BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam buku sejarah umat Islam dan Kristen, ada sejarah besar yang
tersimpan. Didalamnya banyak terdapat polemik dan konflik yang membawa keduanya
kedalam perseteruan besar. Perang Salib adalah salah satu peperangan yang terjadi
gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim untuk menjadikan
tempat-tempat suci umat Kristen dan terutama Yerusalem masuk kedalam wilayah
perlindungan mereka. Secara terpintas perang ini terkesan sebagai perang agama,
namun sesungguhnya latar belakangnya itu beragam. Ada tiga faktor terjadinya
perang salib yaitu faktor agama, politik, dan ekonomi.
Sejak awal, Perang Salib membentuk babak penting dalam dua sejarah yang
berbeda namun saling berhubungan, yaitu Barat dan Timur. Bagi Barat, Perang
Salib merupakan bagian dari evolusi Eropa barat abad pertengahan. Namun bagi
Timur, Perang Salib merupakan sebuah peranan sementara tapi tidak terlupakan.
Dari beberapa faktor dan pandanagan tersebut pemakalah akan sedikit
memberikan gambaran tentang sejarah terjadinya perang salib ke I sampai perang
salib ke VIII.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi Islam sebelum terjadinya Perang Salib?
2.
Apa penyebab umum dan fator-faktor terjadinya Perang Salib?
3.
Bagaimana Periodisasi Perang Salib?
4.
Apa saja akibat terjadinya Perang Salib?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui kondisi Islam sebelum terjadinya Perang Salib.
2.
Mengetahui penyebab umum dan faktor-faktor terjadinya Perang Salib.
3.
Mengetahui Periodisasi Perang Salib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Periode sebelum perang salib
Sebelum terjadi perang besar di antara dua umat tersebut, pertamakali
bangsa Eropa yang mayoritas beragama Kristen dan Islam di Timur bertemu.
Pertemuan itu terjadi akibat kebijakan-kebijakan ekspansi negara muslim baru
yang terbentuk setelah wafatnya Nabi Muhammad (w.632 M).
Satu abad kemudian, orang-orang Islam telah menyeberangi barisan pegunungan
di antara Prancis dan Spanyol dan menaklukan wilayah-wilayah yang membentang
dari India utara hingga Prancis selatan. Dua ratus tahun berikutnya, kekuasaan
Islam secara meluas hingga bisa membentuk kesejahteraan dari tahun 750 dan
seterusnya yang dibawah pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Namun pada abad kesepuluh dan kesebelas, perpecahan mulai terjadi di tubuh
Dinasti Abbasiyah di Baghdad terus berlangsung. Kondisi tersebut memicu
timbulnya renaissance Kristen di Spanyol dan bangsa Eropa di Mediterania timur.[1]
Jalur-jalur perdagangan diikuti dengan keberhasilan di bidang kelautan berhadapan
dengan kaum muslim. Bangsa Norman merebut Sisilia dari tangan kaum muslim dan
kaum Kristen di utara Spanyol merebut kembali Toledo dan tidak tertahankan lagi
bergerak ke selatan. Tetangga dekat dunia Islam, Byzantium berhasil melakukan
penyerbuan ke utara Suriah pada akhir abad kesepuluh dan dalam waktu yang tidak
lama menguasai kota-kota di negeri itu.
Selama abad-abad pertama kekuasaan kaum muslim, para peziarah Kristen dari
Eropa mengunjungi tempat suci agama mereka di Yerusalem dan Tanah Suci. Di sisi
lain terdengar kabar tentang gaya hidup yang luar biasa dan tingginya kemajuan
peradaban dunia Islam sampai ke Eropa. Dan abad kesebelas, Paus dan
kerajaan-kerajaan Eropa juga mendapat kabar kemunduran dan desentralisasi
kekuasaan militer dan politik umat Islam.[2]
Pada abad ini juga banyak sekali ditemukan tanda-tanda kemunduran dan
kehancuran dari Islam. Seperti dalam kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang menganut
Syiah Ismailiyah yang ditentang oleh kaum Sunni dan Khalifah Abbasiyah dan
masih banyak perselisihan intemal dalam Islam sendiri.[3]
B. Penyebab secara umum
terjadinya perang salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang
memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad
ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan
kaum Muslim dan mendirikan Gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena
setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib
pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[4]
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi
kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya
terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama,
ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar
ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib”
lainnya yang tidak bemomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa
Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa Tentara Salib dan Tentara Muslim
saling bertukar ilmu pengetahuan.[5]
Selain faktor perebutan kekuasaan, dalam buku yang ditulis Carole
Hillenbrand dijelaskan, bahwa Kepausan memiliki alasan yang mendorong untuk
menyerang umat Islam. Maklumat penting telah dikelurkan Paus Urbanus II pada
tanggal 17 November 1097 di Clermont menyeru umat Kristen agar membebaskan kota
Yerusalem dari penindasan umat Islam.[6]
Namun versi Barat mencatat pada tahun 1905 Paus Urbanus II menyerukan maklumat
perang sucinya.[7]
Kemudian, mulailah rangkaian operasi militer oleh kaum Eropa barat melawan
Islam Timur Dekat yang kemudian disebut sebagai Perang Salib.[8]
Salah satu contoh dari faktor tersebut yang mendorong umat Kristen untuk
melancarkan serangan ke wilayah Islam seperti ketika Paus mendengar kabar bahwa
reputasi buruk dari Dinasti Fatimiyah yang pada saat itu dibawah kepemimpinan
al-Hakim telah menghancurkan Gereja Makam Suci Yerusalem pada 1009-1010.[9]
Secara singkat pada akhir dekade abad kesebelas Islam mulai menunjukan
kelemahan, ketidakstabilan dan perpecahan poltik yang sebelumnya tidak terjadi.
Pertikaianpun dalam perebutan kekuasaan Islam Timur dan Mesir juga terjadi.
Dengan semangat yang lebih berkobar kaum Eropa barat melawan Islam Timur Dekat
yang kemudian dikenal sebagai Perang Salib.[10]
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi
dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini.
Karena konfilk intemal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan
politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat)
bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota
Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan
kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama
yang bertolak tanpa restu resmi dari Gereja Katolik, dan menjadi contoh
preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan
perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik intemal antara
kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan
persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib
Kelima.[11]
C. Faktor Penyebab Terjadinya Perang Salib
1.
Faktor Agama
Salah satu faktor agama yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah
perebutan Bait al-Maqdis oleh Dinasti Saljuk (w. 471 M) dari Dinasti Fatimiyah.
Karena, Bait al-Maqdis adalah tempat orang-orang Kristen dapat berziarah suci.
Mereka merasa tidak nyaman ketika kekuasaan Bait al-Maqdis jatuh ke tangan
Dinasti Saljuk dengan peraturan yang telah di buat. Dari situlah yang mendorong
Paus Urbanus II (w. 1095 M) untuk mengajak seluruh Umat Kristiani Eropa
melancarkan serangan Perang Salib Pertama.[12]
2.
Faktor Politik
Faktor dari politik ini muncul
ketika Dinasti Saljuk yang telah menguasai Byzantium yang mengancam kota
Konstantinopel. Sehingga Kaisar Alexius I minta bantuan kepada Paus II untuk
melakukan Perang menentang aggressor muslim.[13]
3.
Faktor Ekonomi
Pada saat itu perdagangan dikuasai oleh pedagang besar muslim yang ingin
menguasai kota dagang sepanjang pantai timur dan selatan laut tengah terutama
di kota Venerica, Genoa dan Pisa. Berawal dari ketidak terimaan dari bangsa
Kristen Eropa inilah sehingga terbentuknya misi dari mereka untuk memerangi
Islam.[14]
D. Periodisasi Perang Salib
1.
Perang Salib Periode Pertama
Kondisi Umum Dunia
Islam Menjelang Perang Salib Pertama.
Secara umum Perang Salib pertama di menangkan oleh
pihak barat (umat Kristen), karena waktu itu kaum Muslim tengah mengalami
perpecahan dan kemunduran akibat kehilangan para pemimpin yang benar-benar kuat
dan karena terjadinya pertikaian agama. Kalau saja Tentara Salib datang sepuluh tahun lebih awal, pasti mereka
mendapat perlawanan keras karena bersatunya berbagai kelompok di negara yang
diperintah oleh Maliksyah, Sultan besar dari tiga Sultan Besar Turki Saljuk.
Wilayah kekuasaan Barat meliputi Irak, Suriah, dan Palestina.[15]
Penyebab Langsung Perang Salib Pertama.
Penyebab langsung dari
Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II
untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi Tentara Muslim ke
dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena
sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan
Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang
hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan
Tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari Tentara Romawi, Ghuz,
al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia
Kecil (Turki modem). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung
antara Gereja Katolik Barat dengan Gereja Ortodoks Timur, Alexius I
mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang
didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I.[16]
Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan
Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah
Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan
dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi
bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Jalannya Perang Salib Pertama.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para
pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan
Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan
León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan
penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang
meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan.
Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki
taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini
merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang
kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh
faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur.
Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari
karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati
dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.[17]
Islam juga sangat menyadari ketika pertempuran itu berlangsung, Tentara
Salib berjumlah besar telah lebih dulu menduduki Konstantinopel dan mereka juga
menuju Suriah melalui Anatolia. Di Anatolia, pasukan Salib di ganggu oleh
bangsa Turki yang dilakukan oleh Qilij Arslan I ia menuju terowongan, jalur dan
jalan yang harus dilalui kaum Frank, dan sama sekali tidak menunjukan rasa
belas kasihan kepada mereka yang tertangkap di tangannya. Pasukan Turki juga
membakar armada-armada Tentara Salib dan menghadang jalur-jalur perairan.
Armada-armada kaum Frank muncul di pelabuhan konstantinopel dengan membawa
300.000 pasukan. Pemimpin mereka ada enam. Mereka berjanji kepada Byzantium
bahwa mereka akan menyerahkan benteng pertama yang mereka taklukan kepadanya
tetapi mereka tidak menepati janji tersebut.[18]
Meskipun Perang Salib pertama dilancarkan dengan sejumlah pemimpin di
lapangan, termasuk Raymond dari Toulouse, Bohemond dari Sisilia, dan Godfrey
dari Bouillon, mencapai keberhasilan militer yang bemilai penting pada saat
manusia berada dalam perjalanan melalui Anatolia. Dan akhimya banyak
Wilayah-wilayah besar dikuasai Tentara Salib seperti Antiokhia, kota Saljuk di
Iznik dan juga wilayah Tripoli tempat dimana didirikan Negara Salib terakhir
oleh kaum Frank tahun 1109. Mereka juga mendirikan empat kerajaan Temtara Salib
di Timur Dekat yaitu Yerusalem, Edessa, Antiokhia, dan Tripoli. Namun, meski
Tentara Salib mengalami kemenangan, Tentara Salib tak mampu menaklukan dua kota
utama yaitu Aleppo dan Damaskus.[19]
2.
Perang Salib Periode Kedua
Periode ini bisa dikatakan sebagai periode reaksi umat Islam atas Pasukan
Salib. Karena, pada periode pertama kemenangan di pihak orang Kristen. Di bawah
komando Imaduddin Zanki Islam berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada
tahun 1144 M. Kemudian setelah Imaddudin meninggal pada tahun 1146 digantikan
oleh anaknya Nuruddin Zanki.[20]
Nuruddin menggabungkan politik senjata yang kuat dengan propaganda agama yang
sangat lihai. Dalam konteks ambisi pribadi dan keluarga, ia berhasil menguasai
daerah Anthiokia (w. 1149), Damaskus (w. 1154) dan Mesir (w. 1169), ia juga
mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin kaum muslim di Suriah.[21]
Kemudian Nuruddin dan Tentara Salib memusatkan perhatiannya ke mesir dan
dinasti Fatimiyah. Ascalon di taklukan kaum Frank pada 1153 dan beberapa di istana
Fatimiyah memberikan bantuan akomodasi untuk mereka. Sementara yang lain
meminta bantuan dari Nuruddin.[22]
Selain Nuruddin, pahlawan islam lain yang terkenal sukses melawan Tentara
Salib adalah Shalahudin al-Ayyubi. Debut Shalahudin ketika di mintai bantuan
Nuruddin bersama Syirkuh untuk melawan pasukan Syawar (Wazir Dinasti
Fatimiyah). Kemudian, Shalahudin berhasil membebaskan Bait al-Maqdis tanggal 2
Oktober 1187, dan menguasai Dinasti Fatimiyah[23]
(versi Carole Hillenbrand pada tahun 1171.
Keberhasilan Shalahudin mengalahkan Pasukan Salib membuat umat Kristen
geram, dan menggalang pasukan kembali untuk menyerang Islam. Di bawah
kepemimpinan raja Eropa yang besar yaitu Frederick I, Richard I, Philip II
telah terbagi dalam Ekspedisi yang memiliki beberapa divisi. Frederick I
memimpin divisi darat dan yang lain memimpin divisi laut. Frederick I tewas
dalam perjalanannya di dekat kota al-Ruha’. Sedangkan Richad dan Philip bertemu
di Sicilia, mereka menempuh jalur darat. Karena terjadi kesalahpahaman antara keduanya,
mereka akhimya berpisah. Richad menuju Cyprus, sedangkan Philip menuju Akka. Di
Akka, pasukan Philip bertemu dengan pasukan Shalahudin dan tak lama pasukan
Richad datang yang akhimya terjadi pertempuran sengit. Karena tidak seimbang,
akhimya pasukan Shalahudin mundur untuk mempertahankan Mesir. Mereka berhasil
menduduki Jaffa, namun tak bisa merebut Bait al-Maqdis.[24]
3.
Perang Salib Periode Ketiga
Jatuhnya Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin
menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa
negeri Kristen di Eropa berusaha menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan
pasukan Kristen berbondong-bondong menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan
prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut seruan kalangan gereja,
maka kaisar Jerman yang bemama Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar
Perancis yang bemama Richard, beberapa pembesar Kristen membentuk gabungan
pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis
mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan lautnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut ambil bagian
dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka
segera bergerak mengepung Acre.
Salahuddin segera menyusun strategi untuk menghadapi
pasukan salib. Ia menetapkan strategi bertahan di dalam negeri dengan
mengabaikan saran para Amir untuk melakukan pertahanan di luar wilayah Acre.
”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat dengan memutuskan
pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah. Jadi Salahuddin
mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan Perancis tiba
di Acre.
Pada tanggal 14 September 1189 M. Salahuddin terdesak
oleh pasukan salib, namun kemenakannya yang bemama Taqiyuddin berhasil mengusir
pasukan salib dari posisinya dan mengembalikan hubungan dengan Acre. Dalam hal
ini Ibn al-Athir menyatakan, “pasukan muslim mesti melanjutkan peperangan
hingga malam hari sehingga mereka berhasil mencapai sasaran penyerangan. Namun
setelah mendesak separuh kekuatan Perancis, pasukan muslim kembali dilemahkan
pada hari berikutnya.[25]
Kota Acre kembali terkepung selama hampir dua tahun.
Sekalipun pasukan muslim menghadapi
situasi yang serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak patah
semangat. Segala upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa hasil,
bahkan mereka merasa frustasi ketika Richard dan Philip August tiba dengan
kekuatan pasukan salib yang maha besar. Sultan Salahuddin merasa kepayahan
menghadapi peperangan ini, sementara itu pasukan muslim dilanda wabah penyakit
dan kelaparan. Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhimya mengajukan tawaran
damai dengan kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana yang pemah
diberikan kepada pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem dahulu.[26]
Namun sang raja yang tidak mengenal balas budi ini sedikit pun tidak memberi
belas kasih terhadap ummat muslim. la membantai pasukan muslim secara kejam.
Setelah berhasil menundukkan Acre, pasukan salib
bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu
Salahuddin sedang mengarahkan operasi pasukannya dan tiba di fucalon. Ketika tiba di Ascalon, Richard mendapatkan kota ini
telah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota
ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Salahuddin. Setelah
berlangsung perdebatan yang kritis, akhimya sang sultan bersedia menerima
tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak pasukan salib menyatakan
bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak menyerang dan menjamin keamanan
masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar
masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa pun”. Jadi perjanjian damai yang
menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang salib ke tiga.
Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin
masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia kemudian kembali ke
Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan
ini mengganggu kesehatan sultan dan akhimya ia meninggal enam bulan setelah
tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata, “Hari
kematian Salahuddin merupakan musibah bagi islam dan ummat lslam, sungguh tidak
ada duka yang melanda mereka setelah kematian empat khalifah pertama yang
melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.[27]
Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga
seorang yang mahir dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis
berkarya di istananya” Penulis yang temama di antara mereka adalah Imaduddin,
sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan
berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan
sejumlah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.
4.
Perang Salib Periode ke empat
Dua tahun setelah kematian Salahuddin berkobar perang
salib keempat atas inisiatif Paus Celestine III. Namun sesungguhnya peperangan
antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen telah berakhir dengan usianya
perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak dikenal. Pada
tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali
penyerangan terhadap Syria. Pasukan Kristen ini mendarat di pantai Phoenecia
dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bemama al-Adil segera menghalau
pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka
kemudian mencari tempat perlindungan ke Tibinim, lantaran semakin kuatnya
tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhimya menempuh inisiatif damai.
Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa peperangan
ini harus dihentikan selama tiga tahun.[28]
5.
Perang Salib Periode ke Lima
Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III
menyatakan secara tegas berkobamya perang salib ke lima setelah berhasil
menyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk
bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa lainnya
menyambut gembira seruan perang tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib
yang bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju
Konstantinopel. Begitu tiba di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi
baik laki-laki maupun perempuan secara bengis dan kejam. pembantai ini
berlangsung dalam beberapa hari. Jadi pasukan muslim sama sekali tidak
mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.
6.
Perang Salib Periode ke Enam
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan
propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman,
mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria
hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian bergerak
menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan
salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian
wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari
perancis yang bergerak menuju Kairo. Namun akibat serangan pasukan muslim yang
terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa menempuh jalan damai.
Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib
harus segera meninggalkan kota Dimyat.[29]
7.
Perang Salib Periode ke Tujuh
Untuk mengatasi konflik politik intemal, Sultan Kamil
mengadakan perundingan kerja sama dengan seorang jenderal Jerman yang bemama
Frederick. Frederick bersedia membantunya menghadapi musuh-musuhnya dari
kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus
berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai
dengsan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih
Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil
meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
8.
Perang Salib Periode ke Delapan
Dengan direbutnya kota Yerusalem oleh Malik al-
Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali
ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka
mendarat di Dimyat dengan mudah tanpa perlawanan yang beranti. Karena pada saat
itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin
tentara muslim merosot.[30]
Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil,
mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan
mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah
dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub. Setelah berakhir perang
salib ke delapan ini, Pasukan Salib-Kristen
berkali-kali berusaha membalas kekalahannya,
namun selalu mengalami kegagalan.[31]
E. Akibat Terjadinya Perang Salib
Perang salib yang berlangsung lebih kurang dua abad
membawa beberapa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah dunia.
Perang salib ini menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali dunia lslam
secara lebih dekat yang berarti kontak
hubungan antara barat dan timur semakin dekat. Kontak hubungan barat-timur ini
mengawali terjadinya pertukaran ide antara kedua wilayah tersebut. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur yang maju menjadi daya
dorong pertumbuhan intelektual bangsa barat, yakni Eropa. Hal ini sangat-besar
andil dan peranannya dalam melahirkan era renaissance
di Eropa.[32]
Pasukan salib merupakan penyebar hasrat bangsa Eropa
dalam bidang perdagangan dan perniagaan terhadap bangsa-bangsa timur. Selama
ini bangsa barat tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa timur. Maka perang
salib ini juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan bangsa Eropa
mengenai berbagai seni dan pengetahuan penting dan berbagai penemuan yang teiah
dikenali ditimur. Misalnya, kompas kelautan, kincir angin, dan lain-lain,
Mereka juga menyelidiki sistem pertanian, dan yang lebih penting adalah mereka mengenali sistem industri timur yang telah maju. Ketika
kembali ke negerinya, Eropa, mereka lantas mendirikan sistem pemasaran
barang-barang produk timur. Masyarakat barat semakin menyadari betapa
pentingnya produk-produk tersebut. Hal ini menjadikan sernakin pesatnya
pertumbuhan kegiatan perdagangan antara timur dan barat. Kegiatan perdagangan
ini semakin berkembang pesat seiring dengan kemajuan pelayaran di laut tengah.
Namun, pihak muslim yang semula menguasai jalur pelayaran di laut tengah
kehilangan supremasinya ketika bangsa-bangsa Eropa menempuh rute pelayaran laut
tengah secara bebas.[33]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perang Salib adalah perang suci yang di lakukan oleh orang Eropa Kristen
kepada orang muslim Timur. Dalam hal ini ada tiga faktor utama penyebab
terjadinya Perang Salib yaitu Faktor Agama, Faktor Politik, dan Faktor Ekonomi.
Perang Salib terjadi selama delapan periode dari tahun 1095-1291 M yang secara
umum di menangkan oleh umat Islam. Dari Perang Salib juga banyak menimbulkan
dampak, khususnya bagi umat Kristen yang banyak mendapat pelajaran berharga
dari Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hillenbrand, Carolle. Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,
Edinburgh: Edinburgh University Pers, 1999.
Fuadi, Imam. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II),
Yogyakarta: Teras, 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar