BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fungsi pakaian yang utama adalah
menutup aurat, sekaligus sebagai perhiasan, dan memperindah jasmani manusia.
Agama Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berpakaian yang baik dan
bagus. Baik berarti sesuai dengan fungsi pakaian itu sendiri, yaitu menutup
aurat, dan bagus berarti cukup memadai serasa sebagai perhiasan tubuh yang
sesuai dengan kemampuan pemakai untuk memilikinya. Untuk keperluan ibadah,
misalnya shalat di masjid, kita dianjurkan memakai pakaian yang baik dan suci.
Berpakaian dengan mengikuti zaman
yang berkembang saat ini, bukan merupakan halangan, sejauh tidak menyalahi
fungsi menurut Islam. Namun demikian, kita diperintahkan untuk tidak
berlebih-lebihan. Berpakaian bagi seorang muslim telah digariskan oleh
Al-Qur’an adalah menutup auratnya. Hal tersebut sebagai identitas seorang
muslim juga menghindari diri dari gangguan yang tidak diinginkan. Karena pada
dasarnya, pakaian tidak menghalangi seseorang umtuk melakukan kegiatan
sehari-hari dalam bermasyarakat. Semuanya kembali kepada niat si pemakainya
dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Islam tidak pernah menentukan fashion atau
bentuk pakaian. Islam menerima asalkan pakaian tersebut menutup aurat secara
sempurna. Aurat wanita ditutup agar tidak dilihat oleh laki-laki yang bukan
mahramnya. Begitu juga sebaliknya, aurat laki-laki ditutup agar tidak dilihat
oleh wanita yang bukan mahramnya.
Banyak kesalahpahaman terhadap
Islam di tengah masyarakat, misalnya saja dalam menutup aurat yaitu anggapan
bahwa busana itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah
terusan atau potongan, memakai celana panjang, dianggap bukan masalah.
Dianggap, model potongan atau bercelana jeans adalah sah-sah saja, yang penting
sudah menutup aurat. Padahal tidak begitu, Islam menetapkan syarat-syarat bagi
muslim dan muslimah dalam hal berpakaian dan menutup aurat.
Karena itu, kesalahpahaman perlu
diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta
bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah
masyarakat modern sekarang. Memang, awalnya terasa susah. Namun, jika sudah
terbiasa semuanya akan terasa mudah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
saja ayat yang menjelaskan tentang berpakaian?
2. Jelaskan
beserta tafsir setiap ayat tersebut!
BAB II
PEMBAHASAN
A.
An Nahl: 14
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا
طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ
مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan
dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.
1.
Kosa Kata
وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ اْلبَحْرَ (Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan
lautan untukmu), maksudnya adalah Allah membuat laut menjadi jinak sehingga
dapat dinaiki dan diselami. لَحْمٌا َطرِيٌّا
(daging yang segar) adalah ikan. حِلْيَةٌ
تَلْبَسُوْنَهَا (perhiasan yang kamu pakai) berupa mutiara dan marjan.
2.
Tafsir
Surat an Nahl ayat 14 ini menerangkan tentang isi laut yang
disediakan untuk diambil manfaatnya oleh manusia. Isi laut yang dimaksud dalam
ayat ini adalah ikan dan perhiasan. Ikan mengandung gizi yang bermanfaat bagi
tubuh kita yaitu berupa omega 3 dan 6. Disamping itu juga memiliki rasa yang
enak dan dagingnya empuk.[1]
Selain ikan, Allah juga menciptakan mutiara dan marjan
sebagai perhiasan yang berharga dan mempermudahkannya dalam mengeluarkan
dari tempatnya. Dan Allah menundukkan laut sehingga dapat dijadikan sebagai
sarana lalu lintas perlayaran, perdagangan, tempat wisata dan sumber
penghasilan para nelayan.
Kapal merupakan alat pengangkutan penting yang telah ada di
dunia sejak beribu-ribu tahun yang telah lalu, mengharungi lautan menghubungkan
benua dengan benua, pulau dengan pulau, membawa pindah boyongan manusia dari
benua ke benua, sehingga ahli-ahli ilmu pertumbuhan bangsa-bangsa
(Antropologi), ahli Sejarah Bangsa, ahli ilmu bumi dan lain-lain telah mencari
hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang berjauhan letak negerinya,
padahal satu rumpun juga bangsanya.
Dalam kitab Musnad yang dikarang oleh Al- Hafidz Abu
Al-Bazzar menemukan riwayat dari Muhammad Ibnu Mu’awiyah Al- Baghdadi bahwa
Allah berfirman kepada laut Barat dan Timur. Allah bertanya pada laut barat
sesungguhnya Dia(Allah) akan membawa sebagian dari hambaNya untuk berlayar
melaluinya, kemudian apa reaksi laut barat. Laut Barat menjawab dia akan
menenggelamkan hamba-hamba tersebut, kemudian Allah menjawab Dia kan membawa
hamba-hambanya dengan Kekuasaan-Nya dan mengharamkan perhiasan serta hewan
buruan di laut tersebut. Allah juga memberi pertanyaan yang serupa pada laut
timur. Tetapi jawabannya berbeda, dia mengatakan bahwa akan membawa hamba-hamba
tersebut di atas permukaan laut dan seolah-olah menjadi ibu yang melindungi
anaknya. Dengan jawaban tersebut Allah memberinya balasan berupa perhiasan dan
hewan buruan di dalamnya.
Pernyataan-pernyataan di atas adalah sebagai bukti bahwa
Allah Maha Kuasa,dan semua diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan manusia serta
agar mereka mengambil pelajaran dan bersyukur[2]
B.
Al Fathir:12
وَمَا يَسْتَوِي
الْبَحْرَانِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ ۖ
وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا ۖ وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang
lain asin lagi pahit. dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging
yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya,
dan pada masing-masingnya kamu Lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya
kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.
1.
Kosa Kata
Kata فُرَاتٌ berasala dari kata فَرَتَ berati menundukkan. Jika kata ini diperuntukkan untuk
menyifati air maka bermakna air yang sangat tawar sehingga
menundukkan/mengalahkan rasa haus. عَذَب
berarti air yang sangat segar untuk diminum. مِلْح
asin dan اُجَاج berarti pahit. Dan
kata حُلْيَة adalah sesuatu yang dapat diperoleh dari
laut dan sungai berupa mutiara dan marjan.
2.
Tafsir
Surat al Fathir ayat 12 ini menerangkan tentang kekuasaan Allah dalam mngatur
lautan serta isi di dalamnya. Ayat ini sama dengan surat an Nahl: 14. Ayat ini
menguraikan perbedaan air laut dan sungai. Air laut memiliki air yang rasanya
asin dan pahit sedangkan air sungai rasanya sangat tawar, segar dan enak
diminum.
Perbedaan tersebut dijadikan ulama’ sebagai penggambaran
tentang orang mukmin dan kafir. Keduanya adalah manusia dan memiliki martabat
yang sama namun perbedaannya pada sifatnya. Sifat orang mukmin sejalan dengan
fitrahnya sedangkan orang kafir sebaliknya.[3]
Di kedua laut tersebut terdapat ikan, bintang-binatang laut
dan juga perhiasan. Dahulu ulama’ membatasi pengertian hilyah atau
perhiasan hanya pada marjan dan mutiara, dengan dasar surat ar rahman:22. Namun
pendapat ini tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan
manusia. Karena ulama’ dahulu hanya menganggap mutiara hanya ada di laut yang
asin. Tapi ternyata di air tawar juga ditemukan mutiara seperti yang telah
diteliti oleh Negara Inggris, Skotlandia, Cekoslovakia, Jepang dan lain-lain.
Selain mutiara di air tawar juga di temukan batu-batu mulia seperti berlian.
Perhiasan identik penggunanya adalah wanita. Dalam hal ini
ada beberapa pendapat. Al Biqa’i menggunakan bentuk maskulin (ditujukan
pada pria). Walaupun perhiasan banyak dipakai wanita namun sebagai kesatuan
antra pria dan wanita. Sedangkan Ibnu ‘Asyur memahami dengan taghlib (penilaian
banyak). Kebanyakan perhiasan dipakai oleh wanita kecuali cincin dan
hiasan pedang. Bahkan sekarang cincinpun banyak dipakai wanita.
Dari kedua pendapat di atas yang paling tepat adalah
pendapat al Baqai’i karena yang mencari bahan mentah, mengolah atau membelinya
adalah pria, jadi redaksi ayat ini juga diperuntukkan untuk pria.
Dan dapat melihat kapal yang berlayar untuk mencari
karuniaNya. Ibnu ‘Asyur memahami kata karuniaNya pada aktivitas
perdagangan. Secara umunya untuk mencari rizki. Hal ini membuktikan bahwa Allah
sang pemberi rizki dan pengatur segalanya serta agar manusia bersyukur.
3.
Surah An-Nur Ayat 31
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ
الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ
بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى
اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.[4]
1.
Kosa Kata
خُمُرِ
= bentuk jamak dari khimar, artinya kain kerudung yang dipakai untuk
menutupi kepala; dikenal pula dengan sebutan muqani’
بِعْلٌ
= bentuk jamaknya adalah bu’ul artinya suami.
يَغُضُّوْا
= bentu mudari’ dari gadda (غض) artinya mengurangi
pandangan mata atau suara.
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ = janganlah mereka menampakkan
perhiasannya (auratnya). Kata yubdina adalah bentuk mudari’ dari bada (بدا) artinya muncul dengan jelas.
2.
Tafsir Ayat
Apa yang diharamkan oleh Allah bagi
mereka, yaitu memandang kepada selain suami mereka. Karena itulah kebanyakan
ulama berpendapat bahwa wanita tidak boleh memandang lelaki lain yang bukan
maramnya, baik dengan pandangan birahi atau tidak.
Perintah memelihara kemaluan, yaitu memelihara kemaluannya
dari perbuatan keji (menurut sa’id ibnu jubair), sedangkan menurut qatadah dan
sufyan adalah memelihara diri dari perbuatan yang tidak dihalalkan baginya
(memeliharanya dari perbuatan zina).
Ayat ini juga menerangkan larangan menampakkan sesuatu dari
perhiasannya kepada lelaki lain, kecuali apa yang tidak bisa disembunyikan.
Menurut Ibnu Mas’ud, hal yang dimaksud adalah seperti kain selendang dan
pakaiannya, yakni sesuai dengan tradisi pakaian kaum wanita arab yang menutupi
seluruh tubuhnya, sedangkan bagian bawah pakaian yang kelihatan tidaklah
berdosa jika ditampakkan.[5]
Menurut
ibnu mas’ud perhiasan itu ada dua macam yaitu:
- Perhiasan yang tidak boleh diperlihatkan kecuali hanya kepada suami (cincin dan gelang).
- Perhiasan yang boleh terlihat oleh lelaki lain, yaitu bagian luar dari pakaian.
إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Kecuali
yang (biasa) tampak darinya
Ibnu Abbas dan para pengikutnya menafsirkan kalimat ini
dengan wajah dan kedua telapak tangan. Pendapat inilah yang masyhur dikalangan
ulama. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu
Daud, bahwa telah menceritakan kepada kami Ya’qub Ibnu Ka’ab Al-Intaki Dan
Muammal Ibnul Fadlal-Harrani; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami al-Walid, dari Sa’id Ibnu Basyir, dari Qatadah Dari Khalid Ibnu Duraik,
dari Aisyah r.a., bahwa Asma binti Abu Bakar masuk kedalam rumah nabi SAW,
dengan memakai pakaian yang tipis, maka nabi memalingkan muka darinya seraya
bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ اْلمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضِ
لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذاَ
Hai
asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah berusia baligh, tidak boleh ada
yang terlihat dari tubuhnya kecuali hanya ini.
Nabi bersabda demikian seraya mengisyaratkan
ke arah wajah dan kedua telapak tangannya.
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.
Kerudung yang dimaksud adalah
kerudung panjang yang dapat menutupi dada dan bagian sekitarnya, agar berbeda
dengan pakaian wanita jahiliyah. Karena sesungguhnya wanita jahiliyah tidak
berpakaian demikian, bahkan seorang dari mereka lewat dihadapan laki-laki
dengan membusungkan dadanya tanpa ditutupi sehelai kainpun. Adakalanya pula
menampakkan lehernya dan rambut yang ada di dekat telinganya serta
anting-antingnya. Maka Allah memerintahkan kepada wanita yang beriman agar
menutupi seluruh tubuhnya.
أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ
Atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka.
Mereka yang disebutkan di atas adalah mahram wanita, mereka
diperbolehkan memperlihatkan perhiasannya kepada orang-orang tersebut., tetapi
bukan dengan cara tabarruj. Tidak disebutkan paman dari pihak ayah, tidak pula
paman dari ibu; karena keduanya dinisbatkan kepada anak keduanya. Untuk itu
seorang wanita tidak boleh meletakkan kain kerudungnya di hadapan pamannya,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Demikian itu karena dikhawatirkan
keduanya akan menggambarkan pada anak-anak keduanya.
Adapun
terhadap suami, sesungguhnya hal tersebut hanyalah untuk suaminya. Karena itu,
seorang wanita dianjurkan merias dan mempercantik dirinya di hadapan
suaminya,dan tidak boleh di hadapan lelaki lain.
أَوْ نِسَائِهِنَّ
Atau
wanita-wanita Islam.
Seorang wanita diperbolehkan menampakkan perhiasannya kepada
wanita muslimat, bukan wanita kafir Dzimmi agar mereka tidak menceritakan
keadaan kaum wanita muslimat kepada kaum laki-laki mereka. Adapun wanita
muslimah, sesungguhnya ia mengetahui bahwa perbuatan menceritakan perihal
wanita lain (kepada lelaki) adalah haram, sehingga ia menahan dirinya dari
melakukan hal tersebut[6]
أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
Atau
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita).
Yakni seperti orang-orang sewaan dan para pelayan yang tidak
sepadan. Selain dari itu akal mereka kurang dan lemah, tiada keinginan terhadap
wanita pada diri mereka dan tidak pula berselera terhadap wanita. Ibnu abbas
mengatakan, yang dimaksud adalah lelaki dungu yang tidak mempunyai nafsu
syahwat. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud adalah lelaki yang tolol.
Sedangkan menurut ikrimah adalah laki-laki banci yang kemaluannya tidak dapat
bereaksi.
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَاءِ
Atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Yakni anak-anak kecil mereka yang
masih belum mengerti keadaan wanita dan aurat mereka seperti perkataannya yang
lemah lembut lagi merdu, lenggak lenggoknya dalam berjalan, gerak-gerik, dan
sikapnya. Apabila anak lelaki kecil masih memahami hal tersebut, maka ia boleh
masuk menemui wanita.
Adapun jika seorang anak lelaki menginjak masa pubernya atau
dekat usia pubernya yang telah mengenal hal tersebut dan ia dapat membedakan
wanita yang jelek danwanita yang cantik, maka tidak diperkenankan lagi baginya
masuk menemui wanita lain. Menemui saudara ipar juga dilarang oleh Rasulullah,
Sebagaimana dalam kitab sahihain telah disebutkan sebuah hadis, Rasulullah
bersabda “masuk menemui saudara ipar artinya maut.”
وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya.
Di masa jahiliah bila seorang wanita berjalan di jalan,
sedangkan ia memakai gelang kaki; jika tidak ada laki-laki yang meihat dirinya,
ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga kaum lelaki mendengar suara
gemerincing gelangnya (dengan maksud menarik perhatian mereka). Maka Allah
melarang kaum wanita mukmin melakukan hal semacam itu. demikian pula halnya
bila seorang wanita memakai perhiasan lainnya yang tidak kelihatan, bila
digerakkan akan menimbulkan suara dan dapat menarik perhatian lawan jenisnya;
hal ini pun termasuk ke dalam apa yang dilarang oleh Allah SWT. Termasuk ke
dalam apa yang dilarang adalah memakai parfum bila keluar rumah, sebab kaum
laki-laki akan mencium baunya.
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya
kalian beruntung.
Artinya adalah, kerjakanlah segala
sesuatu yang telah aku perintahkan kepada kalian, yaitu dengan menghiasi diri
dengan sifat-sifat yang terpuji dan akhlak-akhlak yang mulia ini. Tinggalkanlah
tradisi masa lalu di zaman jahiliah, yaitu dengan meninggalkan sifat dan
akhlaknya yang rendah, karena sesungguhnya keberuntungan yang paling prima berada
dalam mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan dan yang dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya, hanya kepada Allah memohon pertolongan.[7]
3. Al
A’raf:26
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا
يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ مِنْ آيَاتِ
اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat.
1.
Kosa Kata
رِيْشَ = pakaian yang
indah untuk perhiasa. Kata ini pada mulanya berarti bulu burung. Sebagaimana
bulu pada burung menjadi hiasan baginya, begitu pula dengan kata risy
pada ayat ini maksudnya adalah pakaian yang indah untuk hiasan.
قَبِيْلُهُ =
pengikut-pengikutnya. Akar katanya adalah ق-ب-ل
yang artinya sesuatu yang berhadp-hadapan.
2.
Tafsir Ayat
Ayat
ini menjelaskan dua fungsi pakaian, yaitu penutup aurat dan perhiasan. Sebagian
ulama bahkan menyatakan bahwa ayat ini berbicara tentang fungsi ketiga pakaian,
yaitu fungsi takwa. Dalam arti pakaian dapat menghindarkan terjerumus ke dalam
bencana dan kesulitan, baik bencana duniawi dan ukhrawi.
لِبَاسُ
التَّقْوَى
(libasut taqwa) dibaca oleh imam nafi’ ibnu amir, al-kisa’i dan abu ja’far
dengan nashab (dibaca libasa sehingga kedudukannya sebagai objek penderita).
Ini berarti sama dengan pakaian-pakaian lain yang diciptakan, dan tentunya
pakaian ini tidak berbentuk abstrak, melainkan konkrit. Takwa yang dimaksud
adalah pemeliharaan, sehingga yang dimaksud pakaian takwa adalah pakaian berupa
perisai yang digunakan dalam peperangan untuk memelihara dan menghindarkan
pemakainya dari luka dan bencana.
Ada juga yang membaca libasu at-taqwa,
sehingga katatersebut tidak berkedudukan sebagai objek. Namun salah satu makna
yang dikandungnya adalah adanya pakaian bathin yang dapat menghindarkan
seseorang dari bencana duniawi dan ukhrawi.
4. An-Nahl
81
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ
مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ
وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
Dan
Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan
Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan
bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang
memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya
atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
1.
Tafsir ayat
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا
Dan
Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan
Menurut
qatadah, makna yang dimaksud adalah pohon.
وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا
Dan
Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung
Yaitu
benteng-benteng dan tempat-tempat perlindungan. Seperti juga yang disebutkan
dalam firman selanjutnya:
وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ
dan
Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas.
Maksudnya
adalah pakaian yang terbuat dari katun, kapas dan bulu.
وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ
dan
pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan.
Pakaian
jenis ini adalah seperti baju besi, tameng, dan lain sebagainya yang digunakan
untuk melindungi diri dalam peperangan.
كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
Demikianlah
Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Artinya,
demikianlah dia menjadikan bagi kalian apa yang dapat kalian jadikan sebagai
sarana untuk urusan kalian, dan apa yang kalian perlukan agar hal tersebut
dapat dijadikan sebagai sarana bagi kalian untuk mengerjakan ketaatan dan
beribadah kepada-Nya.
لَعَلَّكُمْ
تُسْلِمُونَ
Lafadz
تُسْلِمُونَ menurut tafsir jumhur ulama, dibaca dengan
huruf lam yang di-kasrah-kan, yang berasal dari kata إِسْلاَم. Abdullah Ibnul Mubarak dan Abbad ibnul
Awam telah meriwayatkan dari Hnzalah as-Sadusi, dari Sahr ibnu Hausyab, dari
ibnu Abbas, bahwa ibnu Abbas membacanya dengan huruf lam yang di-fathah-kan,
yakni agar kalian selamat dari pelukan. Abu Ubaid al-Qasim ibnu Salam telah
meriwayatkan asal ini dari Abbad. Ibnu Jarir mengetengahkannya dari dua jalur,
dan ia menjawab qira’at ini.
Qatadah
mengatakan bahwa surat ini dinamakan “surat an-Ni’am” karena beliau
melihat dari firman-Nya كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ.
Ata al-Khurrasani mengatakan, sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan hanya
sebatas pengetahuan orang-orang Arab. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
tidakkah engkau melihat firman Allah Swt. berikut:
وَاللَّهُ جَعَلَ
لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا
Dan
Allah menjadikan bagi kalian tempat barnaung dari apa yang telah diciptakan,
dan dia jadikan bagi kalian tempat-tempat tinggal di gunung-gunung.
Padahal
lembah atau daratan rendah yang diciptakan oleh Allah Swt. jauh lebih luas dan
lebih besar daripada pegunungan. Dikatakan demikian karena mereka (orang-orang
Arab) adalah orang-orang pegunungan.[8]
5. Surat
Al-A’raf ayat 31 – 32
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِي
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ
لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid,
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
32.
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.”
Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
1.
Tafsir
Perintah makan dan minum, lagi tidak berlebih-lebihan, yakni
tidak melampaui batas, merupakan tuntunan yang harus disesuaikan dengan kondisi
setiap orang. Ini karena kadar tertentu yang dinilai cukup untuk seseorang,
boleh jadi telah dinilai melampaui batas atau belum cukup buat orang lain. Atas
dasar itu, kita dapat berkata bahwa penggalan ayat tersebut mengajarkan sikap
proporsional dalam makan dan minum.
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang dimaksud zinah
dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu pakaian yang menutup aurot, terbuat dari
kain yang baik dan bahan lainnya yang dapat dijadikan pakaian. Mereka
diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang indah disetiap memasuki masjid.
Berdasarkan
ayat ini dan hadis yang menerangkan hal yang semisal, disunahkan memakai
pakaian yang indah disaat hendak melakukan salat, terlebih lagi salat jum’at
dan shalat hari raya. Disunatkan pula memakai wewangian, karena wewangian
termasuk ke dalam pengertian perhiasan. Juga disunahkan bersiwak, mengingat
siwak merupakan kesempurnaan bagi hal tersebut.
Pakaian yang paling utama ialah yang berwarna putih, seperti
yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Bahwa
Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena
sesungguhnya pakaian putih adalah pakaian terbaik kalian, dan kafankanlah
dengannya orang-orang mati kalian. Dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian
memakai ismid, karena sesunnguhnya ismid itu dapat mencerahkan pandangan mata
dan menumbuhkan rambut.[9]
Kata Akhraja dikeluarkan dalam firman-Nya (اخرج لعبا ده), dipahami dalam arti dinampakkan olehNya
dengan mengilhami manusia mendambakan keindahan, mengekspresikan dan
menciptakan, kemudian menikmatinya, baik dalam rangka menutuoi apa yang buruk
pada dirinya, maupun untuk menambah keindahannya. Keindahan adalah satu dari
tiga hal yang yang mencerminkan ketinggian peradaban manusia. Mencari yang
benar menciptakan ilmu, berbuat yang baik membuahkan etika, dan mengekspresikan
yang indah melahirkan seni. Ketiga hal itu, ilmu, etika, dan seni adalah tiga
pilar yang menghasilkan peradaban.
Bahwa yang dituntun untuk digunakan dari rezeki adalah yang baik-baik
mengandung yang menggunakan apa yang sesuai dengan kondisi manusia, baik dalam
kedudukannya sebagai jenis, maupun pribadi demi pribadi. Manusia sebagai satu
jenis makhluk yang memiliki ciri-ciri tertentu jasmani maupun rohani, tentu
saja mempunyai kebutuhan bagi kelanjutan dan kenyamanan hidupnya rohani dan
jasmani. Karena itu tidak semua yang terhampar di bumi dapat dia makan atau
gunakan. Ada diantara yang terhampar itu, yang disiapkan Allah bukan
untuk dia gunakan atau makan, tetapi untuk digunakan dan dimakan oleh jenis
yang lain yang keberadaannya dibutuhkan manusia. Karbondioksida tidak
dibutuhkan manusia tetapi ia diciptakan Allah karena dibutuhkan oleh tumbuhan
demi kelangsungan hidup jenis itu, dan disisi lain tumbuhan tersebut dibutuhkan
manusia. Oksigen dikeluarkan oleh tumbuhan, tetapi ia amat dibutuhkan oleh
jenis manusia. Demikian terlihat, apa yang baik untuk satu jenis makhluk boleh
jadi tidak baik untuk satu jenis makhluk boleh jadi tidak baik untuk jenis
makhluk lain.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diharamkan wanita untuk memandang kepada selain suami
mereka. Karena itulah kebanyakan ulama berpendapat bahwa wanita tidak boleh
memandang lelaki lain yang bukan maramnya, baik dengan pandangan birahi atau
tidak.
Oleh karena itu, di anjurkan untuk menutup aurat. Dan
berpakain yang dengan kain yang tidak transparan dan ketat. Dilarangan makan,
minum serta berpakaian yang berlebihan Karena Allah tidak menyukai hal
tersebut.
Dituntun untuk digunakan dari rezeki adalah yang baik-baik
mengandung yang menggunakan apa yang sesuai dengan kondisi manusia, baik dalam
kedudukannya sebagai jenis, maupun pribadi demi pribadi.
Daftar Pustaka
Imam Jalaludin al Mahali, Tafsir Jalalain…,1073.
Hamka, Tafsir al Azhar Juz 14,( Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983), 230.
Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir
Ibnu Kasir Juz 14,( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), 122.
Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir…,123.
Ibid, 443-444.
Ibid, 445-446.
Ibid, 275.
Ibid., 76
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,ter. Abu Bakar, (Bandung:
Algensisindo, 2004), hal287
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera
hati, 2002), hal 78
[2] Al Imam Abul Fida
Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 14,( Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2003), 122.
[3] Al
Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 14,(
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), 122.
[9] Ibnu
Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,ter. Abu Bakar, (Bandung:
Algensisindo, 2004), hal287
Tidak ada komentar:
Posting Komentar