwa terdapat dua alasan mengapa negara lebih memilih demokrasi sebagai sistem
bermasyarakat dan bernegara, yaitu:
1.
Hampir semua
negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental;
2.
Demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peran
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.[2]
Karena itulah diperlukan pengetahuan dan pemahaman
yang benar kepada warga masyarakat tentang demokrasi.
1.
Pengertian
Demokrasi
Untuk mengetahui arti demokrasi, dapat dilihat dari
dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa (etimologis) dan tinjauan istilah
(terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos”
yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos”
yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demoscratos
(demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan
bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[3]
Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan
oleh beberapa ahli yaitu :
a.
Joseph A.
Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara
rakyat;
b.
Sidnet Hook
berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa;
c.
Philippe C.
Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah
terpilih;
d.
Sedangkan Henry
B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu
sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas
oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan
bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat,
baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat
mengandung pengertian tiga hal :
1)
pemerintah dari
rakyat (government of the people)
2)
pemerintahan
oleh rakyat (government by the people); dan
3)
pemerintahan
untuk rakyat (government for people).
Jadi hakikat suatu pemerintahan yang demokratis bila
ketiga hal di atas dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.[4]
2.2.Prinsip Demokrasi Di Indonesia
Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,yudikatif,dan legislatif)
untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen
) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
cheks and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah
yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif
, lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan
lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk Indonesia) yang memiliki
kewenangan menjalankan kekuasan legislatif .Di bawah sistem
ini,keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakilinya
(konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain
sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan umum legislatif , banyak keputusan
atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan presiden suatu negara ,diperoleh
melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak pilih hanya diberikan kepada warga
negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18 tahun , dan yang
tidak memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas
narapidana).Pada dasarnya prinsip demokrasi itu sebagai berikut:[5]
1.
Kedaulatan di
tangan rakyat
Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada
di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi.
Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip
demokrasi
2.
Pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia
Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan
martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin,
agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding
dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945.
Peraturan tentang hak asasi manusia
Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang
Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia telah tertuang
dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39
Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi
hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang
hak asasi manusia.
3.
Pemerintahan
berdasar hukum (konstitusi)
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas).
Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.
Peradilan yang
bebas dan tidak memihak
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk
diperlakukan sama didepan hukum, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan
jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam
persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak
memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim
harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya.[6]
5.
Pengambilan
keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus
dilaksanakan sesuai keputusan bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.
Adanya partai
plitik dan organisasi sosial politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi
sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
7.
Pemilu yang
demkratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Suatu negara atau pemerintah dikatakan demokrasi
apabila dalam sistem pemerintahanna mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi.
Menurut Robert A. Dahl terdapat tujuan prinsip demokrasi yang harus ada dalam
sistem pemerintahan, yaitu :[7]
1.
Adanya kontrol
atau kendali atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini presiden dan
pemerintah daerah bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang
diperoleh dari pemilu. Namun, demikian dalam melaksanakannya pemerintahan,
pemerintah bukan bekerja tanpa batas. Pemerintah dalam mengambil keputusan
masih dikontrol oleh lembaga legislatif yaitu DPR dan DPRD. Di Indonesia
kontrol tersebut terlibat dari keterlibatan DPR dalam penyusunan anggaran,
penyusunan peraturan perundangan dan melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit
and proper test) untuk pengangkatan pejabat negara yang dilakukan oleh
pemerintah.
2.
Adanya
pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila
adanya partisipasi aktif dari warga negara dan partisipasi tersebut dilakukan
dengan teliti dan jujur. Suatu keputusan tentang apa yang dipilih, didasarkan
pengetahuan warga negara yang cukup dan informasi yang akurat dan dilakukan dengan
jujur.
3.
Adanya yang
memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan apabila setiap warga negara mendapatkan
hak pilih dan dipilih. Hak pilih untuk memberikan hak pengawasan rakyat
terhadap pemerintah, serta memutuskan pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai rakyat. Hak pilih memberikan kesempatan kepada setiap warga
Negara yang mempunyai kemampuan dan kemauan serta memenuhi persyaratan untuk
dipilih dalam menjalankan amanat dari warga pemilihnya.
4.
Adanya
kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan kebebasan
dalam menyampaikan pendapat, berserikat dengan rasa aman. Apabila warga negara
tidak dapat menyampaikan pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran
aspirasi akan tersendat, dan pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
5.
Adanya
kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan informasi yang akurat,
untuk itu setiap warga negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai.
Keputusan pemerintah harus disosialisasikan dan mendapat persetujuan DPR, serta
menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi yang benar, disisi lain
DPR dan rakyat dapat juga mencari informasi, sehingga antara pemerintah dan DPR
mempunyai informasi yang akurat dan benar.
6.
Adanya
kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini memberikan
dorongan bagi warga negara yang meras lemah, dan untuk memperkuatnya
membutuhkan teman atau kelompok dalam bentuk serikat. Adanya serikat pekerja,
terbukanya sistem politik memungkinkan rakyat memberikan aspirasi secara
terbuka dan lebih baik.[8]
2.3.Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tidak dapat diterapkan secara parsial
(sebagian-sebagian). Pemahaman yang utuh akan demokrasi harus juga dimilliki
oleh setiap warga negara baik secara perorangan maupun kelembagaan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa siapapun yang berada dan berkepentingan dalam negara ini (stakeholder)
mampu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap kegiatannya.
Negara yang menginginkan sistem politik demokrasi
dapat diterapkan dengan baik membutuhkan dua pilar, yaitu; institusi (struktur)
demokrasi dan budaya (perilaku) demokrasi. Kematangan budaya politik, menurut
Gabriel Almond dan Sidney Verba, akan tercapai bila ada keserasian antara
struktur dengan budaya. Oleh karena itu, membangun masyarakat demokratis
berarti usaha menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis dengan
budaya yang demokratis juga. Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara
tersebut terdapat institusi dan sekaligus berjalannya perilaku yang demokratis.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada
tersedianya lembaga-lembaga politik demokrasi yang ada di suatu negara. Suatu
negara dikatakan negara demokrasi bila di dalamnya terdapat lembaga-lembaga
politik demokrasi. Lembaga itu antara lain pemerintahan yang terbuka dan
bertanggung jawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik, lembaga
swadaya masyarakat, dan media massa. Membangun institusi demokrasi berarti
menciptakan dan menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.[9]
Perilaku atau budaya demokrasi merujuk pada berlakunya
nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah
masyarakat yang memiliki perilaku hidup, baik keseharian dan kenegaraannya
dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Henry B. Mayo menguraikan bahwa
nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan,
menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang minimal
dan memajukan ilmu. Membangun budaya demokrasi berarti mengenalkan,
mensosialisasikan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat. Upaya
membangun budaya demokrasi jauh lebih sulit dibandingkan dengan membangun
struktur demokrasi. Hal ini menyangkut kebiasaan masyarakat yang membutuhkan
waktu yang relatif lama untuk merubahnya. Bayangkan, Indonesia yang secara
struktur telah merepresentasikan sebagai negara demokrasi, namun masih banyak
peristiwa-peristiwa yang menggambarkan kebebasan yang semakin liar; kekerasan,
bentrokan fisik, konflik antar etnis/ras dan agama, ancaman bom, teror, rasa
tidak aman, dan sebagainya. Struktur demokrasi tidak cukup untuk membangun
negara yang demokratis. Justru, kunci utama yang menentukan keberhasilan sebuah
negara demokratis adalah perilaku/budaya masyarakatnya.
Untuk membangun budaya/perilaku masyarakat yang
demokratis, dibutuhkan metode pendidikan demokrasi yang efektif. Pendidikan
demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat
diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan
mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis, melalui
aktivitas menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan
nilainilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu
meliputi tiga hal; pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola
kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua,
demokrasi adalah sebuah learning process yang lama dan tidak
sekedar meniru dari masyarakat lain.Ketiga, kelangsungan demokrasi
tergantung pada keberhasila mentransformasikan nilai-nilai demokrasi pada
masyarakat.[10]
Pada tahap selanjutnya pendidikan demokrasi akan
menghasilkan masyrakat yang mendukung sistem politik yang demokratis. Sistem
politik demokrasi hanya akan langgeng apabila didukung oleh masyarakat
demokratis. Yaitu masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi serta
berpartisipasi aktif mendukung kelangsungan pemerintahan demokrasi di
negaranya.
Oleh karena itu setiap pemerintahan demokrasi akan
melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi kepada generasi muda.
Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar pada pengetahuan dan kesadaran
demokrasi warga negaranya. Pendidikan pada umumnya dan pendidikan demokrasi
pada khususnya akan diberikan seluas-luasnya bagi seluruh warganya. Warga
negara yang berpendidikan dan memiliki kesadaran politik tinggi sangat
diharapkan oleh negara demokrasi. Hal ini bertolak belakang dengan negara
otoriter atau model diktator yang takut dan merasa terancam oleh warganya yang
berpendidikan. Sosialisasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan demokrasi
adalah bagian dari sosialisasi politik negara terhadap warganya. Namun
demikian, pendidikan demokrasi tidaklah identik dengan sosialisasi politik itu
sendiri. Sosialisasi politik mencakup pengertian yang luas sedangkan pendidikan
demokrasi mengenai cakupan yang lebih sempit. Sesuai dengan makna pendidikan
sebagai proses yang sadar dan renencana,sosialisasi nilai-nilai demokrasi
dilakukan secara terencana, terprogram, terorganisasi secara baik khususnya
melalui pendidikan formal
Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan
penting dalam melaksanakan pendidikan demokrasi kepada generasi muda. Sistem
persekolahan memiliki peran penting khususnya untuk kelangsungan sistem politik
demokrasi melalui penanaman pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.[11]
2.4.Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup
menarik. Dalam upaya mencari bentuk
demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara RI, ada semacam trial
and error, coba dan gagal. Namun kalau direnungkan secara arif, ternyata untuk menuju ke sistem demokrasi yang
ideal perlu waktu yang cukup panjang.
Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah
perkembangan konsep demokrasi di
Amerika Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap sebagai negara demokrasi yang ideal sekali, di negar tersebut
sebenarnya masih banyak kekurangan. Untuk
menyusun konstitusi, amerika memerlukan waktu selama 11 tahun, untuk menghapus perbudakan memerlukan waktu
86 tahun, untuk memberi hak pilih kaum wanita
memerlukan 114 tahun, dan untuk menyusun draf konstitusi yang melindungi seluruh warga negara memerlukan waktu
selama 188 tahun.
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang tepat sejak tahun 1945
hingga sekarang masih
terantuk-antuk. Hal ini bukan karena ketidakseriusannya tetapi karena memerlukan waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia,
bagaimanapun juga tidak terlepas dari periodesasi
sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai periode pemerintahan massa revolusi
kemerdekaan, pemerintahan demokrasi liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan demokrasi
pancasila :[12]
1.
Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
Demokrasi liberal adalah paham
demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu, persamaan hukum, dan hak
asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut demokrasi
parlementer, karena lembaga yang memegang
kekuasaan menentukan terbentuknya dewan (kabinet) berada di tangan
parlemen atau DPR. Masa demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai
lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif.
Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik.
a.
Landasan
demokrasi liberal adalah
1)
maklumat
pemerintah tanggal 3 November 1945.
2)
konstitusi RIS
1949 (pasak 116 ayat 2), dan
3)
konstitusi UUD
sementara tahun 1950 (pasal 83 ayat 2).
b.
Ciri-ciri
demokrasi liberal adalah
1)
adanya golongan
mayoritas/minoritas, dan
2)
penggunaan
sistem voting,oposisi, mosi dan demonstrasi, serta multipartai.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai
gagal disebabkan :[13]
a.
Dominannya
partai politik.
b.
Landasan
sosial ekonomi yang masih lemah.
c.
Tidak
mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a.
Bubarkan
konstituante
b.
Kembali ke
UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
c.
Pembentukan
MPRS dan DPAS.
2.
Pelaksanaan demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Dekrit Presiden 5 juli 1959 merupakan tonggak terakhir
masa berlakunya demokrasi parlementer di Indonesia sekaligus awal berlakunya
demokrasi terpimpin. Demokrsai terpimpin adalah paham demokrasi yang berintikan
musyawarah mufakat secara gotong-royong antar semua kekuatan nasional progresif
devolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis).
Demokrasi terpimpin juga disebut demokrasi yang tidak
memperhatikan hak-hak asasi warga negaranya, dan tidak pula mengenal lembaga
kekuasaan dalam tata pemerintahannya. Demokrasi terpimpin berlangsung mulai
Juli 1959-april 1965.
Ciri khas Demokrasi Terpimpin
adalah:[14]
a.
Dominasi dari
presiden,
b.
Terbatasnya
peranan partai politi,
c.
Berkembagnya
pengaruh komunis, dan
d.
Meluasnya
peranan ABRI (TNI) sebagai unsur sosial politik.
e.
Adanya rasa
gotong royong,
f.
Tidak mencari
kemenangan atas golongan lain,
g.
Selalu mencari
sintesa untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat, dan,
Melarang propaganda anti nasakom, dan menghendeaki
konsultasi sesama aliran progresif revolusioner.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara
gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:[15]
a.
Dominasi
Presiden
b.
Terbatasnya
peran partai politik
c.
Berkembangnya
pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
a.
Mengaburnya
sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b.
Peranan
Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR.
c.
Jaminan HAM lemah.
d.
Terjadi
sentralisasi kekuasaan.
e.
Terbatasnya
peranan pers.
f.
Kebijakan
politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa
pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
3.
Pelaksanaan
demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan
keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi
harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III,
IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde
baru ini dianggap gagal sebab:
a.
Rotasi
kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
b.
Rekrutmen
politik yang tertutup
c.
Pemilu yang
jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas
d.
Tumbuhnya
KKN yang merajalela Sebab
jatuhnya Orde Baru
e.
Hancurnya
ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
f.
Terjadinya
krisis politik
g.
TNI juga
tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
h.
Gelombang
demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
4.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru
ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi
dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan
pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan
menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip
pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya
DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden
serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara
lain:
a.
Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi.
b.
Ketetapan
No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum.
c.
Tap MPR RI
No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.
d.
Tap MPR RI
No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI.
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata
yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos”
yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos”
yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demoscratos
(demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan
bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi. Ada lima corak atau model
demokrasi yaitu; demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial,
demokrasi partisipasi dan demokrasi konstitusional.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah
sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga
negara. Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat
berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan pada
generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai demokrasi. Pendidikan
demokrasi dapat saja merupakan pendidikan yang diintegrasikan ke dalam berbagai
studi, misal dalam mata pelajaran PPKn dan Sejarah atau diintegrasikan ke dalam
kelompok sosial lainnya.
Perkembangan demokrasi Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh sejarah sistem kepemerintahan yang dijalankan di Indonsesia yang
dijalankan sejak awal kemerdekaan sampai bergulirnya reformasi hingga saat ini.
Pada awal kemerdekaan (1950 – 1959) Indonesia menjalankan demokrasi Liberal, dilanjutkan dengan demokrasi
terpimpin (1959 – 1966). Pada masa pemerintahan orde baru (1956-1998) Indonesia
bertekad melaksanakan demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, namun
pada kenyataannya hal itu tidak sesuai harapan karena pemerintah cendrung
bertindak otoriter, lalu dilanjutkan masa reformasi (1998-sekarang) dimana pada
masa reformasi, demokrasi pada dasarnya demokrasi yang berlandaskan pada
Pancasila dan UUD 1945, dimana pada masa reformasi ini dilakukan penyempurnan
pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan
menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip
pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
3.2.Saran
Penulis menawarkan beberapa saran penting. Khususnya
yang berkaitan dengan persoalan kedaulatan rakyat sebagai tujuan dari demokrasi
itu sendiri. Saran tersebut anatara lain:
Pertama, apa yang menjadi kekurangan dan
sejarah kelam bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia dimasa lalu hendaknya
menjadi pembelajaran dan tidak diulang kembali. Kedua, hendaknya
masyarakat tidak terlalu eksklusif atau ekstrim dalam memandang perbedaan
keyakinan, agama, adat istiadat, perbedaan politik, dan lain sebagainya. Sebab,
perbedaan-perbedaan itu adalah bagian dari demokrasi. Ketiga, Sebaiknya bagi semua warga negara/masyarakat, dalam
pelaksanaan demokrasi, benar-benar menyuarakan isi hatinya jangan hanya karena
iming-iming hadiah berupa materi sehingga lupa apa yang seharusnya disuarakan.
dan Keempat, Bagi para elit politik
dan pemerintah, kiranya kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru
bekerjasama untuk membodohi dan menipu rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ahmad Syafii
Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Artis, 2014, Demokrasi
dan Konsitusi di Indonesia, Pekanbaru, UIN SUSKA Riau
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES
Internet
:
Kapita Selekta
Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi
dan Sistem Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id.
Mahfud dalam Rowland
B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Mohtar Maso'ed.1999.
Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rowland B. F.
Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id
Udin S. Winataputra
dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Zamroni dalam
Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES. hal. 144.
[2] Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 142.
[3] Tim
Pokja UIN Sunan Kalijaga, Pancasila dan
Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005),
hal.67
[4]R.Masri Sareb Putra (ed), Etika
dan Tertib Warga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal.148
[5] Artis, 2014, Demokrasi dan Konsitusi di Indonesia, Pekanbaru,
UIN SUSKA Riau, Hal. 38
[6] Prof Dr. Azyumardi Azra, MA, Demokrasi,
HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003),
hal.118
[7] Mohtar Maso'ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. hlm. 24.
[8] Tim
Pokja UIN Sunan Kalijaga, Op.cit, hal. 77
[9] Ibid,
hal 78.
[10] Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 153.
[11] Ibid
[12] Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B.
F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.
gunadarma.ac.id. Hal. 156.
[13] Ibid
[14] Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi
dan Sistem Pemerintahan Negara.
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 155.
[15] Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.
http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id. Hal. 158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar