BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Usaha yang di lakukan manusia
dalam membantu masalah manusia tidak mungkin tanpa mengenal dengan baik tentang
manusia itu sendiri. Unik dan rumitnya perilahal
manusia sebagai makhluk individu, telah melahirkan bermacam-macam konsep dan
pandangan.Toeri humanistik di kembangkan oleh Maslow tahun 1908-1970 di Amerika
serkat.
Dasar falsafahnya Phenomenology
yang menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik dan layak di hormati dan
mereka akan bergerak ke arah realisasi potensi-potensi mereka, manakala kondisi
lingkungannya memberikan kemungkinan. Psikoterapai Humanistik membicarakan
kepribadian manusia di tinjau dari segi self dasi akunya.Konnsep utama yang
anut adalah usaha untuk mengerti manusia sebagai mana adanya, mengetahui mereka
dari realitasnya, melihat dunia sebagai mana mereka melihatnya, memahami mereka
bergerak dan mempunyai keberadaan yang unik, kongkrit dan berbeda dari teori
yang abstrak.Teori humanistik di katakan demikian, karena menekankan kemampuan-kemampuan
yang khas manusiawi.Manusia mempunyai kemampuan untuk refleksi diri, kemampuan
aktualisasi potensi-potensi kreatif dan juga ke khususan manusia, yaitu
menentukan bagi dirinya sendiri secara aktif.
B. Rumusan masalah
1.
Konsep dasar landasan Eksistensial Humanistik.
2.
Hakekata Manusia Landasan Eksistensial Humanistik.
3.
Hakekat Konseling landasan Eksistensial Humanistik.
4.
Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik.
5.
Karakteristik Konseling Eksistensial
Humanistik.
6.
Peran dan fungsi Konselor dalam Pendekatan Eksistensial Humanistik.
7.
Hubungan Konselor dengan Klien dalam Konseling
Eksistensial Humanistik.
8.
Tahap-tahap Konseling Eksistensial
Humanistik.
9.
Teknik Konseling Eksistensial Humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Psikologi humanistik merupakan
salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar
pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi seperti : Abraham Maslow, Carl
Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.[1]
Abraham Maslow Yang terkenal
dengan teori aktualisasi diri di lahirkan di New York pada tahun
1908. Ia meninggal di Calivornia pada tahun1907. Maslow seorang anak yang
pandai mejalani hubungan yang baik dengan ibunya yang otoriter yang sering kali
melakukan tindakan aneh. Ia menggambarkan dirinya pada masa kecil sebagai
seorang yang pemalu,kutu buku dan neurotic. Tetapi ,maslow tidak
selamanya menjadi neurotic dan benci pada dirinya sendiri. Ia sepenuhnya
menyadari potensinya ,dan menjadi psikilog humanisme terkenal yang mengispirasi
banyak perubahan masyarakat kearah yang positif.
Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950)
yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang
dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang
motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam
pendidikan humanistik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia
adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau
“sakit”. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya
untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang
disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik
biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.[2]
Psikologi eksistensial humanistic
berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik –
teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi
eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan
yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia.
Teori dan Pendekatan Konseling Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendeka tanini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman
atas manusia.
Terapi eksistensial berpijak
pada premis bahwa manusia tidak bisa
lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan
dan tanggung jawab berkaitan. Pendekatan
Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan
sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi
konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan
merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.[3]
Pendekatan ini Berfokus
pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri,
bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab,
kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia
yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain
keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri. Pendekatan ini memberikan
kontribusi yang besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya
terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam proses teurapeutik.
Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan
menekankan kesadaran diri sebelum bertindak.Kesadaran diri berkembang sejak
bayi.Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing
individu. Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang
berarti memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih
meningkatkan kebebasan konseling dalam mengambil keputusan serta bertanggung
jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.[4]
Menurut Gerald Corey, (1988:54-55)
ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :
1.
Kesadaran diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan
yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif
yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek
yang esensial pada manusia.
2.
Kebebasan, tanggung jawab, dan
kecemasan
Kesadaran
atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh
kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk
mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu
sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa
dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
3.
Penciptaan Makna
Manusia
itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada
hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam
suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan
dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi
keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni
mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.[5]
B. Hakekat Manusia
Gerakan eksistensial berarti rasa
hormat pada seseorang, menggali aspek baru dari perilaku manusia dan metode
memahami manusia yang beraneka ragam. Falsafah eksistensial memberikan landasan
bagi pendekatan terapeutik yang memfokuskan pada individu-individu yang
terpecah serta bersikap asing antara satu dengan yang lain yang tidak melihat
adanya makna dalam lingkungan keluarga serta system sosial yang ada pada waktu
itu. Falsafah itu timbul dari keinginan untuk menolong orang dalam mengarahkan
perhatian pada tema dalam hidup. Yang diperhatikan adalah orang-orang yang
mengalami kesulitan dalam hal mendapatkan makna dari tujuan hidup dan dalam hal
mempertahankan identitas dirinya (Holt, 1986).[6]
Fokus yang sekarang menjadi arah
pendekatan eksistensial adalah rasa kesendirian di dunia dan usaha menghadapi
kecemasan akan isolasi ini. Daripada berusaha untuk mengembangkan aturan-aturan
bagi terapi, maka sebagai gantinya para praktisi eksistensial berusaha keras
untuk memahami pengalaman manusia yang dalam ini. (May & Yalom, 1989).[7]
Pandangan eksistensial akan sifat
manusia ini sebagian dikontrol oleh pendapat bahwa signifikansi dari keberadaan
kita ini tak pernah tetap, melainkan kita secara terus menerus mengubah diri
sendiri melalui proyek-proyek kita. Manusia adalah makhluk yang selalu dalam
keadaan transisi, berkembang, membentuk diri dan menjadi sesuatu. Menjadi
seseorang berarti pula bahwa kita menemukan sesuatu dan menjadikan keberadaan
kita sebagai sesuatu yang wajar.
Pandangan manusia menurut teori
Humanistik:
1.
Filsafat Eksistensialis memandang
manusia sebagai indvidu dan merupakan problema yang unik dari existensi
kemanusiaan. Manusia merupakan seorang yang ada, yang sadar dan waspada akan
keberadaanya sendiri. Setiap orang menciptakan tujuannya sendiri dengan segala
kreatifitasnya, menyempurnakan esensidan fakta existensinya.
2.
Bahwa manusia sebagai makhluk hidup,
menentukan apa yang ia kerjakan dan yang tidak ia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Jadi yang
pokok adalah apakah seorang berkeinginan atau tidak sebab filsafat
eksistensialis percaya bahwa setiap orang bertanggung jawab atas segala
tindakannya. Dengan kata lain setiap individu merupakan penentu utama akan
tingkah laku dan pengalamannya.
3.
Teori humanistik mendsar pendapat
bahwa manusia tidak pernah statis , ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda .
untuk menjadi sesuatu ini maka manusia mesti berani menghancurkan pola – pola
lama, berdiri pada kaki sendiri dan mencari jalan, kearah manusia yang baru dan
lebih besar menuju aktualisasi diri.
4.
Menekankan pada kesadaran manusia,
pengalaman personal yang berhubungan dengan eksistensi dalam dunia orang lain[8].
C. Hakekat Konselin
Hakikat konseling
eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya
menjadi manusia. Eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa
kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan
yang kita lakukan. Yang paling diutamakan dalam konseling
eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan klien.Kualitas dari dua orang
yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya
perubahan yang positif.[9]
1.
Pendekatan ini berasal dari motivasi dalam diri yang rumit dan dinamis.
Inilah yang membedakan teori ini dengan teori yang mencari struktur dalam diri
individu atau struktur reinforcement dari lingkungan. Namun teori eksitensial
dan humanistic menyetujui adanya kehendak bebas dan juga kreativitas nyata, dan
pemenuhan diri.
2.
Pendekatan eksitensial tidak selalu
merupakan pendekatan idiografis; mereka menganggap pengalaman setiap orang
unik. Filsuf beraliran eksitensial menyatakan bahwa individu secara lansung
bertanggung jawab atas kepribadian. Bagaimana saya menghadapi cinta , etika,
kecemasan , kebebasan, dan kematian . apakah saya akan membiarkan aliensi
menggelamkan saya dalam kesengaraan mendalam , atau akankah saya memakai
kehendak bebas untuk melawannya dan mencapai aktualisasi diri, ciri mendasar
dari dilemma eksitensial adalah adanya kemungkinan tercapainya kemenangan jiwa
manusia.
3.
Pendekatan humanistic , yang didasarkan pada eksitensialisme tetapi menolak
pesimisme, adalah pendekatan yang paling optimis terhadap kepribadian yang
memandang manusia dan permasalahan spiritual secara positif. Orientasi
humanistic maslow , yang mempelajari individu yang sudah sepenuhnya dewasa dan
utuh , membuat psikologi kepribadian memberikan atensi pada aspek positif dan
spiritual teersebut. Tetapi, inkonsistensi dan ambiguitas dalaam teori Maslow
membuat kontribusinya lebih seperti pandangan yang memberikan pengaruh besar ,
alih-alih sebuah teori yang solid.
4.
Pendekatan humanistic terhadap kepribadian bermanfaat bagi penelitian
lintas budaya dan penelitian tentang kelompok etnik, suatu kebutuhan yang
ditekankan dalam buku ini. Banyak psikolog eksitensial- humanistic terkejut
secara pribadi dan secara intelektual- oleh aliran fasisme pada tahun
1930-1940.
5.
Pendekatan humanistic terhadap kepribadian memiliki dampak praktis dan
berkesenambungan pada masyarakat umum dalam hal persaingan diri. Saat ini
,tidaklah aneh apabila seorang pekerja ( atau bahkan sekelompok rekan kerja)
pada suatu waktu ingin mengasingkan diri.’’ Peristirahatan’’ ini berbeda dengan
liburan atau tamasya. Selama mengasingkan diri kita mungkin menenangkan diri
dilokasi yang indah, berusaha mengenali perasaan kita , memperbaruhi cinta kita
untuk pasangan , menciptakan music atau melakukan hal kreatif lainnya,
berlatih, mungkin juga bermeditasi atau berdo’a. aktivitas tersebut berasal
dari asumsi humanistic bahwa setiap individu memiliki otensi diri unik yang
akan muncul apabila dikembangkan dengan baik.
6.
Psikologi kepribadian humanistic tidak hanya berbeda dengan pendekatan lain
dalam pokok permasalan dan filsafatnya, tetapi juga dalam ideologinya. Psikolog
humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat
kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik
tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk
berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat
biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan
humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta
mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
7.
Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan
bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme
terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia
bertanggung jawab atas dirinya.
8.
Menurut kartini kartono dalam kamus psikologinya
mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi
yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan
yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.
9.
Sedangkan menurut W.S Winkel, Terapi Eksistensial
Humanistik adalah Konseling yang menekankan implikasi – implikasi dan falsafah
hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di bumi ini. Konseling Eksistensial
Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang
mencakup tanggungjawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan
batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam
komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk
mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.[10]
D. Tujuan Konseling
a. Menurut Gerald Corey,
(1988:56) ada beberapa tujuan terapeutik yaitu :
Agar klien mengalami
keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi –
potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan
kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial
pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
1. Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,
2. Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
3. Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b.
Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya
meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab
atas arah hidupnya.
c.
Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan
sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya
lebih dari sekadar korban kekuatan – kekuatan deterministic di luar dirinya.[11]
Tujuan Konseling menurut
Akhmad Sudrajat yaitu :
1.
Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima
keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.
2.
Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan
dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self
actualization seoptimal mungkin.
3.
Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan
dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4.
Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan
bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.[12]
E. Karakteristik Konseling
Adapun karakteristik dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut:
1. Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan suatu gerakan yang
memusatkan penyelidikannya manusia sebagai pribadi individual dan sebagai ada
dalam dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara manusia dan
dunia).
2. Adanya dalil-dalil yang
melandasi yaitu:
a. Setiap manusia unik
dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam
bereaksi terhadap dunia
b. Manusia sebagai pribadi
tidak bisa dimengerti ddalam kerangka fungsi-fungsi atau unsur-unsur yang membentuknya.
c. Bekerja semata-mata
dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada
fungsi-fungsi seperti penginderaan, persepsi, belajar, dorongan-dorongan,
kebiasaan-kebiasaan, dan tingkah laku emosional tidak akan mampu memberikan
sumbangan yang berarti kepada pemahaman manusia
d. Berusaha melengkapi, bukan
menyingkirkan dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi[13]
e. Sasaran eksistensial
adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia dan memahami
manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan,
suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang
berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya.
f. Tujuan utamanya adalah
menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia, yangdapat
dijadikan kunci kearah memahami manusia.
g. Tema-temanya adalah
hubungan antar manusia, kebebasan, dan tanggung jawab, skala nilai-nilai
individual, makna hidup, penderitaan, keputusasaan, kecemasan dan kematian.
F. Peran dan Fungsi Konselor
Menurut Buhler dan Allen, para
ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4. Berorientasi pada pertumbuhan
5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
Hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8. Mengakui kebebasan
klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9. Bekerja ke arah
mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien[14]
G. Hubungan Konselor dengan Klien
Dalam membicarakan masalah hubngan
pertologan dari teori Humanistik ini, dikemukakan ciri - ciri hubungan konselor dan konseli sebagai
berikut:
1.
Adanya hubungan psikologis yang akrab
antara konselor dan klien.
2.
Adanya kebebasan secara penuh bagi
individu untuk mengemukakan problemnya dan apa yang diinginkan.
3.
Konselor berusaha sebaik mungkin
menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan
sanggahan.
4.
Unsur menghargai dan menghormati
keadaan diri individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam
hubungan yang diadakan.
5.
Pengenalan tentang keadaan individu
sebelumnya juga keadaan lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.
Yang paling diutamakan oleh konselor
eksistensial adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang
bertatap muka dalam situasi terapeutik merupakan stimulus terjadinya perubahan
yang positif. Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien,
karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian merupakan
hal-hal yang harus ditawarkan. Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh
konselor dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia
seperti yang dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan
kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu
cara untuk memantapkan hubungan terapeutik. May dan Yalom (1989) menekankan
peranan krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor untuk disana demi klien
selama jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan terlibat secara intens
dengan kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk berhubugan dengan
orang lain, maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan dengan si klien
itu (Yalom, 1980).
Inti dari hubungan terapeutik adalah
rasa saling menghormati, yang mencakup kepercayaan akan potensi klien untuk
secara otentik menangani kesulitan mereka dan akan kemampuan mereka menemukan
jalan alternatif akan keberadaan mereka. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor
untuk mengajak klien mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui
perilaku yang otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak
klien untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi
transparan apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan
sifat kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh
klien.
Hubungan terapeutik sangat penting
bagi terapis eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia
dan perjalanan bersama alih – alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien.
Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien.
Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di
sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya
berhubungan langsung (Gerald Corey.1988:61).[15]
Pola hubungan :
1.
Hubungan klien adalah hubungan
kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner klien, setara dengan klien
sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
2.
Klien sebagai subjek bukan obyek yang
dianalisis dan didiagnosis.
3.
Konselor harus terbuka baik
kepribadiannya dan tidak pura – pura.
H. Tahap Konseling
1. Tahap
Awal
Ada tiga tahap dalam proses konseling
eksistensial-humanistik. Selama tahap pendahuluan, konselor membantu klien
dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikassi asumsi mereka terhadap dunia.
Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang
dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka,
keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya. Bagi banyak klien hal
ini bukan pekerjaan yang mudah oleh karena mereka mungkin pada awalnya
memaparkan problema mereka sebagai hamper seluruhnya sebagai akibat dari
penyebab eksternal. Mereka mungkin berfokus pada apa yang orang lain “jadikan
mereka merasakan sesuatu” atau betapa orang lain bertanggung jawab sepenuhnya
akan apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan. Konselor mengajar mereka
bagaimana caranya untuk becermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti
peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
2. Tahap
Pertengahan
Pada tahap tengah dari konseling
eksistensial, klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber
dan otoritas dari system nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya
membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa restrukturisasi dari nilai dan
sikap mereka. Klien mendapatkan cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan
macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas
tentang proses pemberian nilai internal mereka.
3. Tahap
Akhir
Tahap terakhir dari konseling
eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang
telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah
memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian nilai hasil
penelitian dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit. Biasanya klien
menemukan kekuatan mereka dan menemukan jalan untuk menggunakan kekuatan itu
demi menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Adapun beberapa tahap lain yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi eksistensial antara lain :
1. Terapis menunjukkan kepada klien untuk meningkatkan kesadaran diri atas
alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-tujuan pribadi. Serta
menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan hal itu.
2.
Terapis membantu klien dalam menemukan cara-cara klien
menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien belajar menanggung
resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.
3.
Terapis membantu klien untuk membangkitkan
keberaniannya mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutannya, dan kemudian
mengajak klien untuk tidak bergantung dengan orang lain secara neurotik.
4.
Terapis membantu klien dalam menciptakan suatu sistem
berlandaskan cara hidup yang konsisten
5.
Terapis membantu klien untuk menemukan makna hidupnya
6.
Terapis membantu klien untuk mentoleransi segala bentuk ketakutan dan
kecemasan sebagai bentuk pembelajaran yang penting dalam hidup
7. Terapis mendorong atau memotivasi kliennya untuk mewujudkan aktualisasi
dirinya[16]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi eksistensial-humanistik
berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan
yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Yang
paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya
dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi
konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Ada tiga tahap
dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Dan
tidak ada teknik khusus yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik.
Kecocokannya untuk diterapkan di
Indonesia terletak pada pendapat kalangan eksistensial tentang kebebasan dan
control dapat bermanfaat untuk menolong klien menangani nilai-nilai budaya
mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
B. Saran
Memiliki kemampuan dalam
konseling humanistik merupakan hal yang penting,dapat mengarahkan hidup kita ke
masa depan yang lebih baik. Untuk itu kita harus mengasah kemampuan
(kreatifitas) kita secara baik berdasarkan pengalaman – pengalaman pribadi kita
di lingkungan.Kita dapat memahami dan mengetahui hal-hal atau masalah klien
kita nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO
Feist, Jess & Gregory J Feist. 2008. Theories of
Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mahasiswa BK. 2009. Model-Model Konseling. UMK
Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic.
Bandung: PT rafika aditama
Rahmasari,Diana.,2012. Peran Filsafat Eksistensialisme terhadap Terapi
Eksistensial-Humanistik untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial Volume 2
Nomor 2
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang
Rosjidan. 1988. Pengantar teori-teori konsleing. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas,
Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
[1] Sukardi, D.K.
1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia
[2] Sukardi, D.K.
1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia
[3] Misiak, henryk.2005.psikologi
fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[5] Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas,
Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
[6] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic.
Bandung: PT rafika aditama
[9] Misiak, henryk.2005.psikologi
fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[10] Misiak, henryk.2005.psikologi
fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[11] Rosjidan. 1988. Pengantar
teori-teori konsleing. Jakarta: Direktorat Pendidikan Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[13] Rahmasari,Diana.,2012. Peran
Filsafat Eksistensialisme terhadap Terapi Eksistensial-Humanistik untuk
Mengatasi Frustasi Eksistensial Volume 2 Nomor 2
[14] Misiak, henryk.2005.psikologi
fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar