BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pendidikan islam Rasulullah SAW adalah pendidik
pertama dan terutama dalam dunia pendidikan islam. Untuk mewujudkan pendidik
profesional berdasarkan roh islam, perlu melihat sisi kehidupan atau profil
Rasulullah sebagai pendidik ideal, karena hakikat diutusnya Rasulullah ke atas
muka bumi adalah sebagai uswat al-hasanat dan rohmat
lil-alamin.
Hasil pendidikan islam periode Rasulullah terlihat dari
kemampuan murid-muridnya (para sahabat) yang luar biasa. Misalnya ; Umar Ibn
Khattb ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman Al Farisi
ahli perbandingan agama (Majusi, Yahudi,
Nasrani, dan Islam), dan Ali Ibn Abi Thalib ahli hukum dan tafsir
Al-Qur’an.kemudian murid dari para sahabat Rasulullah di kemudian hari,
tabi-tabi’in, banyak yang menjadi ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
sains, teknologi, astronomi, filsafat yang menghantarkan islam ke pintu gerbang
zaman keemasan terutama pada fase awal kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Seokarno dan Supardi dalam Saleh (2012:81) Berpendapat bahwapendidikan
islam terjadi sejak nabi Muhammad menjadi rasul Allah di Mekkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan masa ini merupakan prototype yang terus-menerus dikembangkan oleh umat islam untuk kependidikan pada zamannya. Pendidikan islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana
yang termaktub dalam Al-Quran Surah
Al-Muddatsir [74] : 1-7. Menyeru berarti mengajak, mangajak berarti mendidik.
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Kondisi Masyarakat Arab sebelum
islam?
2. Bagaimana pola pendidikan pada masa Rasulullah
SAW?
3. Bagaimanakah system pendidikan pada zaman Rasulullah
SAW?
BAB II
PEMBAHASAN
Bangsa Arab memiliki karakter yang positif seperti
pemberani, ketahanan fisik, kekuatan daya ingat, hormat akan harga diri dan
martabat, penganut kebebasan, loyal terhadap pimpinan, pola hidup sederhana,
ramah, ahli syair dan sebagainya. Tapi karakter baik mereka terkikis oleh
kejahiliyahan mereka. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti minum
khamr (arak) sampai mabuk, berzina, berjudi, merampok dan sebagainya. Mereka
menempatkan kaum perempuan pada kedudukan yang sangat rendah. Perempuan
dipandang ibarat binatang piaraan dan tidak memiliki kehormatan dan
kekuatan untuk membela diri. Laki-laki memiliki kebebasan untuk menikah
dan menceraikan semaunya.
Tradisi yang terburuk di masyarakat Arab adalah mengubur
anak-anak perempuan mereka secara hidup-hidup. Mereka merasa terhina dan malu
memiliki anak perempuan dan marah bila istrinya melahirkan anak
perempuan. Mereka menyakini bahwa anak perempuan akan membawa kemiskinan dan
kesengsaraan.
Selain itu, sistem perbudakan berlaku di masyarakat Arab.
Para majikan memiliki kebebasan mempelakukan budaknya. Mereka punya kebebasan
menyiksa budaknya, bahkan memperlakukan budaknya seperti binatang dan barang
dagang yang bisa dijual atau dibunuh. Posisi budak tidak memiliki kebebasan
hidup yang layak dan manusiawi.
Bangsa Arab memiliki mata pencaharian bidang perdagangan,
pertanian, dan peternakan. Peternakan menjadi sumber kehidupan bagi Arab
Badui. Mereka berpindah-pindah menggiring ternaknya ke daerah yang sedang musim
hujan atau ke padang rumput. Mereka mengosumsi daging dan susu dari ternaknya.
Serta membuat pakaian dan kemanya dari bulu domba. Jika telah terpenuhi
kebutuhannya, mereka menjualnya kepada orang lain. Orang kaya dikalangan mereka
terlihat dari banyaknya hewan yang dimiliki.
Selain Arab Badui, sebagian masyarakat perkotaan yang
menjadikan peternakan sebagai sumber penghidupan. Ada yang menjadi pengembala
ternak milik sendiri, ada juga yang mengembala ternak orang lain. Seperti
Nabi Muhammad Saw, ketika tinggal di suku Bani Sa’ad, beliau seorang
pengembala kambing. Begitu juga Umar bin Khathab, Ibnu Mas’ud dan lain.
Sebelum datangnya Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang
mempengaruhi politik arab: yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran
Persia memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab
bagian selatan.
Kekaisaran Byzantium dan Romawi Timur dengan ibukota
Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi masa klasik. Pada permulaan abad
ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian
daerah Italia, serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada
di bawah kekuasaannya.
Sedangkan kekaisaran Persia berada di bawah kekuasaan dinasti
Sasanid (Sasaniyah). Ibu kota Persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar dua
puluh mil di sebelah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya
terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran serta
Afganistan.
Kondisi poliitik jazirah arab terpengaruh dua hal, yaitu
pertama, interakaksi dunia arab dan kekaisaran Byzantium dan Persia.
Kedua, persaingan antara agama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster.
Al-Qur’an al-karim menggambarkan situasi kehidupan
masyarakat arab sebelum islam dalam berbagai ungkapan yang negatif, seperti
ungkapan fi dlalal al-mubin (dalam
kesesatan yang nyata), Dzulumat
(berbuat durhaka,mengabaikan perintah tuhan, dan melanggar larangannya) dan Fasad (berkerusakan dimuka bumi).
Adanya berbagai prilaku menyimpang terdapat pada masyarakat
arab sebelum islam sebagaimana diisyaratkan dalam ayat-ayat al-qur’an, syaikh
Alian-nadvi berkesimpulan bahwa pada saat kedatangan islam, masyarakat arab pada
khususnya dan dunia pada umumnya berada dalam keadaan Chaos, tak ubahnya
seperti keadaan bumi yang baru saja dilanda gempa yang dasyat, disana sisni
terdapat bangunan luluh lantak, hancur dan rata dengan tanah, dinding yang
retak, tiang yang bergeser dari tempat asalnya, genteng dan kaca-kaca yang
hancur berantakan, mayat-mayat yang bergelimpangan, dan harta benda lainnya
yang hancur dan lenyapditelan bumi.
Ungkapan tersebut menggambarkan adanya kerusakan sistem
kehidupan ummat manusia, baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq yang
selanjutnya berpengaruh terhadap rusaknya sistem ekonomi, sosial, politik,
budaya, hukum, pendidikan, dan lain sebagainya.
a.
Dalam bidang akidah, mereka sudah jatuh kedalam
mempersekutukan Tuhan atau musyrik, dengan cara mempercayai benda-benda atau
segala sesuatu selain Tuhan. Kepercayaan kepada segala sesuatu selain Allah SWT
ini merupakan kekeliruan besar.
b.
Dalam bidang ibadah mereka telah memuja atau menyembah
berhala-berhala yang mereka bikin sendiri, mereka telah menyembah dan memuja
segala sesuatu yang sesungguhnya tidak mampu mendatangkan manfaat atau menolak
mudharat, Atas dasar ketidak cerdasan atau kekeliruannya inilah, maka mereka
disebut kaum jahiliyah.
c.
Dalam bidang akhlaq, mereka telah menerapkan pola hidup bebas
tanpa batas dalam memperturutkan hawa nafsu syahwat dan nafsu materi. Seperti;
berzina, berjudi, mabuk-mabukan, merampok, berkelahi, membungakan uang (riba),
bahkan membunuh anak perempuannya hidup-hidup merupakan bagian dari ahlaq
mereka
d.
Dalam bidang ekonomi, mereka menerapkan pola ekonomi
menghalalkan segala cara, mengurangi timbangan dan takaran, bersumpah palsu,
berdusta, dan praktek ekonomi secara elegal telah membudaya dalam kegiatan
ekonomi mereka.
e.
Dalam bidang sosial, masyarakat Arab sebelum Islam terbagi
dalam sisitem kasta. Ada kelompok majikan, budak, buruh, dan sebagainya.
Sisitem sosial yang didasarkan pada garis keturunan, harta benda, dan jenis
kelamin, ini pada gilirannya menampilkan cara-cara perlakuan yang
diskriminatif, tidak adil dan saling merugikan.
f.
Dalam bidang politik, masyarakat arab sebelum islam
menerapkan pola kekuatan yang bersifat monopoli dan otoriter yang didasarkan
setatus sosial, dan penguasaan terhadap aset-aset dimasyarakat. Dengan
demikian, pemerintah yang diterapkan cenderung dictator, bahkan tirani, yakni
kepemimpinan yang tidak memberikan ruang gerak kepada masyarakat, segala
keputusan dan kebijakan ditentukan sepenuhnya oleh pemimpin, tanpa ada
kesempatan untuk mempertanyakannya. Siapa saja yang tidak mengikuti aturan
dianggap membangkang dan harus dihabisi.
g.
Dalam bidang hukum, masyarakat Arab sebelum islam menerapkan
pola hukum yang pada dasarnya sama dengan pola dibidang politik. Hukum dapat
diperjual belikan.
h.
Dalam bidang pendidikan, masyarakat Arab sebelum Islam menerapkan
pola pendidikan keluarga yang diarahkan pada pemberian pembiasaan,
keterampilan, sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang dalam
kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan masyarakat dengan
memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan keraja. Pendidikan dalam arti yang
kedua ini hanya menjadi milik kaum elit, itulah sebabnya, pada masa itu jumlahh
orang yang cerdas, dapat membaca, menulis dan menghitung jumlahnya masih dapat
dihitung dengan jari.
Seluruh
bangsa di muka bumi ini kecuali bangsa Arab mempunyai pemerintah yang
melindungi kebudayaan yang dipegang teguh hukum yang dianut, filsafat yang
diciptakan, serta keindahan yang dijelmakan dalam hasil-hasil pekerjaannya,
seperti pembuatan permadani, permainan catur, batu timbangan, seperti filsafat
dikalangan bangsa yunani yang membahas hakikat kejadian. Sedangkan bangsa Arab
tidak mempunyai raja yang dapat mempersatukannya, melarang tindakan kejam,
menahan orang dzalim, mmencegah peperangan; mereka juga tidak mempunyai sedikitpun
hasil pekerjaannya, tak ada peninggalan filsafat yang dianutnya, yang ada hanya
syair, itupun banyak disokong oleh bangsa bangsa asing, karena bangsa Roma
mempunyai syair yang indah baik timbangannya maupun nadanya.
Ibn
Khaludin juga memiliki pendapat yang hampir senada dengan pendapat diatas.
Misal berpendapat bahwa kejadian yang ada pada bangsa arab adalah suatu hal
yang wajar, karena alamnya yang terlalu ganas menjadi bangsa yang gemar
merampas dan condong kepada hal-hal yang tak berguna, mereka merampas segala
yang dapat diraih dengan menghindari segala resiko, mereka pergi untuk
mengembalakan ternaknya dipadang. Bagi suku-suku yang bertempat tinggal di
pegunungan yang sukar dilalui akan selamat dari gangguan perampas-perampas ini.
Adapun yang tinggal di dataran apabila tidak mempunyai pelindung atau
pelindungannya lemah akan menjadi jarahan mereka yang kerap diserang dan
dirampas dan akhirnya menjadi perebutan diantara suku-suku yang kuat, dan akan
berpindah dari satu penguasa ke penguasa yang lain, yang akan mengakibatkan
hancurnya suku tersebut.
Selanjutnya
Ibn Khaludin menambahkan bahwa orang-orang arab di zaman jahiliyah selalu
berebut kekuasaan, jarang sekali diantara mereka yang mau menyerahkannya haknya
kepada orang lain, meskipun kepada ayahnya, saudaranya atau orang yang lebih
tua. Oleh sebab itu maka banyaklah jumlah pemimpin-pemimpin yang mengakibatkan
berbelitnya peraturan-peraturan yang datang kepada rakyat, baik yang berupa
pajak maupun hukum, maka kemajuan tidak akan tercapai bahkan kehancuran.
B. Tahapan Pendidikan Islam
Fase Mekkah
Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah sejalan
dengan tahapan–tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Dalam
hal ini penulis membaginya kepada tiga tahap.
1.
Tahap Rahasia dan Perorangan.
Pada awal turunya wahyu pertama { the first revelation}
Al-qur’an surat 96 ayat 1-5, pola pendidikan yang di lakukan adalah secara
sembunyi-sembunyi, mengiangat kodisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai
dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik
istrinya Khadijah untuk beriaman kepada Allah dan menerima petunjuk
dari-Nya. Kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali Ibn Abi Thalib {Anak
pamanya} dan Zaid Ibn Haritsah {Seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian
diangkat menjadi anak angkatnya}. Kemudian sahabat karibnya Abu Bakkar Assidiq.
Ajakan tersebut di sampaikan secara berangsur-angsur secara meluas, tetapi
masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja, seperti Usman
Ibn Affan, Zubair Ibn Awam, Saad Ibn Zaid, dan beberapa orang lainnya. Mereka
semua merupakan tahap awal yang mula-mula masuk islam yang di sebut “assabiquna
al awwalun, sebagai lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan islam
yang pertama pada Era awal ini adalah rumah Arqam.
2.
Tahap Terang-Terangan.
Pendidikan secara sembunyi – sembunyi berlangsung selama
tiga tahun, sampai turunya wahyu berikutnya, yang memerintahkan dakwah secara
terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang
keluarga dekatnya untuk berkumpul di bukit Shafa, menyerukan agar berhati hati
terhadap azab yang keras di kemudian (hari kiamat), bagi orang yang tidak
mengakui Allah sebagai Tuhan yang Esa dan Muhammad sebagai utusan-Nya. Seruan
tersebut di jawab Abu Lahab, “Celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kamu
mengumpulkan kami? Saat itu di turunkan wahyu yang menjelaskan perihal Abu
Lahab dan Istrinya.
Perintah dakwah secara terang terangan dilakukan oleh
Rasulullah seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk
meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena di yakini dengan dakwah tersebut,
banyak kaum Quraisy yang akan masuk islam. Di samping itu keberadaan rumah
Arqam ibn Arqam sebagai pusat dan lembaga pendidikan islam, sudah diketahui
oleh kuffar Quraisy.
3.
Tahap Untuk Umum.
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus
kepada keluarga dekat, kelihatanya belum maksimal sesuai dengan apa yang
diharapkan. Maka Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang
terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum umat manusia secara
keseluruhan. Seruan dalam skala ‘internasional’ tersebut didasarkan kepada
perintah Allah, surat al-hijr ayat 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah
tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji.
Pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali sekelompok jamaah haji dari
Yatsrib, kabilah Khazraj, yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah
sinar islam memancar keluar Mekkah.
Penerima masyarakat Yatsrib terhadap ajaran islam secara
antusias tersebut, dikarenakan beberapa faktor :
a.
Adanya kabar dari kaum Yahudi akan lahirnya seorang
Rosul.
b.
Suku Aus dan khazraj mendapat tekanan dan ancaman dari
kelompok Yahudi .
c.
Konflik antara Khazraj dan Aus yang berkelanjutan dalam
rentang waktu yang sudah lama, oleh karena itu mereka mengharap seorang
pemimpin yang mampu melindungi dan mendamaikan mereka.
Berikutnya di musim haji
pada tahun kedua belas kerasulan Muhammad SAW, Rasulullah didatangi dua belas
orang laki-laki dan seorang wanita untuk berikrar kesetiaan yang dikenal dengan
“Bai’at al aqabah .” mereka berjanji tidak akan menyembah selain Allah SWT.
Tidak akan mencuri dan berzina, tidak akan membunuh anak-anak dan menjauhkan
perbuatan – perbuatan keji serta fitnah, selalu taat kepada Rasulullah dalam
yang benar, dan tidak akan mendurhakainya terhadap sesuatu yang mereka tidak
inginkan.
Berkat semangat tinggi
yang dimiliki para sahabat dalam mendakwahkan ajaran islam, sehingga seluruh
penduduk Yatsrib masuk islam kecuali orang-orang Yahudi. Musim haji berikutnya
73 orang jama’ah haji dari Yatsrib mendatangi Rasulullah, berikrar akan selalu
setia dan melindungi Rasulullah SAW, dan menetapkan keimanan kepada Allah dan
Rasul-Nya di tempat yang sama dengan pelaksanaan “Bai’ah al aqabah I” tahun
lalu, yang di kenal dengan “Bai’ah al-aqabah II” dan mereka bersepakat akan
memboyong Rasulullah ke Yatsrib. Inilah bentuk dakwah Rasulullah secara umum,
dakwah kepada setiap umat manusia yang datang dari seluruh penjuru bumi berhaji
ke mekkah.
Pada fase Madinah materi
pendidikan yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan materi
pendidikan fase Mekkah. Di antara pendidikan islam pelaksanaan pendidikan islam
di Madinah adalah:
1.
Pendidikan Ukhuwah {persaudaraan} antara kaum muslimin. Dalam
melaksanakan pendidikan ukhuwah ini, nabi Muhammad SAW. Bertitik tolak dari
struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu
nabi Muhammad SAW berusaha untuk mengikatnya menjadi satu kesatuan yang
terpadu. Mereka di persaudarakan karena Allah bukan karena yang lain. Sesuai
dengan isi konstitusi Madinah pula, bahwa antara orang yang beriman, tidak
boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup dan utang yang berat
diantara sesama mereka. Antara orang yang beriman satu sama lainnya haruslah
saling bantu membantu dalam menghadapi segala persoalan hidup. Mereka harus
bekerja sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus kepentingan bersama, dan
menolak kemudaratan atau kejahatan yang akan menimpa.
2.
Pendidikan kesejahtraan sosial. Terjaminnya kesejahtraan
sosial, tergantung pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari pada kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, setiap orang harus bekerja mencari nafkah. Untuk
mengatasi masalah pekerjaan tersebut, nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada
kaum Muhajirin yang telah dipersaudarakan dengan kaum Ansor, agar mereka
bekerja sama dengan saudara-saudara tersebut. Mereka kaum muhajirin yang biasa
bertani silakan mengikuti pertanian, yang biasa berdagang silakan mengikuti
saudaranya yang berdagang . untuk pegamanan nabi Muhammad SAW membentuk satuan
pengamat yang mendapat tugas untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan terjadinya
serangan dan gangguan terhadap kehidupan kaum muslimin. Satuan-satuan ini
adalah merupakan embirin dari pasukan yang bertugas untuk mengamankan dan
mempertahankan serta mendukung tugas dakwah lslam lebih lanjut.
3.
Pendidikan kesejahtraan keluarga kaum kerabat. Yang
dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri dan anak-anaknya. Nabi Muhammad
SAW berusaha untuk memperbaiki keadaan itu memperkenalkan dan sekaligus
menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan takwa kepada
Allah. Diperkenankannya sistem kekeluargaan hak-hak keluarga dan kemurnian
keturunannya dalam kehidupan kekerabatan dan kemasyarakatan yang adil dan
seimbang, seperti yang terlihat dalam surah Al-hujarat : 13
Artinya :“Hai manusia
sesunggguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, dan menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”.
4.
Pendidikan hankam {pertahanan dan keamanan}dakwah islam.
Masyarakat kaum muslimin merupakan satu state {Negara} dibawah bimbingan nabi
Muhammad SAW yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha
dakwahnya untuk mengajarkan ajaran islam kepada seluruh umat manusia secara
bertahap. Oleh karena itu, setelah masyarakat kaum muslimin di madinah berdiri
dan berdaulat, usaha nabi Muhammad SAW memperluas pengakuan kedaulatan tersebut
dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar madinah untuk mengakui konstitusi
madinah. Ajakan tersebut di sampaikan dengan baik-baik dan bijaksana. Bagi mereka yang tidak mau mengikat perjanjian damai
tersebut ada dua kemungkinan tindakan nabi Muhammad SAW:
a.
Apabila mereka tidak menyatakan permusuhan dan tidak
menyerang kaum muslimin atau kaum kabilah yang telah mengikat perjanjian dengan
kaum musilimin, maka mereka dibiarkan saja.
b.
Apabila mereka menyatakan yang sebaliknya maka mereka
harus ditundukkan/diperangi, sehingga mereka menyatakan dan mengakui kedaulatan
umum muslimin.
D. Lembaga Pendidikan Dan
Sistem Pembelajaran
Menurut penulis, lembaga pendidikan islam pada fase
Mekkah ada dua macam tempat yaitu:
1.
Rumah Arqam Ibn Arqam merupakan lembaga pendidikan yang
pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam islam, utuk belajar hukum-hukum
dan dasar-dasar ajaran islam adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut adalah
Rasulullah SAW sendiri.
2.
Kuttab. Pendidikan di kuttab tidak sama dengan pendidikan
yang diadakan di rumah Arqam Ibn Arqam, pendidikan di Kuttab pada awalnya
terfokus kepada materi baca tulis sastra, syair arab, dan pembelajaran
berhitung namun setelah datang islam materinya di tambah dengan materi baca tulis
al-qur’an dan memahami hukum-hukum islam. Adapun yang mengajar di kuttab pada
era pra awal islam adalah orang-orang non-muslim. Dalam sejarah pendidikan
islam, istilah Kuttab telah dikenal di kalangan bangsa arab pra islam. Ahmad
Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua yakni :
Dalam sejarah pendidikan islam, istilah Kuttab telah
dikenal di kalangan bangsa arab pra islam. Ahmad Syalaby mengatakan bahwa
Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua yakni:
a.
Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar
pusi-puisi arab, dan sebagian besar gurunya adalah nonmuslim. Pada mulanya pendidikan kuttab berlangsung di
rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar masjid. Materi yang di ajarkan
dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah Arab yang
mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Al-Quran sebagai
teks dalam kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum muslimin yang
menguasai al-Quran telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada
masa kekhalifahan ‘Usman ibn Affan’. kebanyakan guru kuttab pada masa awal
islam adalah non muslim, sebab muslim yang dapat menulis yang mana jumlahnya
masih sangat sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Senada dengan hal di atas, Samsul Nizar menjelaskan bahwa
hal tersebut disebabkan oleh dua faktor: (1) menjaga kesucian al-quran, agar
tidak sampai terkesan di permainkan para siswa dengan menulis dan menghapusnya.
Hal ini di sebabkan para siswa di ajarkan tulis menulis di atas batu tulis,
yang mana acap kali di hapus. (2) pada masa awal islam pengikut nabi yang bisa
baca tulis hanya sedikit, kebanyakan mereka bertugas sebagai juru tulis nabi.
Oleh sebab itu kebanyakan guru baca tulis adalah kaum Zimmi dan para tawanan
perang, seperti tawanan badar. Untuk itu tidak mungkin mereka memiliki
kewenangan untuk mengajarkan al-quran kepada para siswa.
b.
Sebagai pengajaran al-quran dan dasar-dasar agama islam.
Pengajaran teks al-alquran pada jenis kuttab yang kedua
ini, setelah qurra dan huffiazh ( ahli bacaan dan penghafal alquran telah
banyak ). Guru yang mengajarkan adalah dari umat islam sendiri. Pada jenis
intuisi yang kedua ini merupakan lanjutan dari kuttab yang pertama yang mana
telah di ajarkan kepada siswa kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini
siswa akan di ajari pemahaman al-quran, dasar-dasar agama islam, juga di
ajarkan ilmu gramatika bahasa arab dan aritmetika. Sementara kuttab yang
didirikan oleh orang-orang yang lebih mapan kehidupanya , materi tambahanya
adalah menunggang kuda dan berenang.
Pada fase Mekkah Rasulullah beserta sahabat menghadapi
sejumlah tantangan dan ancaman dari kaum Quraisy. Menurut Ahmad Salaby,
sebagaimana yang di kutip soekarno, bahwa faktor-faktor yang mendorong kaum
Quraisy menentang seruan islam ialah sebagai berikut: (1) persaingan kekuasaan
(persamaan hak antara kaum bangsawan dan kaum kasta hamba sahaya yang dilakukan
oleh Rasulullah. (2) takut bangkit. Kaum Quraisy tidak dapat menerima agama
islam yang mengajarkan bahwa manusia akan hidup lagi setelah mati. (3) taklid
kepada nenek moyang secara membabi buta dan mengikuti langkah-langkah mereka
dalam soal-soal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang telah
berurat berakar pada bangsa Arab. (4) memperniagakan patung, agama islam
melarang menyembah, memahat, menjual patung.
Rasulullah SAW dan para sahabatnya memutuskan untuk
berhijrah ke Madinah setelah menghadapi dan mendengar ancaman tersebut. Ketika
Rasulullah dan para sahabatnya hijrah ke Madinah , salah satu program
pertamanya adalah membangun sebuah masjid.
Dalam sejarah islam, masjid yang pertama kali di bangun
Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba pada jarak kurang lebih 2 mil dari kota
Madinah. Rasulullah membangun sebelah Utara Masjid Madinah dan Masjid Al-Haram
yang di sebut al-suffah, untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang
tekun menuntut ilmu.mereka di kenal dengan “ahli suffah”.
Nakoesteen, sebagai mana yang di kutib Hasan Asari
mengatakan bahwa pendidikan islam yang berlangsung di masjid adalah pendidikan
yang unik karena memakai system halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk
di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depanya
membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan. Kebiasaan dalam
halaqah adalah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuanya akan duduk di
sekitar syekh, murid yang level pengetahuanya lebih rendah dengan sendirinya
akan duduk lebih jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah
posisinya dalam konfigurasi halaqahnya. Halaqah biasanya terdiri dari 20 orang
siswa. Metode diskusi dan dialog kebanyakan di pakai dalam berbagai halaqah,
seperti dekte kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh syekh. Dan menjelang
akhir kelas waktu akan di mafaatkan oleh syekh untuk evaluasi bisa berbentuk
Tanya jawab, terkadang syekh juga memerintahkan untuk memeriksa catatanya,
mengoreksinya lagi, dan menambah seperlunya. Kemajuan halaqah ini tergantung
pada sebuah kemampuan seorang syekh dalam mendidik. Biasanya apabila halaqah
telah maju, maka akan banyak di kunjungi oleh peserta didik dari berbagai
penjuru.
E. Materi dan kurikulum
pendidikan islam.
Materi pendidikan islam
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Pertama materi pendidikan tauhid, materi ini lebih di
fokuskan untuk memurnikan ajaran agama tauhid dibawa Nabi Ibrahim, yang telah
diselewengkan oleh masyrakat jahiliyah. Secara teori intisari ajaran
tauhid terdapat dalam kandungan surah Al-fatihah ayat 1-7 dan surah Al-ikhlas
ayat 1-5. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang
bijaksana, menuntun akan pemikiran dengan mengajak ummatnya untuk membaca,
memerhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah dan diri manusia sendiri.
dan kemudian mausia mengajarkan cara bagaimana mengaplikasikan pengertian
tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah langsung mejadi contoh
bagi umatnya. Hasilnya, kebiasan masyarakat Arab yang melalui perbuatan atas
nama berhala, diganti dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim. Kebiasan
menyembah berhala, diganti dengan mengagungkan dan menyembah Allah SWT.
Kedua, materi pengajaran Al-qur’an. Materi ini dapat
dibagi menjadi beberapa bagian:
1.
Materi baca tulis Al-qur’an. Untuk sekarang ini disebut
dengan materi imla’ dan iqra’ . materi ini diharapkan agar kebiasaan orang arab
yang sering membaca syair-syair indah, diganti dengan membaca al-qur’an sebagai
nilai sastra yang lebih tinggi.
2.
Materi menghafal ayat-ayat Al-qur’an. Yang kemudian saat
hari disebut dengan menghafalkan ayat-ayat suci Al-qur’an.
3.
materi pemahaman Al-qur’an, saat ini disebut dengan
materi fahmi Al-qur’an. Tujuannya ialah untuk meluruskan pola pikir umat islam
yang dipengaruhi pola pikir jahiliah.
Mahmud Yunus
mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam yaitu, materi pendidikan
yang diberikan di mekkah dan materi yang diberikan di madinah.
Pada fase Makkah terdapat tiga macam intisari materi
pelajaran, yakni:
a. Pendidikan keimanan,
Materi keimanan yang
menjadi pokok pertama adalah iman kepada Allah tuhan yang maha Esa, beriman
bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rosul Allah, di wahyukan kepada al Quran sebagai
petunjuk dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.
b. Pendidikan Ibadah.
Amal ibadah yang di
perintahkan di Mekkah ialah sholat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah,
ungkapan syukur, membersihkan jiwa, dan menghubungkan hati kepada Allah.
c. Pendidikan Akhlak.
Nabi menganjurkan kepada
penduduk Mekkah yang telah masuk islam untuk melaksanakan akhlak yang baik,
seperti adil, menepati janji, jujur, pemaaf, tawakal, bersyukur atas nikmat
yang telah diberikan oleh Allah, tolong-menolong, berbakti kepada orang tua,
memberi makan orang miskin, dan musafir serta meninggalkan akhlak yang buruk.
Intisari pendidikan agama
yang diterapkan Nabi di Madinah dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Pendidikan Keimanan.
Keimanan di perkuat dengan
keterangan-keterangan yang di bacakan oleh Nabi dari ayat-ayat al-Quran serta
sabda beliau sendiri.
b. Pendidikan Ibadah.
Untuk ibadah shalat di
samping sholat lima waktu yang telah di sampaikan nabi di mekkah, juga di
perintahkan untuk sholat jumat sebagai ganti zuhur, disamping itu juga sholat
sunah seperti sholat idul fitri dan idul adha . sholat di anjurkan tepat waktu,
sehingga ia menjadi tiang agama. Ibadah puasa, ibadah Haji, ibadah Zakat,
c. Pendidikan Ahklak.
Adab masuk rumah, adab
dalam bercakap-cakap, bertetangga, bergaul dalam masyarakat dll.
d. Pendidikan Kesehatan
(jasmani)
Pendidikan kesehatan dapat
dilihat dari dalam amal ibadah yang dilakukan sehari-hari, seperti puasa,
sholat, wudhu, mandi. Dalam al quran di jelaskan supaya makan dan minum secara
sederhana, tidak berlebih lebihan.
e. Pendidikan Kemasyarakatan.
Ibadah sangat penting
dalam masyarakat seperti mengeluarkan zakat, syariat yang berhubungan dengan
masyarakat, seperti berhubungan rumah tangga. Hal hal yang berhubungan dengan
pergaulan sesama manusia, hal hal yang juga berhubungan dengan ekonomi dan
pemerintahan.
Kurikulum adalah salah
satu komponen operasional pendidikan (islam), ia mengandung materi yang
diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang guru
yang akan merencanakan suatu pelajaran tidak cukup hanya mempunyai kemampuan
saja akan tetapi ia juga harus menguasai materi pengajaran.
Kurikulum pendidkan islam
pada periode Rasullah SAW baik di Makkah maupun di Madinah adalah
Al-quran, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan
peristiwa yang di alami umat islam saat itu.
Rasulullah juga menyuruh
para sahabatnya untuk mempelajari bahasa asing. Rasulullah berkata kepada Zaid
bin Sabit :”saya hendak berkirim surat kepada kaum suryani, saya kwatir
kalau mereka menambah-nambah atau mengurangi sebab itu hendaklah engkau
mempelajari bahasa suryani (bahasa Yahudi).” Lalu Zaid bin Sabit
mempelajari bahasa Yahudi itu, sehingga ia menjadi ahli dalam bahasa itu.
Pernyataan Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa materi pelajaran yang berasal
dari dunia luar bukan barang haram bagi islam, artinya sesuatu yang tidak boleh
di pelajari, akan tetapi hal yang wajib dilakukan untuk pengembangan dakwah dan
pendidikan islam ke dunia luar islam.
Metode pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu,
peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan
dalam mengajar para sahabatnya, Rasulullah SAW menggunakan berbagai macam
metode. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan kebosanan dan kejenuhan siswa. Di
antara metode yang di terapkan Rasulullah ialah:
a.
Metode ceramah. Menyampaikan wahyu yang baru diterimanya
dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangannya.
b.
Dialog. Misalnya dialog antara Rasulullah dengan Mu’az
Ibn Jabbal ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi kenegri yaman, dialog antara
Rasulullah dengan para sahabat untuk mengatur strategi perang.
c.
Diskusi atau Tanya jawab. Sering sahabat bertanya kepada
Rasulullah tentang suatu hukum, kemudian Rasul menjawabnya.
d.
Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana
suatu tubuh maka anggota tubuh, lainnya akan turut merasakannya.
e.
Metode demonstrasi. Membiasakan kaum muslimin shalat
berjamaah.
f.
Metode hafalan misalnya para sahabat dianjurkan untuk
menjaga Al-qur’an dengan menghafalnya.
g.
Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan
isra’ dan mi’raj dan tentang kisah pertemuan antara nabi Musa dan nabi Khaidir.
h.
Metode eksperimen, sosiodrama dan bermain peranan.
Metode Rasulullah SAW
dalam mendidik anak dapat dilihat dari arti hadis berikut ini;
Anas r.a. berkata,
“Rasulullah SAW, adalah orang yang paling baik ahlaknya. Aku punya saudara yang
di panggil Abu Umar. Dia anak yang sudah di pisahkan dari susuan. Jika
datang beliau berkata, “Wahai Abu Umar, apa yang dilakukan nughair (burung
kecil)?” kadang-kadang beliau bermain dengan dia. Jika tiba saat sholat
sementara beliau masih berada di rumah kami, beliau memunta permadani yang ada
di bawahnya, lalu permadani itu beliau sapu dan di tiup-tiup. Kemudian berdiri
dan diikuti oleh kami di belakangnya.”(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidji, dan Abu
Daud ).
Dari hadist di atas
nilai-nilai Tarbiyah yang dapat di petik ialah sebagai berikut;
1.
Meluangkan waktu untuk bermain dengan anak-anak.
2.
Membersihkan pertanda adanya praktik amal untuk bisa
berbuat bersih secara iman dan perilakunya nyata.
3.
Shalat Rasulullah di dalam rumah menanamkan pemahaman
teladan di dalam urusan ibadah.
4.
Kalimat yang di ucapkan Rasulullah SAW, “Wahai Abu Umar,
apa yang di kerjakan Nughair?” punya beberapa faedah di antaranya:
a.
Kata-kata akhirnya cocok dengan jiwa anak.
b.
Mudah di hafal.
c.
Mudah di ucapkan.
5.
Turunya Rasulullah ke atas intelek anak bisa membuahkan
rasa optimis pada diri anak.
6.
Memakai cara dengan panggilan. Teori ini dapat memberikan
kesan kepada keluarga bahwa anaknya sudah dewasa.
BAB III
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Mekkah adalah
pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam
jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan
tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat
dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari
pendidikan tauhid di Mekkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan
politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid
tersebut.
B. Saran
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Selaku pemakalah kami meminta maaf jika terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah, mohon di maklumi.
DAFTAR PUSTAKA
al-Mubarokfury. Sofiurrahman, 2008, al-Rahiqul
al-Makhtum, Lebanon : Dar al-Fikri
Depertemen
Agama, Qur’an dan Terjamahnya, Surakarta: CV Al-Hanan
Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama,
Haekal,
1972, Sejarah Hidup Muhammad, Penrj. Ali Audah. Jakarta :
Balai Pustaka,
Khaldun. Ibn, 2001, Mukaddimah
Ibn Khaldun, Jakarta: Al-Kautsar,
Nizar. Samsul, 2007, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana
Oxfort
University, 2008, Oxfort Learners Pocket Dictionary, Oxfort
University Prss
Qomar. Mijammil, t.th., Epistemologi Pendidikan
Islam, dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta : Penerbit
Erlangga
Ramayulis, 1990, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, Jakarta : Kalam Mulia
Ramayulis, 2011, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia
Zuhairini dkk, 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Buni Aksara
Zuhairini dkk, 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Buni Aksara
terima kasih banyak untuk pengetahuannya
BalasHapusditunggu makalah selanjutnya di 2019....