Rabu, 07 Juni 2017

MAKALAH PEDAGOGIK MANUSIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. pendidikan juga adalah satu usaha mengatur pengetahuan untuk menambahkan lagi pengetahuan yang semulan tidak tahu  menjadi tahu. Dalam proses tidak tahu menjadi tahu tersebut manusia mengalami sebuah rangkaian proses pembelajaran.
Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada. Anak manusia dalam hal ini adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi yang ada pada diri anak ibarat bahan baku (raw material) yang belum siap pakai. Untuk menjadi barang siap pakai (manufacture), maka dalam proses menjadi potensi tersebut membutuhkan sebuah penanganan dan bantuan oleh orang dewasa.
Anak manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dapat dididik (animal educabile), makhluk yang harus dididik (animal educandum) dan makhluk yang dapat mendidik (homo enducandum).
Oleh karena itu, kami disini akan berusaha mengkaji tentang hal-hal mengenai kedudukan manusia sebagai mahluk pendidikan terutama dalam hal Manusia sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).

B.     Rumusan  Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang coba kami rumuskan adalah sebagai berikut:
1.      Mengapa pendidikan hanya untuk manusia?
2.      Mengapa anak manusia perlu mendapat bantuan?
3.      Apa dasar dan ajaran pendidikan itu sendiri?

C.    Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:
1.       Memberikan gambaran tentang kedudukan kita sebagai mahluk berpendidikan dalam hal ini kita sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).
2.      Dengan mengetahui pentingnya hal-hal tersebut semoga para mahasiswa calon tenaga pendidikan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan mendatang.
3.      Tak dipungkiri, pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogik.




















BAB II
PEMBAHASAN
.
A.    Pendidikan Hanya untuk Manusia
          Manusia sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia merupakan hewan yang dapat dididik dan harus mendapat pendidikan. Dari pengertian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia dengan hewan, ialah manusia dapat dididik dan harus mendapat pendidikan.
1.       Manusia dan Hewan
          Pada dasarnya hewan berperilaku hanyalah berdasarkan atas insting atau nalurinya. Hewan tidak dapat membedakan perbuatan baik ataupun buruk, mana perbuatan bermoral maupun tidak bermoral. Hewantidak memiliki hati nurani tidak mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki perasaan. Hewan tidak akan memiliki perasaan, bagaimana pun manusia berusaha menyampaikannya pada hewan tersebut.
          Beberapa ekor hewan mungkin dapat dilatih untuk mengenal tanda-tanda (signal-signal) tertentu, sehingga tanda-tanda tersebut dapat dikenali oleh hewan dengan hasil berupa gerakan-gerakan mereka. Namun, gerakan-gerakan tersebut hanyalah gerakan yang terjadi mekanis, secara otomatis saja. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa gerakan tersebut merupakan hasil berpikir dari hewan tersebut.
          Hasil berpikir secara intelektual melibatkan simbol-simbol. Hewan dapat dilatih mengenal tanda-tanda melalui latihan secara terus-menerus, tetapi hewan tidak akan memahami simbol-simbol, seperti bahasa. Berbeda dengan manusia yang berkemampuan berkomunikasi melalui simbol-simbol.
          Manusia dengan hewan memiliki beberapa persamaan dalam struktur fisik dan perilakunya. Secara fisik, manusia dan hewan, khususnya hewan menyusui dan bertulang belakang, memiliki perlengkapan prinsipal tidak terbatas perbedaan.
            Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Teteapi perilaku mana yang dapat terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalh makhluk yang berperilaku. Dalam hal ini Prof. Khonstam mengemukakan beberapa jenis perilaku dari berbagai makhluk sebagai berikut.
1.      Anorganis,yaitu suatu gerakan yang terjadi pada benda-benda mati, tidak bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung kepada hukum kausal (sebab-akibat).manusia dilempar dari gudung bertingkat tiga misalnya, ia akan jatuh kebawah, sama halnya seperti kita melempar batu (benda mati). Hal iini terjadi karena adanya gaya tarik bumi.
2.      Organis/nabati, yaitu yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Manusia dan hewan sama-sama memiliki perilaku ini, manusia maupun hewan bernapas, tumbuhan juga bernapas. Dalam tubuh hewan dan tumbuhan terjadi peredaran zat-zat maanan, seperti halnya juga terjadi pada tumbuh-tunbuhan.gerakan ini terjadi secara otomatis tidak perlu dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan nabati ini
3.      Hewani, perilaku ini lebih tinggi derajatnyadari perilaku nabati. Perilaku ini bersifat inspiratif (seperti insting lapar, insting seks, insting berkelahi), dapat diperbaiki sampai taraf tertentu, dan dapat memiliki kesadaran indra, di mana manusia an hewan dapat mengamati lingkungan karena memiliki alat indra.
4.       Manusiawi, meripakan perilaku yang hanay terdapat pada manusia. Adapun perilaku ciri-ciri ini adalah
a.       Manusia berkemampuan untuk menguasai hawa nafsu.
b.      Manusia memiliki kesadaran intelektual, ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ejadikan manusia makhluk berbudaya.
c.       Manusia memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada dirinya, manusia dapat mengadakan introspeksi.
d.       Manusia adalah makhlluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidupbersama-sama, berorganisasi dan bernegara
e.       Manusia memiliki bahasa simbolis, baik tertulis maupun secara lisan.
f.       Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika) dan dapat berbuat sesuai nilai-nilai trsebut, dan memiliki kata hati.
Ciri-ciri tersebut diatas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan, yang dengan cirri-ciri itu lah manusia dapat dididik, dapat memperbaiki perilakunya, dalam bentuk suatu pribadi yang utuh.

5.      Mutlak, dimana manusia dapat berkomunikasi dengan Maha pencipta. Manusia dapat menghayati mkehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling tinggi dalam kehidupan manusia.
          Dari segi pendidikan, lapisan perilaku yang menjadi garapan pendidikan ialah lapisan manusiawi dan lapisan mutlak. Lapisan manusiawi sebagian besar menyangkut dimensi kejiwaan dan psikis, sedangkan lapisan mutlak menyangkut kehidupan spiritual. Dimensi kejiwaan meliputi aspek kognitif, afektif atau emosional serta aspek psikomotoris
          Sehingga dalam hal ini, jelas bahwasanya hewan tidak dapat dididik dan tidak memungkinkan untuk menerima pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat dilibatkan dalam proses pendidikan karena hewan seperti yang sudah dijelaskan bahwa hewan hanya memiliki insting namun tidak memiliki akal. Hanya manusialah yang dapat dan memungkinkan menerima pendidikan, karena manusia memiliki dilengkapi dengan akal.

2.      Mengapa Manusia Harus Dididik
          Beberapa asumsi yang memungkinkan manusia harus dididik dan memperoleh pendidikan, yaitu:
a.       Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke dunia, perlu mendapatkan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya.
b.       Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan itu sendiri memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama. Dalam mengarungi kehidupan dewasa, manusia perlu dipersiapkan. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan
c.       Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan perlu dididik.

Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya.

3.      Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik
            Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Peryataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum”  atau hewan yang perlu didik dan mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980)
          N. Drijakarya S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang Mutlak).Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
          Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
          Ada 4 prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu :
a.  Prinsip Potensialita
b. Prinsip Dinamik
c.  Prinsip Individualit
d. Prinsip Sosialitas

B.     Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan
          Dalam perjalanan hidupnya, anak manusia masih harus belajar untuk ”hidup”, adapun hal tersebut mengimplikasikan adanya ketergantungan dan perlunya anak memperolah bantuan dari orang dewasa. Bagi anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum mencukupi untuk dapat langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan serta untuk dapat mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk dapa mewujudkan semua potensinya itu, anak manusia mempunyai ketergantungan kepada orang dewasa.
1)      Manusia Lahir Tidak Berdaya
a.       Manusia memiliki Kelebihan
b.       Manusia belum belum dapat menolong dirinya sendiri
c.       Manusia dilahirkan dalam lingkungan manusiawi.
2)      Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka
a.       Manusia belum siap menghadapi kehidupa
b.      Manusia mampu menggunakan alat
c.       Manusia sebagai makhluk yang dididik






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada.
            M.J. Langeveld yang memandang manusia sebagai 'animal educandum' yang mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar. Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas yang besar yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat memerlukan bantuan dari orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang diberikan itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau ketergantungan yang lebih dari binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih tersembunyi, masih merupakan potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya pendidikan dalam rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implicit terlihat pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik, apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.








DAFTAR PUSTAKA

Sadulloh Uyoh. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung. Alfabeta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...