BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali
akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk
yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi
ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula
manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan
bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with
multiproblem). Dengan berbagai masalah itu ada yang bisa mereka atasi
dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor)
untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang
ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki
banyak pilihan cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam?
Karena islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tak terkecuali
berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan
berbagai hal terkait dengan bimbingan konseling islam, termasuk tujuan-tujuan
dari bimbingan konseling islam dan bagaimana ketika bimbingan dan konseling di
implementasikan dalam pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
a. Apa Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling
Islam?
b. Apa Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan
Konseling Islam?
c. Bagaimana Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam
Pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
a.
Bimbingan
dan Konseling
Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor
29/90, Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depannya.
Menurut Rochman Natawidjaja, bimbingan dapat
diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Menurut Muhammad Surya, bimbingan adalah suatu
proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing
kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan
perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuain diri dengan lingkungannya.[1]
Edwin C. Lewis (1970), mengemukakan bahwa
konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah (klien) dibantu
secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui
interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan
informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan
perilaku-perilaku yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan
dirinya dan lingkungannya.
b.
Islam
Istilah Islam dalam wacana studi Islam berasal dari bahasa arab dalam
bentuk masdar yang secara harfiyah berarti selamat, sentosa
dan damai. Dari kata kerja salima diubah menjadi bentuk aslama
yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan
adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.[2]
Secara terminologis, Ibnu Rajab merumuskan
pengertian Islam, yakni: Islam ialah penyerahan, kepatuhan dan ketundukan
manusia kepada Allah swt. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Di samping itu, Syaikh Ahmad bin Muhammad
Al-Maliki al-Shawi mendefinisikan Islam dengan rumusan Islam yaitu: atauran
Ilahi yang dapat membawa manusia yang berakal sehat menuju kemaslahatan atau
kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhiratnya.[3]
Pendapat lain menyatakan bahwa islam adalah
agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan oleh rasullullah SAW
yang memiliki sumber pokok al-quran dan sunnah rasullullah SAW sebagai petunjuk
umat islam sepanjang masa.
c.
Bimbingan
Konseling Islam
Secara sederhana, gabungan dari masing-masing
isitilah dari poin A dan B tersebut dapat dikaitkan satu dengan lainnya
sehingga menjadi sebutan Bimbingan Konseling Islam. Dalam hal ini, Bimbingan
Konseling Islam sebagaimana dimaksudkan di atas adalah terpusat pada tiga
dimensi dalam Islam, yaitu ketundukan, keselamatan dan kedamaian.
Batasan lebih spesifik, Bimbingan Konseling Islam dirumuskan oleh para ahlinya
secara berbeda dalam istilah dan redaksi yang digunakannya, namun sama dalam
maksud dan tujuan, bahkan satu dengan yang lain saling melengkapinya.
Berdasarkan beberapa rumusan tersebut dapat diambil suatu kesan bahwa yang
dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan
secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang
yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya
dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara
harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya
kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.[4]
Pengertian tersebut antara lain didasarkan pada
rumusan yang dikemukakan oleh H.M. Arifin, Ahmad Mubarok dan Hamdani Bakran
Adz-Dzaki. Bahkan pengertian yang dimaksudkannya adalah mencakup beberapa unsur
utama yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu: konselor, konseli
dan masalah yang dihadapi. Konselor dimaksudkan sebagai orang yang membantu
konseli dalam mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam
upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk
jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.
Konseli dalam hal ini berarti orang yang sedang menghadapi masalah karena dia
sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Menurut Imam Sayuti Farid,
konseli atau mitra bimbingan konseling Islam adalah individu yang mempunyai
masalah yang memerlukan bantuan bimbingan dan konseling. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan masalah ialah suatu keadaan yang mengakibatkan individu maupun
kelompok menjadi rugi atau terganggu dalam melakukan sesuatu aktivitas.[5]
Dalam pandangan Farid Hariyanto (Anggota IKI
jogjakarta) dalam makalahnya mengatakan bahwa bimbingan dan konseling dalam
Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling
itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada
klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani,
cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu
dan paradigma kenabian (Sumber Hukum Islam).[6]
Beberapa ayat al-Quran yang berhubungan dengan
bimbingan konseling diantaranya adalah:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian,
kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati
supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”.
(Al-Ashr :1-3)
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
B. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Secara garis besar tujuan bimbingan konseling islam dapat dirumuskan untuk
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan tujuan dari bimbingan dan konseling
dalam Islam yang lebih terperinci adalah sebagai berikut:
1.
Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan,
kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan
damai, bersikap lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah
Tuhannya.
2.
Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan
dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial dan
alam sekitarnya.
3.
Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada
individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan,
tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4.
Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada
diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat
kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan menerima
ujianNya.
5.
Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga
dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan
baik dan benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup;
dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada
berbagai aspek kehidupan.
6.
Untuk mengembalikan pola pikir dan kebiasaan
konseli yang sesuai dengan petunjuk ajaran islam (bersumber pada Al-Quran dan
paradigma kenabian .
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan
konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan
Konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus.[7]
Tujuan umumnya adalah
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
1. membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2. membantu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya
3. membantu individu memlihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau
menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.
C. Urgensi BK Islam dalam Pembelajaran
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah/madrasah,
bukan terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang undangan)
atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah upaya memfasilitasi
peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek
fisik, emosi, intelektual, social, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang berada
dalam proses berkembang atau menjadi (on becaming), yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian
tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki
pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa
proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas
dari masalah. Dengan kata lain proses perkembangan itu tidak selalu berjalan
dalam arus linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai
yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis,
maupun social. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan
yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga
masyarakat. Apabila perubahan ang terjadi itu sulit diprediksi, atau diluar
jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku
konseli,seperti terjadinya stagnasi (kemandekan) perkembangan, masalah-masalah
pribadi atau penyimpangan perilaku. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang
sehat, seperti maraknya tayangan televisi dan media-media lain, penyalahgunaan
alat kontraspsi, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekandensi
moral orang dewasa ini mempengaruhi perilaku atau gaya hidup konseli (terutama
pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak
yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib, pergaulan bebas, tawuran, dan
kriminalitas.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti
yang disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka
secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu efektif dan ideal adalah pendidikan
yang tidak mengesampingkan bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya
melaksanakan bidang administrative dan instruksional dengan mengabaikan
bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan
terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan
dalam aspek kepribadian.
Dengan dasar itulah bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam
pembentukan sosok peserta didik yang dicita-citakan seperti yang dicantumkan
dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, yaitu:
1.
beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha
esa
2.
berakhlak mulia
3.
memiliki pengetahuan dan keterampilan
4.
memiliki kesehatan jasmani dan rohani
5.
memiliki kepribadian yang mantap dan kebangsaan
6.
memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
dicita-citakan itu bimbingan konseling disekolah di orientasikan kepada upaya
memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi,
belajar dan karir, atau terkait dengan perkembangan konseli sebagai makhluk
yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan
spiritual).[8]
D.
Konseling Rosulullah
Istilah konseling (counseling )berasal dari kata ’’tocouncel’’yang berarti memberi nasehat,penyuluhan atau anjuran
kepada orang lain secara berhadapan muka (face to face).Dengan demikian konseling adalah pemberian nasihat atau
penasihatan
kepada orang lain secara individual
yang dilakukan secara berhadapan
(face to face) dari seorang yang mempunyai kemahiran (konselor/helper) kepada seseorang
yang
mempunyai masalah (klien/helpee).
Sedangkan pengertian konseling Islami menurut Musnamar adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar individu atau klien tersebut menyadari kembali
akan eksistensinya sebagai
makhluk(ciptaan)Allah yang seharusnya
hidup sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehingga dapat mencapai
kebahagian di
dunia dan akhirat.
