BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kemajuan ilmu
pengetahuan merupakan salah satu yang menjadi tolak ukur masa keemasan Islam
yaitu pada masa Daulah Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dikembangkan dengan
pesat. Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berkembang adalah ilmu
kedokteran, sehingga khalifah pada masa itu mendirikan rumah sakit-rumah sakit.
Ibu Sina adalah seorang dokter dan
filosof dari masa Daulah Abbasiyyah, bahkan Ibnu Sina merupakan dokter dan
filosof yang paling terkenal di dalam dunia Islam. Secara umum kedokteran pada
mulanya hingga berabad-abad setelah itu sangat berkaitan dengan filsafat.
Sehingga hampir sebagian besar filosof Arab termasuk Al-Kindi dan Ibnu Rusyd
adalah dokter. Sehingga para Khalifah dan Sultan mengangkat mereka sebagai
dokter Negara, pendidik anak-anak mereka dan sekaligus sebagai penasehat
politik.
Salah satu pemikiran Ibnu Sina adalah
tentang Jiwa. Sebagai seorang dokter dan filosof, Ibnu Sina menjelaskan jiwa
dengan pembagian-pembagian nya.
Adapun batasan penulisan makalah ini
agar lebih terarah penulis hanya menjelaskan tentang: (1) Biografi Ibnu Sina,
(2) Karya-Karya Ibnu Sina, dan (3) Filsafat Jiwa Ibnu Sina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu sina
Ibnu Sina
mempunyai nama lengkap Abu Ali al-Husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali ibn
Sina. Sehingga nama ibnu Sina yang populer sampai sekarang merupakan kunyah kepada kakek buyutnya. Sedangkan di Barat Ibnu Sina
popular dengan sebutan Avicenna.
Ibnu Sina dilahirkan di desa Afsyanah
dekat Bukhara, Transoxania (dekat Bukhara) pada tahun 370 H bertepatan dengan
tahun 980 M. Ayahnya berasal dari kota Balakh kemudian pindah ke Bukhara pada
masa raja Nuh ibn Mansur dan diangkat oleh raja sebagai penguasa di Kharmitsan,
satu wilayah dari kota Bukhara. Di kota ini ayahnya menikahi Sattarah dan
mendapat tiga orang anak, yaitu Ali, Husein (Ibnu Sina), dan Muhammad.
Kelahiran Ibnu
Sina pada masa kekacauan, di mana kekuasaan Bani Abbasiyah mulai mundur dan
negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaannya mulai melepaskan diri untuk
berdiri sendiri. Dan kota Bagdad sebagai pusat pemerintahannya dikuasai oleh
golongan Bani Buwahi pada tahun 334 H sampai dengan tahun 447 H.
Ibnu Sina sejak muda telah menguasai
beberapa disiplin ilmu seperti matematika, logika, fisika, kedokteran
astronomi, hukum dan lain-lain. Bahkan pada usia 10 tahun Ibnu Sina telah hafal
Al-Qur’an. Pada usia 17 tahun dengan kepintarannya Ibnu Sina telah menguasai
teori dari ilmu kedokteran yang ada pada saat itu. Sehingga dengan keahliannya
dalam ilmu kedokterannya ia berhasil mengobati Pangeran Nuh ibnu Mansur setelah
semua dokter kerajaan tidak mampu mengobatinya. Karena keahliannya dalam ilmu
kedokteran tersebut sehingga ia diangkat sebagai Konsultan Dokter Praktisi dan
ia juga pernah diangkat sebagai Menteri olah Sultan Syams Al-Daulah yang
berkuasa di Hamdan.
Ibnu Sina meninggal dunia pada tahun
428 H atau bertepatan dengan tahun 1037 M pada usia 58 tahun. Dan jasadnya di
kebumikan di Hamdzan. Ibnu Sina meninggal dunia karena penyakit maag yang
merupakan dampak dari kerja kerasnya untuk urusan Negara dan ilmu pengetahuan.
Pada waktu siang ia bekerja dan pada malam harinya ia membaca dan menulis
hingga larut malam.
B.
Karya Tulis Ibnu Sina
Ibnu Sina
walaupun ditengah kesibukannya dalam bekerja di Pemerintahan, namun ia adalah
seorang penulis yang produktif sehingga ia tidak sedikit meninggalkan
karya-karya tulis yang sangat besar pengaruhnya kepada generasi sesudahnya,
baik di dunia Islam bahkan di Dunia Barat. Pada masa hidupnya Ibnu Sina telah
menulis 267 karya tulisnya dan diantara karya tulisnya yang terpenting adalah
sebagai berikut:
1)
Al-Syifa;
berisikan uraian tentang filsafat yang terdiri atas empat bagian: Ketuhanan,
Fisika, Matematika, dan logika
2)
Al-Najat;
berisikan keringkasan dari kitab Al-Syifa.
Karya tulis ini ditujukan khusus untuk kelompok terpelajar yang ingin
mengetahui dasar-dasar ilmu hikmah secara lengkap.
3)
Al-Qanun fi Al-Thibb; berisikan ilmu kedokteran yang terbagi atas lima kitab dalam berbagai
ilmu dan jenis-jenis penyakit dan lain-lainnya.
4)
Al-Isyarat wa Al-Tanbihat: isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah
C.
Jiwa Menurut Ibnu Sina
Ibnu sina
mendefinisikan jiwa sebagaimana Aristoteles yang telah mendefinisikannya pada waktu
sebelumnya. Menurut ibnu Sina Jiwa adalah kesempurnaan awal, karena dengannya
spesies (jins) menjadi sempurna sehingga menjadi
manusia nyata. Pengertian kesempurnaan menurut Ibnu Sina adalah sesuatu dengan
keberadaannya tabiat jenis menjadi manusia.
Jiwa merupakan
kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama yang
dengannya suatu spesies (jins) menjadi manusia yang berinteraksi
dengan nyata. Artinya jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh
sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, lantaran ia bisa dinamakan jiwa
jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku.
Jiwa juga
kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik atau bagi tubuh
alamiah dan bukan bagi tubuh buatan. Yang dimaksudkan Ibnu Sina dengan
mekanistik adalah bahwa fisik melaksanakan kesempurnaannya yang kedua atau
sifatnya yang berkaitan dengan manusia yang tidak lain dari berbagai perilaku
atau fungsinya dengan mediasi alat-alat tertentu yang ada di dalamnya, yaitu
berbagai tubuh yang melaksanakan berbagai fungsi psikologis.
Menurut ibnu
Sina jiwa berdasarkan genusnya terbagi kedalam tiga bagian. Pertama, jiwa
nabati, yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami dari aspek reproduksi,
pertumbuhan dan makan. Makanan merupakan suatu fisik yang menyerupai sifat
fisik yang dikatakan sebagai makanannya. Di sana ia bertambah menurut kadar
yang terurai darinya, bisa lebih banyak atau lebih sedikit. Kedua, jiwa hewani,
yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek persepsi terhadap
partikular-partikular dan bergerak atas kehendak sendiri. Ketiga jiwa rasional
(insani), yaitu kesempurnaan utama bagi fisik alami mekanik dari aspek
melakukan aktivitas-aktivitas yang ada atas pilihan menurut pertimbangan dan kesimpulan
menurut pikiran, serta datri aspek persepsi terhadap hal-hal universal.
a)
Jiwa Nabati (Tumbuh-tumbuhan)
Jiwa Nabati
(tumbuh-tumbuhan) mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Ibnu Sina telah mendefinisikan jiwa tumbuh-tumbuhan sebagai
kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari
aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki tiga daya,
yaitu:
1)
Daya Nutrisi, yaitu daya yang mengubah makanan menjadi
bentuk tubuh, dimana daya tersebut ada di dalamnya
2)
Daya penumbuh, yaitu daya yang menambah kesesuaian pada
seluruh bagian tubuh yang diubah karena makanan, baik dari segi panjang, lebar
maupun volume
3)
Daya reproduktif, yaitu daya yang mengambil dari tubuh
suatu bagian yang secara potensial sama, sehingga terjadi proses penciptaan dan
pencampuran yang membuatnya sama secara nyata.
4)
b)
Jiwa Hewani
Jiwa hewani
mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan, sedangkan pada
tumbuh-tumbuhan tidak ada sama sekali. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa hewani
sebagai sebuah kesempurnaan awal bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik
dari satu sisi, serta merangkap berbagai parsilitas dan bergerak karena
keinginan. Jiwa hewani memiliki dua daya, yaitu daya penggerak dan daya
persepsi.
a.
Daya penggerak, yaitu terdiri dari dua bagian pertama, pengerak (gerak fisik) sebagai pemicu dan penggerak
pelaku. Kedua, Daya tarik (hasrat) yaitu daya yang terbentuk di dalam khayalan
suatu bentuk yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, maka hal tersebit akan
mendorongnyauntuk menggerakkan. Pada Daya tarik (hasrat) ini terbagi menjadi
dua sub bagian yaitu Daya Syahwat dan Daya Emosi.
b.
Daya persepsi terbagi menjadi dua bagian, pertama daya
yang mempersepsi dari luar, yaitu pancaindera eksternal seperti mata (penglihat),
telinga (pendengar), hidung (pencium), lidah (pengecap) dan kulit (peraba).
Kedua, daya yang mempersepsi dari dalam yaitu indera batin semisal indera
kolektif, daya konsepsi, daya fantasi, daya imajinasi (waham) dan memori.
c)
Jiwa Rasional (Insani)
Jiwa rasional
mencakup daya-daya yang khusus pada manusia. Jiwa rasional melaksanakan fungsi
yang dinisbatkan pada akal. Ibnu Sina mendefinisikan jiwa rasional sebagai
kesempurnaan pertama bagi tubuh alamiah yang bersifat mekanistik, dimana pada
suatu sisi ia melakukan berbagai prilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar
pikiran dan kesimpulan ide, namun pada sisi yang lain ia mempersepsi semua
persoalan universal. Pada jiwa rasional mempunyai dua daya, yaitu daya akal
praktis dan daya akal teoritis.
1.
Daya akal praktis cenderung untuk mendorong manusia untuk
memutuskan perbuatan yang pantas dilakukan atau ditinggalkan, di mana kita bisa
menyebutnya perilaku moral.
2.
Daya akal teoritis, yaitu: akal potensial (akal hayulani), akal bakat (habitual), akal aktual dan akal perolehan.
Daya-daya jiwa
ini bukanlah daya-daya yang berdiri sendiri, tetapi mereka bekerja sama dan
harmonis. Masing-masing saling melayani dan saling memimpin bagi seluruh daya
psikis. Masing-masing daya psikis saling melayani. Lalu, akal bakat (bi al-malakah) melayani akal aktual, dan akal
material (hayulani) melayani akal bakat.
Akal praktis melayani semua akal,
karena hubungan biologis bertujuan untuk menyempurnakan akal teoritis, dan akal
praktis mengatur hubungan tersebut. Sedangkan waham melayani akal praktis. Ia juga melayani dua daya, yaitu
kekuatan setelahnya atau memori yang menyimpan berbagai makna parsial yang
dipersepsi waham, dan kekuatan sebelumnya atau semua daya hewani.
Daya fantasi dilayani dua daya, yaitu
daya hasrat dan daya konsepsi. Daya hasrat melayani daya fantasi dengan
mengikuti semua perintahnya karena membangkitkannya untuk bergerak. Sedangkan
daya konsepsi melayani daya fantasi dengan menerima penyusunan dan pemisahan
sketsa-sketsa inderawi yang tersimpan di dalamnya.
Sementara itu daya konsepsi dilayani
oleh indera kolektif dan daya kolektif dilayanioleh panca indera eksternal.
Daya hasrat dilayani olehsyahwat dan emosi, sedangkan syahwat dan emosi
dilayani oleh daya gerak yang ada di dalam otot dan saraf. Kemudian daya hewani
secara keselurahan dilayani oleh daya nabati. Adapun daya yang pertama dan
memimpin daya hewani adalah daya generative, daya nabati dilayani oleh daya
generative dan daya nutrisi dilayani oleh semua daya.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian
makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ibnu
Sina adalah seorang filosof dan dokter yang hidup pada masa Daulah Abbasiyyah
yang sangat berpengaruh di dalam dunia Islam. Salah satu pemikiran Ibnu Sina
yang berpengaruh sampai sekarang adalah tentang jiwa.
2.
Menurut ibnu Sina Jiwa adalah kesempurnaan awal, karena denganny aspesies (jins) menjadi sempurna sehingga menjadi manusia nyata. Jiwa
merupakan kesempurnaan awal, dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama
yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi
manusia yang berinteraksi dengan nyata. Artinya jiwa merupakan kesempurnaan
awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa,
lantaran ia bisa dinamakan jiwa jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku
dari berbagai perilaku.
3. Ibnu Sina
membagi Jiwa ke dalam tiga Bagian, yaitu: Jiwa Nabati, Jiwa Hewani dan Jiwa
Rasional.
Advertisements
DAFTAR PUSTAKA
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Dahlan, Abdul Azis, Filsafat” dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Cet. Ke. 2 Jilid. 4, Jakarta: Ikhtiar
Baru Van Hoeve, 2003
Fakhry, Majid, Sejarah
Filsafat Islam terj. R. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986
Mustofa, A. Filsafat Islam,
Bandung: Pustaka Setia, 2004
Nasution, Harun, Filsafat dan
Mitisisme dalam Islam, Cet. Ke IX, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
Tidak ada komentar:
Posting Komentar