Selasa, 06 Juni 2017

MAKALAH TAFSIR TAKWIL DAN TERJEMAHAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan juga bahwa al Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
            Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. dengan media malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah SWT. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian Al- Qur`an tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah azza wa jalla sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana . Bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara dengan selamat dan tanpa tersesat apabila peta yang diberikan tidak digunakan, didustakan, ataupun menggunakan peta yang jelas-jelas salah atau berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya? Oleh karena itu, keaslian dan kebenaran al Qur`an terdeterminasi dengan pertimbangan di atas agar manusia tidak tersesat dalam mengarungi kehidupannya ini dan selamat dunia-akhirat.
            Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Quran tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global, sedangkan kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari pandangan makna-makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman maka tidaklah mengherangkan jika Al-Quran mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang mudah dipahami.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  TAFSIR.

A.       Pengertian Tafsir.

Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsira yang berarti keterangan atau uraian.[1]
Dan secara bahasa, tafsir  berarti penjelasan, penyingkapan (yang tersembunyi), menampakan makna yang logis.[2] Tafsir juga pada dasarnya, berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).

Sedangkan secara istilah, pengertian tafsir, terdapat beberapa pendapat ahli, yakni:[3]
a.      Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashili:
التفسير شرح القران وبيان معناه والافصاح بما يقضيه بنصه أوأشارته أونحوا.
Tafsir adalah menjelaskan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuanya.[4]

b.      Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih:
اَلتَّفسير فى الحقيقة أنما هو شرح اللفظ المستلف عندالسامع بما هو افصح عنده بما يرادفه اويقاربه أوله دلآ لة عليه با حدى طرق اللالةز
Tafsir pada hakekatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah (petunjuk/menunjukan) lafazh tersebut.

c.       Menurut Abu Hayyan:
الفسير فى الاءصطلاح علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ القران ومد لولاتها وأحكامها الاءفرادية والتركيبية ومعانيها التي تحمل عليها حالة التركيب
Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Quran serta cara mengungkapkan petunujuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna makna yang terkandung di dalamnya.

d.      Menurut Az-Zarkasyi:
علم يفهم به كتاب الله المنزل على نبيه محمد ص,م. وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, seta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.[5]
        Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam Al-Quran.

B.        Macam-Macam Tafsir.

Secara umum tafsir dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu:
a.      Tafsir bi al-Matsur (bi al-Riwayah).
Tafsir bi al-Matsur (bi al-Riwayah) adalah suatu tafsir yang berasal dari Al-Quran sunnah Nabi atau perkataan sahabat yang menjadi penjelasan bagi kehendak Allah SWT. Jadi Tafsir bi al-Matsur (bi al-Riwayah) pada dasarnya ialah suatu tafsir yang didapatkan dari Al-Quran sendiri, atau dari sunnah Nabi (yang benar) atau yang berasal dari perkataan sahabat r.a.

b.      Tafsir bil al-Rayi (bi al-Dirayah).
Pengertian Tafsir ini dikemukakan oleh al-Zahabi yakni:
suatu ungkapan tentang tafsir al-Quran dengan itjthad setelah seorang mufassir mengetahui percakapan orang Arab dari berbagai seginya, mengetahui lafazh-lafazh bahasa Arab serta seluruh sisi dalalatnya, dengan dibantu oleh syiirsyiir Jahiliy mengetahui asbab al-Nuzul, serta mengetahui al nasikh dan al mansukh dari ayat-ayat Al-Quran, dan lain sebagainya dari persyaratan-persyaratan yang diperlukan oleh seorang mufassir (al-Zahabi, 1985: 246).
Dari definisi diatas berarti Tafsir bil al-Rayi adalah suatu tafsir yang dilakukan dengan ijtihad dari seorang mufasir yang mempunyai pengetahuan luas dalam bidang bahasa Arab maupun ilmu agama serta memiliki persyaratan-persyaratan yang diperlukan oleh seorang mufassir.

C.        Syarat-Syarat Menjadi Mufassir (Ahli Tafsir).

Beberapa syarat menjadi ahli tafsir ( mufassir )antara lain :
·         Memiliki akidah yang bersih
·         Tidak mengikuti hawa nafsu
·         Ahli tafsir ( Mufassir ) memahami ushul at-tafsir
·         Cerdas dalam ilmu riwayat dan dirayah hadits
·         Mufassir memahami ushuluddin
·         Ahli tafsir ( Mufassir ) mengerti ushul fiqh
·         Menguasai bahasa arab dan ilmunya[6]
Para ulama salaf senantiasa berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, maka dengan syarat ketat tersebut diharapkan sebagai media untuk mengetahui pengertian dan kekhususan susunan kalimat serta mengetahui bentuk bentuk kemukjizatan Al-Quran.


2.2  TAKWIL.

A.    Pengertian Takwil.
        Takwil menurut lughat adalah menerangkan, menjelaskan. Diambil dari kata awwala-yuawwilu-takwilan. Al-Qaththan dan Al-Jurjani berpendapat bahwa arti tawil menurut lughat adalah al-ruju ila Al-ashl (berarti kembali pada pokoknya). Sedangkan menurut Az-Zarqani berpendapat secara bahasa adalah sama dengan arti tafsir.
Adapun menurtut istilah, ada banyak para ahli yang berpendapat, antara lain:
a.      Menurut Al-Jurzani:
صرف اللفظ عن معناه الظاهر ألى معناه يحتمله أذاكان المحتمل الذي يراه موافقابالكتاب والسنة
Artinya :
   “Memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah”.


b.      Menurut Definisi Lain:
التأ ويل ترجيع الشيء ألى غايته بيان مايراد منه

Artinya :
“Takwil ialah mengembalikan sesuatu ghayahnya (tujuanya), yakni menerangkan apa yang dimaksud”.

c.       Menurut Ulama Salaf:
1.      Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai dengan makna lahirnya ataupun bertentangan. Definisi takwil seperti ini sama dengan definisi tafsir.
2.      Hakikat sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.

d.      Menurut Ulama Khalaf:
صرف اللفظ عن المعنى الراجح ألى معنى الدليل يقترن به

Artinya:
“Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.”





Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat di simpulkan bahwa pengertian takwil secara istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu. Dengan kata lain, takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan makna lahiriyah, bahkan penggunaan secara masyhur kadang-kadang diidentikan dengan tafsir.[7]

B.     Syarat-Syarat Takwil.

Adapun syarat-syarat takwil adalah :
1.   Lafaz itu dapat menerima takwil seperti lafaz zhabir (menunjukkan maksud) dan lafaz hash (menunjukan makna) serta tidak berlaku untuk muhkam dan mufassar.
2.   Lafaz itu mengandung kemungkinan untuk di-takwil-kan karena lafaz tersebut memiliki jangkauan yang luas dan dapat diartikan untuk di-takwail. Serta tidak asing dengan pengalihan kepada makna lain tersebut.
3.   Ada hal-hal yang mendorong untuk takwil seperti :
a.       Bentuk lahir lafaz berlawanan dengan kaidah yang berlaku dan diketahui secara dharuri, atau berlawanan dengan dahlil yang lebih tinggi dari dahlil itu.Contohnya: suatu hadis menyalahi maksud hadis yang lain, sedangkan hadis itu ada kemungkinan untuk di takwil kan, maka hadis itu di takwil kan saja ketimbang ditolak sama sekali.
b.      Nash itu menyalahi dalil lain yang lebih kuat dilalah-nya.Contohnya: suatu lafaz dalam bentuk zhabir diperuntukan untuk suatu objek, tetapi ada makna menyalahinya dalam bentuk nash.
c.    Lafaz itu merupakan suatu nash untuk suatu objek tetapi menyalahi lafaz lain yang mufassar.
       Dalam semua bentuk itu berlakulah takwil.
4. Takwil itu harus mempunyai sandaran kepada dahlil dan tidak bertentangan dengan dahlil yang ada.


2.3     TERJEMAH.
A.    Pengertian Terjemah.
Menurut bahasa terjemah adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain.  Atau berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan menurut Ash-Shabuni, terjemah Al-Quran adalah :




B.     Macam-Macam Terjemah.

Pada dasarnya ada tiga penerjemahan, yaitu:
a.       Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, adalah menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkanya, tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah semacam ini (dengan corak lain) sinonim dengan tafsir.
b.      Terjemah harfiyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata-kata sinonimnya (muradif)-nya ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c.       Terjemah harfiyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memerhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan penerjemahnya.

C.     Syarat-Syarat Penterjemah.
a.       Penterjemah haruslah bersifat jujur dalam kegiatanya.
b.      Mempunyai kemampuan yang sama terhadap kedua bahasa dalam hal kosa kata, kaedah-kaedah dan rasa bahasa.
c.       Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa yang diterjemahkan.
d.      Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
e.       Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.
f.       Penterjemah haruslah mempunyai ilmu pengetahuan agama dan umum yang luas (persyaratanya mendekati persyaratan seorang musafir).

D.    Manfaat atau Faedah Terjemah.
a.       Dapat menyingkap tabir tentang Islam bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Arab.
b.      Menghilangkan rasa ragu terhadap persoalan agama.
c.       Memberikan penerangan agama bagi non muslim.
d.      Menghilangkan tabir penghalan yang dibuat-buat.

E.     Hukum Menterjemahkan Al-Quran.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa dari hasil terjemah harfiyah, jelas bahwa hukumnya haram. Karena selain bisa mengaburkan makna yang semestinya, juga tidak bisa dipahami.
Sedangkan terjemahan maknawiyah, jelas terjemahan ini banyak dilakukan, guna penyebaran agama Islam, dan banyak memberikan manfaat bagi umat Islam lainya. Maka hukumnya fardhu kifayah, bahkan fardhu ain bagi seorang ulama yang ditokohkan.[8]


2.4.      PERBEDAAN TERJEMAH, TAFSIR, DAN TAKWIL.

Adapun perbedaan antara tafsir, terjemah, dan takwil, adalah sebagai berikut:
a. Terjemah lepas dari bahasa semula. sedangkan tafsir dan takwil kadang-kadang masih dalam bahasa semula.
b. Terjemah tidak memberikan uraian yang lebih dari pokok bahasa, sedangkan tafsir banyak memberikan pokok-pokok bahasan, demikian juga Takwil.
c. Terjemah hanya dapat menampung salah satu dari indikasi yang termuat dalam suku kata atau ayat, sedangkan tafsir sebaliknya.
d. Terjemah hanya memuat pengertian yang umum tidak terperinci sebagaimana dalam tafsir.


























BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Al-Qur`an sebagai hudan-linnas dan hudan-lilmuttaqin, maka untuk memahami kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, takwil, dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sehingga kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat sasarannya.
            Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat al-Qur`an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena hanya merubah arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata terjemah dan takwil , dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain sebagainya dibahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT tersebut.

3.2. Saran
            Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, takwil dan terjemah. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

















DAFTAR PUSTAKA

       Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Quran,Jakarta, Bulan       Bintang,Bandung,1994, Hal.178
       Rosihon Anwar, Ulum Al-quran. Bandung, Pustaka Setia. 2012.
       Isa Anshori Mutaal, Ulumul Quran. Palembang, IAIN Raden Fatah Press. 2003.
       Kadar M. Yusuf, Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. 2012.
       Abu Anwar, Ulumul Quran, Jakarta: Amzah. 2009.



[1] Rosihon Anwar, Ulum Al-quran. Bandung: Pustaka Setia. 2012. Hal. 209
[2] Isa Anshori Mutaal, Ulumul Quran. Palembang: IAIN Raden Fatah Press. 2003. Hal. 81
[3] Rosihon Anwar, Ulum Al-quran. Op. Cit.
[4] Ash-Shiddieqy, TM Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Quran,Jakarta, Bulan Bintang,Bandung,1994, Hal.178
[5] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Quran. Jakarta: Amzah. 2012. Hal. 121
[6] Abu Anwar, Ulumul Quran, Jakarta: Amzah. 2009. Hal. 102
[7] Rosihon Anwar, Ulum Al-quran. Op. Cit. Hal. 212
[8] Isa Anshori Mutaal, Loc. Cit. Hal. 85

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...