Dalam pelaksanaan
proses konseling ada
perbedaan antara pandagan
Barat di banding pandangan Islam,dimana proses konseling versi Barat bisa terlakasana jika klien yang bermasalah mendatangi biro konsultasi dan meminta
konselor memberi jalan
keluar terhadap
permasalahan yang
diderita klien,sedangkan
menurut Islam,
jika
seseorang mempunyai permasalahan atau
problem,
konselor Islam,
(seperti yang dicontohkan Rasullullah
Saw) bisa
melaksanakan proses konseling di berbagi tempat,baik
di rumah,di masjid,di jalan,di pajak
dan sebagainya,bahkan
dalam konseling
Islam
konselor dibenarkan bahkan terkadang dianjurkan mendatangi klien yang bermasalah,sehingga
dapat kembali ke
jalan yang lebih baiksesuai dengan ajaran agama
yang diyakininya selama ini.Disinilah salah satu letak perbedaan antara
konsep Barat dengan konsep Islam,artinya konseling versi Barat,klien yang
bermasalah datang
ke biro
atau
pusat layanan konseling,sedangkan menurut versi
Islam
pemberian
konseling (kuratif/korektif), konselor Islami
dibenarkan
mendatagi klien, agar
klien dapat
keluar
dari
masalah yang dihadapinya.
Pada dasarnya
tujuan kedua
versi ini
adalah
sama, yaitu
sama-sama
berupaya memberi solusi dan kesadaran kepada klien agar klien kembali kepada kejalan yang benar. Sedangkan tindak lanjut dari rasa kesadaran itu, dia berjanji kepada dirinya
dan kepada Tuhan bahwa perbuatan yang salah dan
keliru tidak diualnginya lagi pada
masa yang akan datang, ia juga
berusaha melaksanakan agama
lebih baik dari sebelunya. Cara seperti inilah yang dituntut oleh pembimbing
atau konselor islami daripada kliennya dalam proses
konseling.
Dari penjelasan
terlihatlah
bahwa inti
dari
konseling Islami itu adalah memberikan kesadaran kepada klien agar tetap menjaga eksistensinya
sebagai mahkluk Allah,dan
tujuan yang ingin dicapai
pun
bukan hanya untuk
kemaslahatan dan kepentingan duniawi semata,tetapi lebih jauh dari itu adalah
untuk kepentingan ukhrawi yang lebih kekal abadi.Hal ini sesuai dengan do’a yang selalu diucapkan setiap orang yang beriman kepada Allah SWT,seperti yang
terdapat pada surat Al-Baqarah ayat
201
yang berbunyi
:
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)t !$oY/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ
201. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan
Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
Kami dari siksa neraka"[127].
Pada sisi lain, jika diperhatikan prosedur
dan layanan yang dijalankan
konselor kepada klien dalam proses konseling (versi Barat), sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan cara
penasehatan yang dilakukan Rasulullah kepada sahabat. Sebagai contoh, dalam layanan
konseling seorang pembimbing atau
konselor haruslah sungguh-sungguh, ihklas, sabar, tidak
muda lari dari masalah
dan lemah lembut kerena sesungguhnya keseriusan dan kesadaran sangat
diperlukan dalam proses konseling.10Layanan
dan nasehat yang dijalankan Rasulullah kepada para sahabat dalam
mengajak melaksanakan
yang ma’ruf, Rasul melaksanakan dengan sungguh-sungguh, sabar, lemah lembut, dan penuh bijaksana. Sikap Rasul dalam memberi layanan yang kondusif dan
lemah lembut diabadikan dalam
al-Qur’an pada surah al-Imran ayat 159
yang berbunyi:
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# ( #sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Sifat-sifat mulia dan agung yang dicontohkan Rasulullah dalam
memberi layanan dan panasehatan
kepada kliaen dari sifat dan sikap yang dituntut
dari seorang konselor profesional seperti
yang dirumuskan oleh
Persatuan
Bimbingan
Jabatan
Nasional
yaitu Nasional Vocational Guidance
Association seperti yang dikutip oleh Sukardi (1983 : 61) yaitu interes terhadap orang lain, sabar, peka terhadap berbagai
siakap dan reaksi, memiliki emosi yang stabil
dan objektif, sungguah-sungguh respek terhadap orang lain,dan dapat dipercaya.
Dalam suatu riwayat (hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu umamah) yang artinya : Seorang pemuda yang mendatangi Rasul dan bertanya secara lantang dihadapan para sahabat: Wahai Rasulullah, apakah engkau dapat
mengizinkan saya untuk berzina? Mendengar pertanyaan
yang tidak sopan itu para sahabat
ribut dan mau
memukulinya, Nabi
segera melarang dan
memanggil, bawalah pemuda itu dekat-dekat kepadaku. Setelah pemuda itu duduk didekat
Nabi, Nabi bertanya
kepada pemuda itu: Bagaimana
jika ada orang yang akan
menzinahi ibumu? Pemuda itu menjawab, demi Allah saya tidak akan membiarkannya.
Bagaimana terhadap anak perempuanmu? Pemuda itu menjawab, tidak juga ya Rasul, demi Allah, saya tidak akan membiarkannya. Nabi melanjutkan, bagaimana jika terhadap saudara
perempuanmu? Tidak juga ya Rasul, saya tidak akan membiarkannya. Nabi meneruskan, begitu juga orang
tidak akan membiarkan putrinya
atau saudara perempuannya atau bibinya
dizinahi kemudiani. Nabi kemudian meletakkan tangannya kedada
pemuda itu sambil berdoa; Ya
Allah bersihkanlah hati pemuda itu, ampunilah dosanya dan jagalah kemaluannya.
Dari kisah diatas terlihatlah bahwa
Rasulullah sebagai konselor Islami
memberikan nasehat,arahan dan bimbingan
penuh
persuasif, lemah lembut penuh kesungguhan dan kesabaran menghadapi seseorang pemuda (klien) yang meminta pendapat
kepada beliau.
Lebih jauh dari itu, Allah SWT memberikan
penjelasan bahwa diantara
tugas-tuggas
Rasulullah Saw diutus kemuka bumi
ini adalah untuk menyampaikan kebenaran
dan pengajaran
pada
manusia. Hal
ini
sesuai dengan firman Allah pada surat
Yunus ayat 57 yaitu:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrßÁ9$# Yèdur ×puH÷quur tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ
Hai manusia, Sesungguhnya
telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.
Berdasarkan
ayat dan hadis diatas menjelaskan bahwa Alquran dan
Sunnah Rasul merupakan Landasan ideal dan
konseptual dari bimbingan dan konseling Islam. Karena al-quran dan Hadis dalam pandangan Islam merupakan pandangan naqliah. Disamping landasan naqliah, bimbingan konseling Islami
juga memerlukan landasan
aqliyah, dalam hal ini termasuk filsafat Islam dan landasan ilmiah yang sejalan dengan
ajaran Islam.
Landasan filosofis Islami penting artinya penting artinya bagi pengembangan dan kelengkapan bimbingan konseling Islami, karena mencakup:
1.
Falsafah tentang
dunia manusia
2.
Falsafah tentang
manusia dan kehidupan
3.
Falsafah tentang
pernikahan dan keluarga
4.
Falsafah tentang
pendidikan
5.
Falsafah tentang masyaraka
Di samping itu, disiplin
ilmu yang dapat memperlengkap, membantu dan
dijadikanlandasan operasional bimbingan dan konseling
Islami
adalah:
1.
Ilmu jiwa (psikologi)
2.
Sosiologi
3.
Ilmu komunikasi
4.
Ilmu hukum Islam
5.
Antropologi
sosial
Dengan demikian, layanan yang
dijalankan oleh konselor Barat dalam
proses konseling,sebenarnya telah lebih dahulu dikenal oleh Islam, yaitu seperti
yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu, walaupun istilah
dan caranya tidak persis sama, namun tujuan dan cara-cara pendekatan yang
ditempuh, justru apa
yang dilakukan
Rasulullah jauh lebih baik. Perbedaannya hanya terlihat dari segi istilah, dimana
Barat menggunakan istilah proses
konseling, sedangkan dalam Islam dikenal dengan istilah penasehatan atau
hisbah. Proses
konseling yang dilakukan
bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada potensi dasarnya yaitu manusia
yang fitri. Fitri artinaya kembali
kepada kesucian dan kebenran yang meliputi aspek jasmani dan rohani. Dengan
kembalinya
manusia kepada kondisi fitri, manusia akan mendapatkan kembali keceriaan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan di dunia, maupun kebahagiaan di akhirat.
Rasulullah merupakan
contoh layanan konseling Islam,
umumnya menerapkan
cara memberikan saran-sarau, anjuran, nasehat kepada klien. Nabi dan Rasul
merupakan
konselor apabila melihat tugas dan fungsinya sebagai
pembimbing umat ke arah jalan yang benar. Nabi dan
Rasul semua mengajak umat manusia kepada agama Tahuid ( Islam). Nabi dan Rasul juga membimbing
manusia agar tidak terjerumus ke lembah dosa, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat. Tugas hakiki
Nabi dan Rasul adalah mengajak, membantu, dan membimbing manusia
kepada jalan yang
disyariatkan Islam.
E.
Konseling Iman Al-Ghazali
Perkara
penting dalam memahami konsep dan model kaunseling Imam al-Ghazali adalah
memahami dan menghayati syariat Islam. Model ini memberi penekanan kepada
proses memahami jiwa manusia dari aspek kefahaman Islam. Oleh sebab itu, teori
yang digunakan ini dapat memberi ruang kepada klien supaya memahami erti
sebenar kehidupan ini, menghayati kebesaran dan keesaan Allah dan juga
mensyukuri nikmat kurniaan Allah kepada hambaNya
Maka,
melalui teori kaunseling ini, Imam al-Ghazali mengharapkan agar kaunselor juga
akan dapat meningkatkan kualiti diri melalui hubungan dengan Allah yang tinggi.
Hal ini kerana untuk menjadi seorang kaunselor yang mampu untuk membimbing
orang maka mereka perlu memperbaiki diri sendiri dari pelbagai aspek.
Proses kaunseling al-Ghazali merangkumi aspek-aspek
seperti musyaratah (menetapkan syarat), muraqabah (audit atau semakan),
mu’aqabah (dendaan), mujahadah (bersungguh-sungguh dan Mu’atabah (celaan).
a.
Sesi Kaunseling Imam Al-Ghazali :
Langkah
1 : Pengenalan dan bina hubungan
Langkah
2 : Meneroka diri dan masalah
Langkah
3 : Mengenal pasti punca dan jenis masalah
Langkah
4 : Memberi ubat yang sesuai dengan penyakit
Langkah
5 : Penilaian
1.
Langkah
pertama dalam teori kaunseling Imam al-Ghazali menekankan aspek memberi salam
sebagai keutamaan sebelum memulakan sesi kaunseling. Setelah itu majlis atau
sesi dibuka dengan bacaan al-Fatihah, tujuannya adalah untuk menghindari dari
godaan syaitan. Masalah yang berlaku dalam diri manusia adalah berpunca dari
syaitan yang sentiasa mengoda manusia supaya jauh dari mengingati Tuhan yang
Maha Pencipta. Selain itu proses pembinaan hubungan melibatkan hubungan dan
interaksi yang baik antara kaunselor dengan klien. Melalui hubungan ini akan
melahirkan kepercayaan dalam diri klien dan memungkinkan mereka untuk berterus
terang dan berkongsi masalah yang dihadapi.
2.
Manakala di dalam langkah
yang kedua, Imamal- Ghazali menekankan aspek penerokaan dalam diri klien
sehingga mereka dapat mengenal pasti punca masalah yang dihadapi. Selain itu langkah kedua ini adalah supaya
klien dapat mencari kekurangan diri yang menjadi punca kepada masalah tersebut.
Disamping itu kaunselor akan bertindak membimbing mereka dan bermuhasabah diri
dalam melaksanakan syariat Islam. Kaunselor boleh menekankan aspek kerohanian
dan spiritual dalam diri klien . Bina hubungan dengan berdoa, berjanji dan
bertawakkal, bincang konsep-konsep Islam (matlamat hidup, kewajipan, hukum
perlakuan, halal haram, musibah, sabar dan syukur) serta sifat-sifat Allah dan
sunnah rasul mengikut keperluan dan kesesuaian kes. Imam al-Ghazali lebih
menfokuskan untuk membaiki diri dengan amalan-amalan kerohanian seperti solat,
zikir, membaca al-Quran, menjaga makan dan minum, bertaubat, menjaga aurat dan
sebagainya. Kemudiannya Imam al-Ghazali menekankan aspek reda dengan musibah
yang menimpa diri dan menganggab ianya sebagai satu ujian untuk hambanya yang
sabar. Mengenal Diri dan Bina Matlamat Hidup dengan meneroka kriteria diri
klien yang membawa kepada masalah berdasarkan pemerhatian, percakapan dan
soalan andaian. Membimbing klien membuat muhasabah diri dalam melaksanakan
syariat. Klien akan menyedari kelalaian dan kekurangan yang ada pada dirinya
3.
Langkah
3 (mengenal pasti punca dan jenis masalah) Punca dan Jenis masalah, gabungkan
langkah 2 dan 3 jadi asas meneroka punca dan jenis masalah. Kaunselor dan klien
mencapai kefahaman yang sama mengenai diri dan permasalahan klien. Rumuskan
masalah dengan kefahaman Islam dan penghayatan/amalan syariat.
4.
Langkah 4: (memberi ubat
yang sesuai dengan penyakit) Punca dan Jenis Masalah dengan menjelaskan cara
membaiki diri dengan; mempelajari ilmu Islam, meningkatkan amalan, bertaubat,
berzikir, berdoa, menjaga pergaulan, menjauhi maksiat, menjaga makan minum,
menjaga pandangan, menjaga pertuturan dan menjaga diri daripada penyakit hati
seperti; sombong, riyak, ujub, dak takabur.
5.
Langkah 5: Penilaian
Kefahaman/Pelaksanaan dengan melihat perubahan klien melalui air muka, gerak
geri dan pertuturan dari aspek peningkatan akidah, memahami diri sendiri, reda
dengan musibah, keyakinan diri yang tinggi, melaksanakan tuntutan agama dan
takwa dan tawakkal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Konseling Islam adalah suatu proses pemberian
bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok
orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami
dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup
secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi
tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
b. Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
Ø membantu individu agar tidak menghadapi masalah
Ø membantu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya
Ø membantu individu memlihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau
menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.
c. Konseli sebagai seorang individu yang berada
dalam proses berkembang yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.
Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan
bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah kehidupannya.
Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli
tidak selalu berlangsung mulus,atau bebas dari masalah. atau searah dengan
potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka
Bani Quraisy. Bandung: 2003
Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh
al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid,.
Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling
Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002)
Farid Hariyanto, Makalah dalam Seminar Bimbingan
dan Konseling Agama Jakarta: 2007
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan
Tentang Bimbingan Penyuluhan
Agama Sebagai Teknik Dakwah,
bandung: Alfabetha 2002
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling
dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan depaartemen Pendidikan Nasional, Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Jakarta: 2007
[1]Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka
Bani Quraisy. Bandung: 2003 Hal. 2
[2]Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), hal. 2
[3]Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh
al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid, hal. 62.
[4]Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling
Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 4-5
[5]Imam
Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai
Teknik Dakwah, hal. 29
[6]Farid Hariyanto, makalah dalam seminar Bimbingan
Dan Konseling Agama Jakarta: 2007 hal. 2
[7]Aunur
Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta:
2001 hal.35-36
Direktorat
jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga
[8]kependidikandepaartemen pendidikan nasional,
rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal. 2007 Hal. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar