BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak dipungkiri lagi, sebuah peradaban tidak lepas
dari sejarah. Karena sejarahlah yang membentuk sebuah peradaban. Seperti halnya
Perang Salib, yaitu peristiwa sejarah peradaban Islam pada masa klasik.
Begitu besarnya pengorbanan Islam demi berdirinya
Daulah Islamiyah. Tetapi, di era globalisasi ini, sejarah seperti dianggap
hanya hiasan masa lalu. Padahal, inti dari sejarah itu sangat berarti.
Maka dari itu untuk mengetahui lebih dalam tentang
sejarah peradaban Islam pada masa Perang Salib, disini kami akan membahasnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Timbulnya Perang Salib
2.
Sebab-sebab Perang Salib
3.
Periodisasi Perang Salib
4.
Jalannya Perang Salib
5.
Pengaruh Perang Salib thd Peradaban Islam
C.
Tujuan
1.
Memahami pengertian Perang Salib.
2.
Mengetahui penyebab Perang Salib.
3.
Mendeskripsikan peristiwa Perang Salib.
4.
Mengetahui dampak dari Perang Salib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perang salib
Perang salib ialah
serangkaian perang agama selama hampir 2 abat lebih sebagai reaksi terhadap
kristen eropa terhadap islam asia.
Menurut Philip K.Hitti
perang salib adalah reaksi dunia kristen di eropa terhadap dunia islam di Asia,
sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang di syiria dan Asia kecil,
tetapi juga di sepanyol dan sisilia.
Perang ini terjadi
karena sejumlah kota dan tempat suci kristen diduduki islam sejak 632, seperti
di suriah, asia Kecil, Spanyol, dan Sisilia. Militer Kristen menggunakan salib
sebagai simbol yang menunjukan bahwa perang ini suci dan bertujuan membebaskan
kota suci Baitul maqdis (Yerus Salim ) dari orang islam.
Peristiwa perang salib
terjadi pada masa daulah Bani Abbasiyah IV dalam kekuasaan Turki Bani Saljuk.
Perang salib awalnya
disebabkan adanya persaingan pengaruh antara islam dan Kristen. Penguasa islam
Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspensi yang kemudian dikenal dengan
“Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H ( 1071 ) mwnjadikan orang – orang Romawi
terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam
peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah 200.000.
Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang
Kristen terhadab umat islam, yang kemudian mencetuskan Perang salib.[1]
Pidato yang mungkin paling
besar hasilnya dalam sejarah ialah pidato Pous Urbanus II pada tanggal 26
November 1095 di Clemont (prancis selatan), orang-orang Kristen mendapat
suntikan untuk mengunjungi kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari orang-orang
bukan Kristen serta menaklukan mereka. Seruan bersama “Tuhan menghendaki yang
sedemikian” menggelora di seluruh negeri dan memiliki pengaruh psikologis, baik
di lapisan masyarakat bawah maupun atas. Di musim semi tahun berikutnya,
150.000 orang yang terdiri dari sebagian besar orang-orang prancis dan
berkumpul di konstaninopel. Perang salib pertama pun dimulai.
Perang salib berlangsung 200
tahun lamanya, dari mulai 1095-1293, dengan 8 kali penyerbuan. Perang tersebut
bertujuan untuk merebut kota suci palestin, tempat “tapak Tuhan berbijak”, dari
tamgan kaum muslim.[2]
B. Penyebab terjadinya
perang salib
Ada beberapa faktor
yang memicu terjadi perang salib. Adapun yang menjadi faktor terjadinya perang
salib ada tiga yaiti
1.
Faktor Agama
Sejak dinasti saljuk
merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M, Pihak kristen
merasa tidak bebaslagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk
menerapkan sejumlah peraturan yang di anggap mempersulit mereka yang hendak
berziarah ke baitul Maqdis.
2.
Faktor Politik
Kekalahan Bizantium
sejak 330 di sebutkan Konstanti Nopel (islambul) di Manzikart, wilayah Armenia,
pada 1071 dan jatuhnya Asia keil kebawah kekuasaan Saljuk telah mendorong
Kaisal Alexius I untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099); yang
menjadi paus antara tahun 1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaan di daerah penduduk Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu
Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan
Paus di Roma dan harapan untuk dapat pempersatukan kerajaan yunani dan Roma
Dan di pihak lain
kondisi islam pada waktu itu sedang melemah sehingga orang kristen di eropa
berani untuk ikut mengambil perang Salib.
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Para pedagang besar
yang berada di pantai timur laut Tengah, Terutama yang berada di kota Vanesia,
Genoa, Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai
timur dan selatan laut Tengah untuk memperluas jaringan dngan mereka. Sehingga
mereka mau membantu dalam perang salib, stratifikasi sosial mereka Eropa ketika
itu terdiri dari 3 kelompok yaitu: kaum kristen, kaum ksatria, serta kaum
jelata. Mereka mayoritas terdiri dari kaum jelata tapi kehidupan mereka sangat
tertindas terhina mereka harus tunduk terhadap aturan mereka sehingga saat
mereka mengambil bagian dari perang salib dengan janji mereka akan di beri
kesejahtraan dan kebebasan mereka menyambutnya dengan sepontan dan semangat.[3]
C. Periodisasi Perang
Salib
1.
Periode I
Periode pertama,
disebut periode penaklukan (1009-1144). Hassan Ibrahim Hassan dalam buku Tarikh
Al-Islam menggambarkan pasukan salib pertama yang dipimpin oleh Pierre I’ermite
sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman perang, tidak
disiplin, dan tanpa persiapan. Pasukan salib ini dapat dikalahkan oleh pasukan
Dinasti Saljuk.
Pasukan Salib berikutnya
dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini lebih merupakan militer yang
terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerusalem)
pada 7 Juli 1099.
Kemenangan pasukan
salib pada periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan berdirinya
kerajaan-kerajaan Latin-Kristen di timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis (1099)
di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1099) di bawah Raja Baldwin, dan
Tripoli (1099) di bawah kekuasaan Raja Reymond.[4]
2.
Periode II
Periode kedua atau
disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192). Kemenangan kaum muslimin ini,
terlihat jelas setelah munculnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Saladin) di Mesir
yang berhasil membebaskan Baitulmakdis pada 2 Oktober 1187.
Dalam perang salib ini
akhirnya pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan gencatan
senjata dan membuat pejanjian. Inti perjanjian damai itu adalah daerah
pedalaman akan menjadi milik kaum muslimian dan umat Kristen yang akan
berziarah ke Baitulmakdis akan terjamin keselamatannya. Adapun daerah pesisir
utara, Arce, dan Jaita berada di bawah kekuasaan tentara salib
3.
Periode III
Periode ketiga
(1193-1291) lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau
periode kehancuran didalam pasukan salib.
Dalam periode ini,
muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani,
yaitu Syajar Ad-Durr. Ia mampu menunjukkan kebesaran Islam dengan membebaskan
dan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negerinya, Perancis.[5]
D. Jalannya Perang Salib
Perang Salib yang berlangsung
dalam kurun waktu hamper dua abad, yakni antara 1095-1291 M, terjadi dengan
serangkaian peperangan.
Pada tahun 490 H/ 1096 M,
pasukan salib yang dipimpin oleh komamdan Walter dapat ditundukkan oleh
kekuatan Kristen Bulgia. Kemudian Peter yang mengomando kelompok kedua pasukan
salib bergerak melalui Hongolia dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil
menghancurkan setiab kekuatan yang menghalanginya. Seorang penguasa negri Nicea
berhasil menghadapinya bahkan sebagian pemimpin salib berkenan memeluk Islam
dan sebagian pasukan mereka terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun kemudian pada
tanggal 491 H/ 1097 M, pasukan Kristen di bawah komando Goldfrey bergerak dari
konstantinopel dan berhasil menaklukkan Antioch setelah mengepungnya selama 9
bulan.
Setelah berhasil menundukkan
Antioch pasukan salib bergerak ke Ma’arrat An-Nu’man, sebuah kota termegah di
Syria. Pasukan salib selanjubnya menuju Yerussalem dan dapat menaklukannya danagn
mudah.
Selama terjadi peperangan
tersebut, terjadi perselisihan antara sultan saljuk hal ini memudahkan pasukan
salib merebut wilayah islam. Dalam kondisi seperti ini datanglah Muhammad yang
berusaha mengabaikan komflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan
Saljuk untuk mengusir pasukan salib dan Baldwin penguasa yerussalem penganti Goldfrey
dapat di kalahkan
Sepeninggal Sultan Mahmud,
Tampil seorang perwira muslim yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah
Imaduddin Zanki, seorang anak dari pejabat tinggi siltan Malik Syah. Satu
persatu Zanki meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah
Eddesa pada tahun 539 H 1144 M.
Penaklukan Eddesa
merupakan keberhasilan Zanki yang terhebat, dalam penaklukan Eddesa Zanki tidak
berlaku kejam terhadap penduduknya sebagaimana tindakan pasukan salib. Dalam perjalanan penaklukan Kalat Jabir, Zanki terbunuh oleh tentaranya
sendiri.
Kepemimpinan Imaduddin Zanki
digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin Mahmud. Ia segera memainkan
peran baru sebagai penakluk. Keberhasilan Nuruddin menaklukkan koto Damaskus
membuat sang KHalifah berkenan memberi gelar kehormatan Al-Malik Al-Adil.
Shalahuddin, putra
Najamuddin Ayyub, lahir pada tahun 1167 M. Ayahnya adalah pejabat kepercayaan
pada masa Imanuddin Zanki , dan masa Nuruddin.
Shalahuddin memusatkan
perhatiannya untuk menyerang Yerussalem, da mana ribuan rakyat muslim dibantai
oleh pasukan salib Kristen. Setelah beberap[a lama terjadi
pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempur dan memohon kemurahan
hati sang sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk
melaksanakan dandamnya, sehingga Sultan pun memaafkan mereka.
Jatuhnya Yerussalem dalam
kekuasaan Shalahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh
Kristen. Sehingga Kaisar Jerman yang bernama Frendick Barbarosa, Philip August,
kaisar Pracis yang bernama Richrd, beberapa pembesar Inggris, membentuk
gabungan pasukan Salib.
Pada tanggal 14 Sebtember 1189
M. Shalahuddin terdesak oleh pasukan salib namun keponakannya bernama
Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan mengembalikan
hubungan dengan Acre. Kota Acre kembali terkepung selama hamper dua tahun.
Sekalipun umat muslim menghadapi situasi yang serba sulit selama pengepungan
ini, namun mereka tidak patah semangat. Sultan Shalahuddin merasa
kepayahan menghadapi perang ini, selama itu pasukan muslim dilanda wadah
penyakit dan kelaparan.
Setelah berhasil menundukkan
Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascolan dipampin Jenderal Richrd. Bersama
dengan itu Shalahuddin sedang mengarahkan pasukannya dan tiba di Ascolon lebih
awal. Ketika tiba di Ascolon, Richrd menapat kota ini telah di kuasai oleh
pasukan shalahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota ini, Richard mengirim
delegasi perdamaian menghadab shalhuddin. Akhirnya sang Sultan menerima tawaran
damai tersebut dan mengakhiri perang salib ke tiga.
“Hari kematian Shalahuddin
merupakan musibah bagi islam dan umat islam, sungguh tidak ad duka yang melanda
mereka setelah kematian empat kholifah pertama yang melebihi dika atas kematian
Saultan Shalahuddin .
Dua tahun setelah meninggalnya
Shalahuddin juga berkobar Perang Salib atas inisiatif Paus Celesti III. Namun ,
sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dan pasukan Kristen telah
berakhir dengan usainya Perang Salib tiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak
dikenal.[6]
E. Pengaruh Perang Salib
di Dunia Islam
Perang Salib yang terjadi sampai pada akhir abad XIII
memberi pengaruh kuat terhadap Timur dan Barat. Di samping kehancuran fisik,
juga meninggalkan perubahan yang positif walaupun secara politis, misi
Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam gagal. Perang Salib meninggalkan
pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa selanjutnya.
Akibat yang paling
tragis dari Perang Salib adalah hancurnya peradaban Byzantium yang telah
dikuasai oleh umat Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada masa kekuasaan
Turki Usmani tahun 1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung kebudayaan
Kristen Orthodox menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang dengan
sendirinya impian Paus Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan
paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang
merupakan akibat dari proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa,
mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang
pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum
muslimin berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis
industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa,
sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya
maju dan berada di puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang
Salib tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya
kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari
Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa
pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran
yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari kemenangan
tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun ekspedisi yang
bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah peradaban Timur ke
dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.
Di bidang seni,
kebudayaan Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu
terlihat pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja
di Armenia dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur
Romawi adalah hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang
bersumber dari dunia Islam.
Perang Salib memberi
kontribusi kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua
Amerika dan route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan.
Pelebaran cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan
penjelajahan samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya
negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur,
termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam,
Perang Salib telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera
terbaik. Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan
senjata yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu
didahului dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat
yang dalam limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat
lain.
Walaupun demikian, di
sisi lain Perang salib membuktikan kemenangan militer Islam di abad
pertengahan, yang bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada
masa Turki Usmani mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan
mendekati gerbang Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir
Timur Baltik yang tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa perang
salib bukanlah perang karena agama tetapi perang perebutan kekuasaan daerah.
Perang ini dinamakan perang salib karena angkatan perang tentara Nasrani
menggunakan tanda salib dan mendapat restu dari Paulus di Roma. Angkatan perang
ini terjadi sebanyak 8 kali.
Perang salib memakana waktu yang sangat lama. Membawa
pengaruh besar pada semaraknya lalu lintas perdagangan asia dan eropa. Mereka
banyak mengetahui hal-hal baru seperti adanya tanaman rempah-rempah dan
lain-lainnya.
B.
Saran
Penulis telah menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan.
Maka, penulis sangat mengharapkan saran dari para pembaca yang
bersifat membangun demi kesempurnaan ke masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
K. Hitti Philip
2001 Sejarah Dunia Arab Yogyakarta: Pustaka Iqra,
Munir Samsul, Drs, 2010
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH,
http://armayant.blogspot.com/2012/06/perang-salib-dan-pengaruhnya-terhadap.html (akses:1-6-2017/09:43)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar