BAB I
PENDAHULUAN
A. Lantar
Belakang
Dalam pembahasan fiqih, secara umum selalu diawali dengan
uraian tentang thaharah. Secara khusus, dalam semua kitab atau buku fiqih
ibadah selalu diawali dengan thaharah. Hal ini tidak lain karena thaharah ( bersuci
) mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah.
Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah.
Artinya, dalam melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih
dahulu berada dalam keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas besar maupun
hadas kecil, termasuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam beribadah,
mulai dari pakaian, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dengan kata lain,
thaharah dengan ibadah ibarat dua sisi mata uang, dimana dimana antara satu sisi
dengan sisi lainnya tidak dapat dipisahkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian thaharah, hadast dan
najis?
2.
Bagaimana cara bersuci dari najis
dan hadast?
3.
Apa
pPengertian wudlu,
tayamum dan mandi?
4.
Apa saja alat-alat untuk bersuci?
5.
Apa hikmah dari bersuci?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Thaharah, Najis, dan Hadast
1.
Pengertian
Thaharah
Secara bahasa, thaharah artinya membersihkan kotoran, baik
kotoran yang berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud.
Adapun secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadats,
najis, dan kotoran dengan air atau tanah yang bersih. Dengan demikian, thaharah
adalah menghilangkan kotoran yang masih melekat di badan yang membuat tidak
sahnya shalat dan ibadah lain.
2.
Pengertian hadast
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau
keadaan badan tidak suci – jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi
(istilah) Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan
dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan
demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan
ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats dan najis, seperti
shalat, thawaf, ’itikaf.
3.
Pengertian najis
Najis adalah suatu benda kotor menurut syara’ (hukum agama).
Benda-benda najis itu meliputi :[1]
a.
Darah, dan nanah
b.
Bangkai, kecuali bangkai manusia,
ikan laut, dan belalang
c.
Anjing dan babi
d.
Segala sesuatu yang dari dubur dan
qubul
e.
Minuman keras, seperti arak
f.
Bagian atau anggota tubuh binatang
yang terpotong dan sebagainya sewaktu masih hidup.
Selain
itu, najis dibagi menjadi 3 yaitu:
a.
Najis ringan (Mukhofafah)
b.
Najis sedang (Mutawasithoh)
c.
Najis berat (Mugholadhoh)
d.
Najis ma’fu
B.
Bagaimana
cara bersuci dari hadast dan najis
1. Cara
bersuci dari hadast
a. Hadas
kecil penyebabnya keluar sesuatu dari dubur dan kubul, menyentuh lawan jenis
yang bukan muhrimnya, dan tidur nyenyak dalam keadaan tidak tetap. Cara
mensucikan hadas kecil ini adalah dengan wudhu atau tayamum.
b. Hadas
Besar penyebabnya keluar air mani, bersetubuh ( baik keluar mani atau tidak ),
menstruasi atau nifas ( keluar darah karena melahirkan ), dan lain sebagainya.
Cara mensucikan hadast besar adalah dengan mandi wajib.
2. Cara
bersuci dari najis
a. Najis
Ringan (mukhofafah), yaitu air kencing bayi lelaki yang berumur dua tahun, dan
belum makan sesutu kecuali air susu ibunya. Menghilangkannya cukup diperceki
air pada tempat yang terkena najis tersebut. Jika air kencing itu dari bayi
perempuan maka wajib dicuci bersih. Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya
pakaian dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air
jika terkena kencing anak laki - laki “. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim).
b. Najis
Sedang (mutawasitoh), yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul
manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali
bangkai manusia, ikan laut, dan belalang) serta susu, tulang, dan bulu hewan
yang haram dimakan. Dalam hal ini tikus termasuk golongan najis, karena tikus
hidup di tempat - tempat kotor seperti
comberan dan tempat sampah sekaligus mencari makanan disana. Sedangkan kucing
tidak najis. Rasulullah SAW telah bersabda, “Sungguh kucing itu tidak najis,
karena ia termasuk binatang yang jinak kepada kalian“. (HR Ash-habus Sunan
dari Abu Qotadah ra.)
Najis mutawasitoh dibagi dua :
1.
Najis Ainiyah, yaitu yang berwujud
(tampak dan tidak dilihat). Misalnya, kotoran manusia atau binatang.
2.
Najis hukmiyah, yaitu najis yang
tidak berwujud ( tidak tampak dan tidak terlihat ), seperti bekas air kencing,
dan arak yang sudah mengering.
Cara
membersihkan najis mutawashitho ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat -
sifat najisnya (yakni warna, rasa, dan baunya) hilang.
c.
Najis berat (mugholladhoh) adalah
najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali
dan salah satu air yang bercampur tanah. Rasulullah SAW bersabda : “Jika
bejana salah seorang diantara kalian dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan
salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah”. (HR.Muslim)
Selain tiga jenis kotoran diatas, ada satu lagi, yaitu najis
ma’fu ( najis yang dimaafkan ) Antara lain nanah dan darah yang cuma sedikit,
debu, air dari lorong - lorong yang memercik sedikit yang sulit dihindarkan.
C.
Pengertian
wudlu,tayamum dan mandi
1.
Wudlu
Wudlu yaitu mempergunakan air untuk
anggota-anggota badan tertentu yang dimulai dengan niat.
Adapun
Syarat-syarat wudlu ada lima dan ini juga menjadi syaratnya mandi, adalah:
a.
Air
mutlaq
Selain
air mutlaq tidak dapat menghilangkan hadast, mencuci najis, dan tidak dapat
digunakan thaharah.
b.
Mengalirkan
air pada anggota yang dibasuh.
c.
Pada
anggota wudlu tidak terdapat sesuatu yang membahayakan bagi berubahnya air.
d.
Tiada
pembatas antara anggota basuhan dengan air.
e.
Masuknya
waktu bagi orang-orang yang berkeadaan hadast.
Adapun
rukun wudlu adalah sebagai berikut :
a.
Niat
Hendaknya
berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada waktu
membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri : “Qhasdus Syai’in, muqtarinan bi fi’lihi” yang artinya meniatkan sesuatu secara
beriringan dengan perbuatan.
b. Membasuh
seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari
telinga kanan hingga telinga kiri).
c. Membasuh
kedua tangan sampai siku-siku.
d. Mengusap
sebagian rambut kepala.
e. Membasuh
kedua belah kaki sampai mata kaki.
f. Tertib
( berturut-turut ).[2]
2.
Tayamum
Menurut pengertian bahasa, tayammum
berarti maksud atau tujuan. Sedang menurut pengertian syariat, tayamum berarti
menuju ke pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar
diperbolehkan melakukan shalat.[3]
Adapun rukun dan tata cara tayamum
adalah sebagai berikut :
a. Niat
Para ulama berbeda pendapat tentang
bagaimana niat tayamum seharusnya. Ulama Malikiyah dan Syafi’iah berpendapat
hampir sama, niat tayamum yang dianggap sah adalah niat tayamum untuk
diperbolehkan melaksanakan sholat atau niat melaksanakan kewajiban tayamum,
sedangkan untuk menghilangkan hadats tidak sah.[4]
Sedangkan ulama Hanafiah berpendapat
bahwa niat hanya merupakan syarat sah tayamum, bukan rukun. Menurut kelompok
ini, yang penting niat disertai tujuan tayamum.
b. Mengusap
wajah dan kedua tangan dengan debu.
Menurut Malikiyah dan
Hanabillah orang yang akan bertayamum harus menepukkan tanganya ke tanah yang
suci satu kali kemudian mengusapkanya ke tangan dan wajah, sedangkan menurut
Hanafiyah dan Syafi’iyah harus menepukkan tangan dua kali, yang pertama untuk
diusapkan ke tangan dan yang kedua ke wajah.
Batasan dalam mengusap wajah tidak
diharuskan debu merata sampai kulit dasar jenggot meskipun tidak lebat.
Sedangkan bagian tangan sebagian ulama berpendapat hanya mengusap sampai
pergelangan tangan saja dan menganggap sampai ke siku sebagai sunnah, namun
sebagian mengqiyaskan dengan wudhu yaitu membasuh sampai siku-siku.
c. Tartib
Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat
bahwa tartib menjadi rukun tayamum untuk menghilangkan hadats kecil, sedangkan
untuk menghilangkan hadats besar tidak menjadi rukun. Malikiyah dan Hanafiyah
berpendapat bahwa tartib hanya sunah, bukan wajib.
3. Mandi
Mandi adalah meratakan atau
mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar atau junub atau wajib
adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih ( air mutlak ) yang
mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadast besar
yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat. Mandi itu disyariatkan
berdasarkan Firman Allah SWT :
bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù
“Dan jika kamu junub
hendaklah bersuci!” (Q.S Al-Maidah : 6). [5]
Hal-hal yang mewajibkan mandi wajib. Mandi itu diwajibkan
atas lima perkara :
a.
Keluar air mani disertai syahwat,
baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita.
b.
Hubungan intim, walau tidak sampai
keluar mani.
Firman Allah Ta’ala : “ jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci ”.
c.
Terhentinya haid dan nifas.
d.
Mati, bila seorang menemui ajal
wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.
Orang kafir bila masuk islam.[6]
Rukun
( Fardhu ) dan Tata Cara Mandi Besar.
1.
Niat (bersamaan dengan membasuh
permulaan anggota tubuh).
2.
Membasuh air dengan tata keseluruhan
tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.[7]
Tata
Cara Mandi Wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi ialah sebagai
berikut :
a.
Membaca Niat. Yaitu “ Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil fardlol
ilaahita’ala ”.
b.
Membilas atau membasuh seluruh badan
dengan air ( air mutlak yang menyucikan ) dari ujung kaki ke ujung rambut
secara merata.
c.
Hilangkan najis yang lain bila ada.[8]
D.
Alat-alat
untuk bersuci
1. Air
Ditinjau dari hukumnya air dibagi
menjadi empat :
a. Air
mutlak yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan. Sebab belum berubah sifat
( bau, rasa, dan warnanya ).
b. Air
musyammas yaitu air suci yang dapat dipakai untuk mensucikan, namun makruh
digunakan. Mislanya, air bertempat dilogam yang bukan emas, dan terkana panas
matahari.
c. Air
musta’mal yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena
sudah dipakai untuk bersuci, meskipun air itu tidak berubah warna, rasa, dan
baunya.
d. Air
mutanajis yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah.
Karenanya air tersebut tidak suci dan tidak dapat dipakai mensucikan.
2. Debu.
3. Alat-alat
yang kasar seperti batu.
E.
Hikmah
bersuci
Islam adalah agama yang cinta
keindahan. Keindahan selalu identik dengan kebersihan dan kesucian. Demikianlah
sebuah hadits berbunyi “Kebersihan itu sebagian dari iman”. Artinya keimanan
belum tanpa adanya kebersihan. Baik jasmani maupun rohani.Anjuran bersuci dalam
Islam terjembatani dalam pelaksanaan wudlu’ sebelum shalat. Demikian pula
anjuran mandi sebelum pertemuan jum’atan atau berkumpul tahunan dalam rangka
shalat idul adha maupun idul fitri. Begitu juga dengan anjuran memotong kuku,
membersihkan gigi, membersihkan pakaian dengan mencuci.
Kitab Fiqih Manhaji Madzhab Imam
Syafi’I menerangkan adanya hikmah dibalik anjuran tersebut diantaranya.
1.
Menunjukkan fitrah Islam sebagai
agama yang suci.
2.
Menjaga kehormatan dan kewibawaan
seorang Islam. Karena manusia pada dasarnya condong pada sesuatu yang bersih,
suka berkumpul dengan orang-orang yang bersih dan menjauhi sesuatu yang kotor.
Maka perintah bersuci adalah jalan menuju kehormatan dan kewibawaan Islam itu
sendiri. Lebih-lebih ketika bersinggungan dengan msyarakat lainnya.
3.
Menjaga kesehatan. Karena penyakit
itu datang disebabkan kuman-kuman serta bakteri-bakteri yang dibawa oleh kotoran,
maka Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan agar terhindar dari
penyakit. Seperti mebersihkan badan, mencuci muka, mencuci tangan, mencuci
kaki, karena anggota yang disebutkan merupakan tempat dimana kotoran yang
menbawa penyakit itu bersarang.
4.
Mempermudah diri mendekati Ilahi.
Allah Tuhan Yang Mahas Suci senang akan hal-hal yang suci. Karena itu keitka
shalat untuk menghadapi-Nya haruslah dalam keadaan suci secara lahir maupun
batin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bersuci dari hadas maupun najis
termasuk dalam perihal thaharah atau bersuci. Dalam hukum Islam juga
disebutkan, bahwa segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang
penting. Macam - macam Thaharah ada empat yaitu pertama, tentang wudhu
yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua, tentang bertanyamum yaitu
pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga, mandi besar yaitu
menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat, Istinja’ yaitu
membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu keluarnya kotoran
itu.
Bersuci
bisa juga menggunakan alat - alat bantu yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW
yaitu Air, tanah, dan masih banyak lagi yang bisa digunakan. Macam - macam
hadas juga terbagi menjadi dua ialah hadas kecil yaitu yang disebabkan oleh keluar sesuatu dari
dubur dan kubul, sedangkan hadas besar yaitu yang disebabkan oleh keluarnya air
mani dan bersetubuh. Dan macam - macam Najis terbagi menjadi tiga yaitu Najis
Mukhofafah, Najis Mutawashitho, dan Najis Mogholladhoh.
B.
Saran
Demikian makalah yang dapat kami
susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan.
Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Aliy As’ar. 1980. Terjemah Fathul Mu’in, Kudus: Menara
Kudus.
Abdul Rosyad Shiddiq. 2006. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Isnatin Ulfah. 2009. Fiqih Ibadah. Ponorogo: STAIN Press.
Muhamad Dainuri. 1996. Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam.
Magelang: Sinar Jaya.
Sayyid Sabiq. 1984. Fikih Sunnah jilid 1. Jakarta: Mulyaco.
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh
Islam Lengkap. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
[2] Drs. H. Moh.Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap. (Semarang : PT.
Karya Toha Putra, 1978). hlm. 63
[3] Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih
Ibadah. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar,2006), hlm: 80.
[4] Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah
. (Ponorogo: STAIN Press Ponorogo,2009), hlm: 56.
[5] Sayyid, Sabiq, dkk, Fikih Sunah
jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984), hlm. 128-130.
[6] Sayyid, Sabiq, dkk, Fikih Sunah
jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984), hlm.
144.
[7] Dainuri Muhamad. Kajian kitab
kuning terhadap ajaran islam (Magelang :Sinar Jaya Offset,1996) hlm. 27.
[8] Dainuri Muhamad. Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam (Magelang
:Sinar Jaya Offset,1996) hlm. 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar