Rabu, 07 Juni 2017

MAKALAH BIMBINGAN KONSELING ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah  itu ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau  mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek  kehidupan manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan berbagai hal terkait dengan bimbingan konseling islam, termasuk tujuan-tujuan dari bimbingan konseling islam dan bagaimana ketika bimbingan dan konseling di implementasikan dalam pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
a.      Apa Makna dan Definisi Bimbingan dan Konseling Islam?
b.      Apa Tujuan dari Dilaksanakannya Bimbingan Konseling Islam?
c.       Bagaimana Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bimbingan Konseling Islam
a.      Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 29/90, Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depannya.
Menurut Rochman Natawidjaja, bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Menurut Muhammad Surya, bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuain diri dengan lingkungannya.[1]
Edwin C. Lewis (1970), mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan dirinya dan lingkungannya.


b.      Islam
            Istilah Islam dalam wacana studi Islam berasal dari bahasa arab dalam bentuk masdar yang secara harfiyah  berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata kerja salima diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.[2]
Secara terminologis, Ibnu Rajab merumuskan pengertian Islam, yakni: Islam ialah penyerahan, kepatuhan dan ketundukan manusia kepada Allah swt. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Di samping itu, Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Maliki al-Shawi mendefinisikan Islam dengan rumusan Islam yaitu: atauran Ilahi yang dapat membawa manusia yang berakal sehat menuju kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhiratnya.[3]
Pendapat lain menyatakan bahwa islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan oleh rasullullah SAW yang memiliki sumber pokok al-quran dan sunnah rasullullah SAW sebagai petunjuk umat islam sepanjang masa.
c.       Bimbingan Konseling Islam
Secara sederhana, gabungan dari masing-masing isitilah dari poin A dan B tersebut dapat dikaitkan satu dengan lainnya sehingga menjadi sebutan Bimbingan Konseling Islam. Dalam hal ini, Bimbingan Konseling Islam sebagaimana dimaksudkan di atas adalah terpusat pada tiga dimensi dalam Islam, yaitu ketundukan, keselamatan dan kedamaian. Batasan lebih spesifik, Bimbingan Konseling Islam dirumuskan oleh para ahlinya secara berbeda dalam istilah dan redaksi yang digunakannya, namun sama dalam maksud dan tujuan, bahkan satu dengan yang lain saling melengkapinya. Berdasarkan beberapa rumusan tersebut dapat diambil suatu kesan bahwa yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.[4]
Pengertian tersebut antara lain didasarkan pada rumusan yang dikemukakan oleh H.M. Arifin, Ahmad Mubarok dan Hamdani Bakran Adz-Dzaki. Bahkan pengertian yang dimaksudkannya adalah mencakup beberapa unsur utama yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu: konselor, konseli dan masalah yang dihadapi. Konselor dimaksudkan sebagai orang yang membantu konseli dalam mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah. Konseli dalam hal ini berarti orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Menurut Imam Sayuti Farid, konseli atau mitra bimbingan konseling Islam adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan dan konseling. Sedangkan yang dimaksudkan dengan masalah ialah suatu keadaan yang mengakibatkan individu maupun kelompok menjadi rugi atau terganggu dalam melakukan sesuatu aktivitas.[5]
Dalam pandangan Farid Hariyanto (Anggota IKI jogjakarta) dalam makalahnya mengatakan bahwa bimbingan dan konseling dalam Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana proses konseling itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu dan paradigma kenabian (Sumber Hukum Islam).[6]
Beberapa ayat al-Quran yang berhubungan dengan bimbingan konseling diantaranya adalah:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)
B.     Tujuan Bimbingan Konseling Islam
            Secara garis besar tujuan bimbingan konseling islam dapat dirumuskan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan tujuan dari bimbingan dan konseling dalam Islam yang lebih terperinci adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya.
2.      Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3.      Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4.      Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan menerima ujianNya.
5.      Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup; dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
6.      Untuk mengembalikan pola pikir dan kebiasaan konseli yang sesuai dengan petunjuk ajaran islam (bersumber pada Al-Quran dan paradigma kenabian .
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih membagi tujuan Bimbingan dan Konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus.[7]
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
1.      membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2.      membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
3.      membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau  menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
C.    Urgensi BK Islam dalam Pembelajaran
            Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah/madrasah, bukan terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becaming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam arus linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
            Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis, maupun social. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan ang terjadi itu sulit diprediksi, atau diluar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli,seperti terjadinya stagnasi (kemandekan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti maraknya tayangan televisi dan media-media lain, penyalahgunaan alat kontraspsi, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekandensi moral orang dewasa ini mempengaruhi perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib, pergaulan bebas, tawuran, dan kriminalitas.
            Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti yang disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
            Dengan demikian, pendidikan yang bermutu efektif dan ideal adalah pendidikan yang tidak mengesampingkan bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrative dan instruksional dengan mengabaikan bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
            Dengan dasar itulah bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam pembentukan sosok peserta didik yang dicita-citakan seperti yang dicantumkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, yaitu:
1.      beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa
2.      berakhlak mulia
3.      memiliki pengetahuan dan keterampilan
4.      memiliki kesehatan jasmani dan rohani
5.      memiliki kepribadian yang mantap dan kebangsaan
6.      memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan itu bimbingan konseling disekolah di orientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, belajar dan karir, atau terkait dengan perkembangan konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan spiritual).[8]
D.      Konseling Rosulullah
Istilah konseling (counseling )berasal dari kata ’’tocouncel’’yang berarti memberi nasehat,penyuluhan atau anjuran kepada orang lain secara berhadapan muka (face to face).Dengan demikian konseling adalah pemberian nasihat atau penasihatan kepada orang lain secara individual yang dilakukan secara berhadapan (face to face) dari seorang yang mempunyai kemahiran (konselor/helper) kepada seseorang yang mempunyai masalah (klien/helpee).
Sedangkan pengertian konseling Islami menurut Musnamar adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar individu atau klien tersebut menyadari  kembali  akan  eksistensinya  sebagai  makhluk(ciptaan)Allah  yang seharusnya hidup sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehingga dapat mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.
Dalam pelaksanaan proses konseling ada perbedaan antara pandagan Barat di banding pandangan Islam,dimana proses konseling versi Barat bisa terlakasana jika klien yang bermasalah mendatangi biro konsultasi dan meminta konselor    memberi    jalan    keluar    terhadap    permasalahan    yang    diderita klien,sedangkan menurut Islam,  jika seseorang mempunyai permasalahan  atau problem, konselor Islam,   (seperti yang dicontohkan Rasullullah Saw) bisa melaksanakan proses konseling di berbagi tempat,baik di rumah,di masjid,di jalan,di  pajak  dan  sebagainya,bahkan  dalam  konseling  Islam  konselor dibenarkan bahkan terkadang dianjurkan mendatangi klien yang bermasalah,sehingga dapat kembali ke jalan yang lebih baiksesuai dengan ajaran agama yang diyakininya selama ini.Disinilah salah satu letak perbedaan antara konsep Barat dengan konsep Islam,artinya konseling versi Barat,klien yang bermasalah  datang  ke  biro  atau  pusat  layanan  konseling,sedangkan  menurut versi Islam pemberian konseling (kuratif/korektif), konselor Islami dibenarkan mendatagi klien, agar klien dapat keluar dari masalah yang dihadapinya.
Pada  dasarnya  tujuan  kedua  versi  ini  adalah  sama,  yaitu  sama-sama berupaya memberi solusi dan kesadaran kepada klien agar klien kembali kepada kejalan yang benar. Sedangkan tindak lanjut dari  rasa kesadaran itu, dia berjanji kepada dirinya dan kepada Tuhan bahwa perbuatan yang salah dan keliru tidak diualnginya lagi pada masa yang akan datang, ia juga berusaha melaksanakan agama lebih baik dari sebelunya. Cara seperti   inilah yang dituntut oleh pembimbing atau konselor islami daripada kliennya dalam proses konseling.
Dari  penjelasan  terlihatlah  bahwa  inti  dari  konseling  Islami  itu adalah memberikan kesadaran kepada klien agar tetap menjaga eksistensinya sebagai mahkluk Allah,dan tujuan yang ingin dicapai pun bukan hanya untuk kemaslahatan dan kepentingan duniawi semata,tetapi lebih jauh dari itu adalah untuk kepentingan ukhrawi yang lebih kekal abadi.Hal ini sesuai dengan doa yang selalu diucapkan setiap orang yang beriman kepada Allah SWT,seperti yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 201 yang berbunyi :
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)tƒ !$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# ÇËÉÊÈ  
201. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"[127].
Pada sisi lain, jika diperhatikan prosedur dan layanan yang dijalankan konselor kepada klien dalam proses konseling (versi Barat), sebenarnya tidak jauh berbeda dengan cara penasehatan yang dilakukan   Rasulullah kepada sahabat. Sebagai contoh, dalam layanan konseling seorang pembimbing atau konselor haruslah sungguh-sungguh, ihklas, sabar, tidak muda lari dari masalah dan lemah lembut kerena sesungguhnya keseriusan dan kesadaran sangat diperlukan dalam proses konseling.10Layanan dan nasehat yang dijalankan Rasulullah kepada  para  sahabat  dalam  mengajak  melaksanakan  yang  maruf, Rasul melaksanakan dengan sungguh-sungguh, sabar, lemah lembut, dan penuh bijaksana. Sikap Rasul dalam memberi layanan yang kondusif dan lemah lembut diabadikan dalam al-Quran pada surah al-Imran ayat 159 yang berbunyi:
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Sifat-sifat mulia dan agung yang dicontohkan Rasulullah dalam memberi layanan dan panasehatan kepada kliaen   dari sifat dan sikap yang dituntut dari seorang konselor profesional seperti yang dirumuskan oleh Persatuan  Bimbingan  Jabatan  Nasional  yaitu  Nasional  Vocational  Guidance
Association seperti yang dikutip oleh Sukardi (1983 : 61) yaitu interes terhadap orang lain, sabar, peka terhadap berbagai siakap dan reaksi, memiliki emosi yang stabil dan objektif, sungguah-sungguh respek terhadap orang lain,dan dapat dipercaya.
Dalam suatu riwayat (hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu umamah) yang artinya : Seorang pemuda yang mendatangi Rasul dan bertanya secara lantang dihadapan para sahabat: Wahai Rasulullah, apakah engkau dapat mengizinkan saya untuk berzina? Mendengar pertanyaan yang tidak sopan itu para sahabat ribut dan mau memukulinya, Nabi segera melarang dan memanggil, bawalah pemuda itu dekat-dekat kepadaku. Setelah pemuda itu duduk  didekat
Nabi, Nabi bertanya kepada pemuda itu: Bagaimana jika ada orang yang akan menzinahi ibumu? Pemuda itu menjawab, demi Allah saya tidak akan membiarkannya.      Bagaimana terhadap anak perempuanmu?   Pemuda itu menjawab, tidak juga ya Rasul, demi Allah, saya tidak akan membiarkannya. Nabi melanjutkan, bagaimana jika terhadap saudara perempuanmu? Tidak juga ya Rasul, saya tidak akan membiarkannya.  Nabi meneruskan, begitu juga orang tidak akan membiarkan putrinya atau saudara perempuannya atau bibinya dizinahi kemudiani. Nabi kemudian meletakkan tangannya kedada pemuda itu sambil berdoa; Ya Allah bersihkanlah hati pemuda itu, ampunilah dosanya dan jagalah kemaluannya.
Dari kisah diatas terlihatlah bahwa Rasulullah sebagai konselor Islami memberikan  nasehat,arahan  dan  bimbingan  penuh  persuasif,  lemah  lembut penuh kesungguhan dan kesabaran menghadapi seseorang pemuda (klien) yang meminta pendapat kepada beliau.
Lebih jauh dari itu, Allah SWT memberikan penjelasan bahwa diantara tugas-tuggas  Rasulullah  Saw  diutus  kemuka  bumi  ini  adalah  untuk menyampaikan kebenaran dan pengajaran pada manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat Yunus ayat 57 yaitu:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrߐÁ9$# Yèdur ×puH÷quur tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Berdasarkan ayat dan hadis diatas menjelaskan bahwa Alquran dan Sunnah Rasul merupakan Landasan ideal dan konseptual dari bimbingan dan konseling Islam. Karena al-quran dan Hadis dalam pandangan Islam merupakan pandangan naqliah.   Disamping landasan naqliah, bimbingan konseling Islami juga memerlukan landasan aqliyah, dalam hal ini termasuk filsafat Islam dan landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.
Landasan filosofis Islami penting artinya penting artinya bagi pengembangan dan kelengkapan bimbingan konseling Islami, karena mencakup:
1.      Falsafah tentang dunia manusia
2.      Falsafah tentang manusia dan kehidupan
3.      Falsafah tentang pernikahan dan keluarga
4.      Falsafah tentang pendidikan
5.      Falsafah tentang masyaraka
Di samping itu, disiplin ilmu yang dapat memperlengkap, membantu dan dijadikanlandasan operasional bimbingan dan konseling Islami adalah:
1.      Ilmu jiwa (psikologi)
2.      Sosiologi
3.      Ilmu komunikasi
4.      Ilmu hukum Islam
5.      Antropologi sosial
Dengan demikian,  layanan yang  dijalankan oleh  konselor  Barat  dalam proses konseling,sebenarnya telah lebih dahulu dikenal oleh Islam, yaitu seperti yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu, walaupun istilah dan caranya tidak persis sama, namun tujuan dan cara-cara pendekatan yang ditempuh, justru apa yang dilakukan Rasulullah jauh lebih baik. Perbedaannya hanya terlihat dari segi istilah, dimana Barat menggunakan istilah   proses konseling, sedangkan dalam Islam dikenal dengan istilah penasehatan atau hisbah. Proses  konseling  yang  dilakukan     bertujuan  untuk  mengembalikan manusia kepada potensi dasarnya yaitu manusia yang fitri. Fitri artinaya kembali kepada kesucian dan kebenran yang meliputi aspek jasmani dan rohani. Dengan kembalinya manusia kepada kondisi fitri, manusia akan mendapatkan kembali keceriaan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan di dunia, maupun kebahagiaan di akhirat.
Rasulullah   merupakan   contoh   layanan   konseling   Islam,   umumnya menerapkan cara memberikan saran-sarau, anjuran, nasehat kepada klien. Nabi dan Rasul merupakan konselor apabila melihat tugas dan fungsinya sebagai pembimbing umat ke arah jalan yang benar. Nabi dan Rasul semua mengajak umat manusia kepada agama Tahuid ( Islam). Nabi dan Rasul juga membimbing manusia agar tidak terjerumus ke lembah dosa, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan  baik  di  dunia  maupun  di  akhirat.  Tugas  hakiki  Nabi  dan  Rasul adalah mengajak, membantu, dan membimbing manusia kepada jalan yang disyariatkan Islam.

E.       Konseling Iman Al-Ghazali
Perkara penting dalam memahami konsep dan model kaunseling Imam al-Ghazali adalah memahami dan menghayati syariat Islam. Model ini memberi penekanan kepada proses memahami jiwa manusia dari aspek kefahaman Islam. Oleh sebab itu, teori yang digunakan ini dapat memberi ruang kepada klien supaya memahami erti sebenar kehidupan ini, menghayati kebesaran dan keesaan Allah dan juga mensyukuri nikmat kurniaan Allah kepada hambaNya
Maka, melalui teori kaunseling ini, Imam al-Ghazali mengharapkan agar kaunselor juga akan dapat meningkatkan kualiti diri melalui hubungan dengan Allah yang tinggi. Hal ini kerana untuk menjadi seorang kaunselor yang mampu untuk membimbing orang maka mereka perlu memperbaiki diri sendiri dari pelbagai aspek.
Proses kaunseling al-Ghazali merangkumi aspek-aspek seperti musyaratah (menetapkan syarat), muraqabah (audit atau semakan), mu’aqabah (dendaan), mujahadah (bersungguh-sungguh dan Mu’atabah (celaan).
a.      Sesi Kaunseling Imam Al-Ghazali :
Langkah 1 : Pengenalan dan bina hubungan
Langkah 2 : Meneroka diri dan masalah
Langkah 3 : Mengenal pasti punca dan jenis masalah
Langkah 4 : Memberi ubat yang sesuai dengan penyakit
Langkah 5 : Penilaian
1.      Langkah pertama dalam teori kaunseling Imam al-Ghazali menekankan aspek memberi salam sebagai keutamaan sebelum memulakan sesi kaunseling. Setelah itu majlis atau sesi dibuka dengan bacaan al-Fatihah, tujuannya adalah untuk menghindari dari godaan syaitan. Masalah yang berlaku dalam diri manusia adalah berpunca dari syaitan yang sentiasa mengoda manusia supaya jauh dari mengingati Tuhan yang Maha Pencipta. Selain itu proses pembinaan hubungan melibatkan hubungan dan interaksi yang baik antara kaunselor dengan klien. Melalui hubungan ini akan melahirkan kepercayaan dalam diri klien dan memungkinkan mereka untuk berterus terang dan berkongsi masalah yang dihadapi.
2.      Manakala di dalam langkah yang kedua, Imamal- Ghazali menekankan aspek penerokaan dalam diri klien sehingga mereka dapat mengenal pasti punca masalah yang dihadapi. Selain itu langkah kedua ini adalah supaya klien dapat mencari kekurangan diri yang menjadi punca kepada masalah tersebut. Disamping itu kaunselor akan bertindak membimbing mereka dan bermuhasabah diri dalam melaksanakan syariat Islam. Kaunselor boleh menekankan aspek kerohanian dan spiritual dalam diri klien . Bina hubungan dengan berdoa, berjanji dan bertawakkal, bincang konsep-konsep Islam (matlamat hidup, kewajipan, hukum perlakuan, halal haram, musibah, sabar dan syukur) serta sifat-sifat Allah dan sunnah rasul mengikut keperluan dan kesesuaian kes. Imam al-Ghazali lebih menfokuskan untuk membaiki diri dengan amalan-amalan kerohanian seperti solat, zikir, membaca al-Quran, menjaga makan dan minum, bertaubat, menjaga aurat dan sebagainya. Kemudiannya Imam al-Ghazali menekankan aspek reda dengan musibah yang menimpa diri dan menganggab ianya sebagai satu ujian untuk hambanya yang sabar. Mengenal Diri dan Bina Matlamat Hidup dengan meneroka kriteria diri klien yang membawa kepada masalah berdasarkan pemerhatian, percakapan dan soalan andaian. Membimbing klien membuat muhasabah diri dalam melaksanakan syariat. Klien akan menyedari kelalaian dan kekurangan yang ada pada dirinya
3.      Langkah 3 (mengenal pasti punca dan jenis masalah) Punca dan Jenis masalah, gabungkan langkah 2 dan 3 jadi asas meneroka punca dan jenis masalah. Kaunselor dan klien mencapai kefahaman yang sama mengenai diri dan permasalahan klien. Rumuskan masalah dengan kefahaman Islam dan penghayatan/amalan syariat.
4.      Langkah 4: (memberi ubat yang sesuai dengan penyakit) Punca dan Jenis Masalah dengan menjelaskan cara membaiki diri dengan; mempelajari ilmu Islam, meningkatkan amalan, bertaubat, berzikir, berdoa, menjaga pergaulan, menjauhi maksiat, menjaga makan minum, menjaga pandangan, menjaga pertuturan dan menjaga diri daripada penyakit hati seperti; sombong, riyak, ujub, dak takabur.
5.      Langkah 5: Penilaian Kefahaman/Pelaksanaan dengan melihat perubahan klien melalui air muka, gerak geri dan pertuturan dari aspek peningkatan akidah, memahami diri sendiri, reda dengan musibah, keyakinan diri yang tinggi, melaksanakan tuntutan agama dan takwa dan tawakkal




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
a.       Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah.
b.      Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
Ø  membantu individu agar tidak menghadapi masalah
Ø  membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
Ø  membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau  menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
c.       Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung mulus,atau bebas dari masalah. atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
DAFTAR PUSTAKA

Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003
Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004),  Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid,.
Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002)
Farid Hariyanto, Makalah dalam Seminar Bimbingan dan Konseling Agama Jakarta: 2007
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan
Agama Sebagai Teknik Dakwah, bandung: Alfabetha 2002
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan depaartemen Pendidikan Nasional, Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: 2007





[1]Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003 Hal. 2
[2]Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004),  hal. 2
[3]Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid, hal. 62.
[4]Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. 4-5
[5]Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 29
[6]Farid Hariyanto, makalah dalam seminar Bimbingan Dan Konseling Agama Jakarta: 2007 hal. 2
[7]Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001 hal.35-36
Direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga

[8]kependidikandepaartemen pendidikan nasional, rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. 2007 Hal. 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...