Rabu, 07 Juni 2017

MAKALAH KONSEP DASAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Usaha yang di lakukan manusia dalam membantu masalah manusia tidak mungkin tanpa mengenal dengan baik tentang manusia itu sendiri. Unik dan rumitnya perilahal manusia sebagai makhluk individu, telah melahirkan bermacam-macam konsep dan pandangan.Toeri humanistik di kembangkan oleh Maslow tahun 1908-1970 di Amerika serkat.
Dasar falsafahnya Phenomenology yang menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik dan layak di hormati dan mereka akan bergerak ke arah realisasi potensi-potensi mereka, manakala kondisi lingkungannya memberikan kemungkinan. Psikoterapai Humanistik membicarakan kepribadian manusia di tinjau dari segi self dasi akunya.Konnsep utama yang anut adalah usaha untuk mengerti manusia sebagai mana adanya, mengetahui mereka dari realitasnya, melihat dunia sebagai mana mereka melihatnya, memahami mereka bergerak dan mempunyai keberadaan yang unik, kongkrit dan berbeda dari teori yang abstrak.Teori humanistik di katakan demikian, karena menekankan kemampuan-kemampuan yang khas manusiawi.Manusia mempunyai kemampuan untuk refleksi diri, kemampuan aktualisasi potensi-potensi kreatif dan juga ke khususan manusia, yaitu menentukan bagi dirinya sendiri secara aktif.
B.     Rumusan masalah
1.      Konsep dasar  landasan Eksistensial Humanistik.
2.      Hakekata Manusia Landasan Eksistensial Humanistik.
3.      Hakekat Konseling landasan Eksistensial Humanistik.
4.      Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik.
5.      Karakteristik Konseling Eksistensial Humanistik.
6.      Peran dan fungsi Konselor dalam Pendekatan Eksistensial Humanistik.
7.      Hubungan Konselor dengan Klien dalam Konseling Eksistensial Humanistik.
8.      Tahap-tahap  Konseling Eksistensial Humanistik.
9.      Teknik Konseling Eksistensial Humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.[1]
Abraham Maslow Yang terkenal dengan teori aktualisasi diri di lahirkan di  New York pada tahun 1908. Ia meninggal di Calivornia pada tahun1907. Maslow seorang anak yang pandai mejalani hubungan yang baik dengan ibunya yang otoriter yang sering kali melakukan tindakan aneh. Ia menggambarkan dirinya pada masa kecil sebagai seorang yang pemalu,kutu buku dan neurotic. Tetapi  ,maslow tidak selamanya menjadi neurotic dan benci pada dirinya sendiri. Ia sepenuhnya menyadari potensinya ,dan menjadi psikilog humanisme terkenal yang mengispirasi banyak perubahan masyarakat kearah yang positif.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.[2]
Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik – teknik  yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia.
Teori dan Pendekatan Konseling Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendeka tanini mengutamakan suatu sikap yang  menekankan pada pemahaman  atas  manusia.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak  bisa  lari  dari  kebebasan  dan  bahwa  kebebasan  dan  tanggung  jawab berkaitan. Pendekatan  Eksisteneial-Humanistik  dalam konseling  menggunakan  sistem  tehnik-tehnik  yang  bertujuan  untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan  terapi  eksistensial-humanistik  bukan merupakan  terapi  tunggal,  melainkan  suatu  pendekatan  yang  mencakup terapi-terapi  yang  berlainan  yang  kesemuanya  berlandaskan  konsep-konsep  dan  asumsi-asumsi  tentang  manusia.[3]
Pendekatan ini Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri. Pendekatan ini memberikan kontribusi yang besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam proses teurapeutik.
Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan menekankan kesadaran diri sebelum bertindak.Kesadaran diri berkembang sejak bayi.Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang berarti memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih meningkatkan kebebasan konseling dalam mengambil keputusan serta bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.[4]

Menurut Gerald Corey, (1988:54-55) ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :
1.      Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
2.      Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
3.      Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.[5]
B.     Hakekat Manusia
Gerakan eksistensial berarti rasa hormat pada seseorang, menggali aspek baru dari perilaku manusia dan metode memahami manusia yang beraneka ragam. Falsafah eksistensial memberikan landasan bagi pendekatan terapeutik yang memfokuskan pada individu-individu yang terpecah serta bersikap asing antara satu dengan yang lain yang tidak melihat adanya makna dalam lingkungan keluarga serta system sosial yang ada pada waktu itu. Falsafah itu timbul dari keinginan untuk menolong orang dalam mengarahkan perhatian pada tema dalam hidup. Yang diperhatikan adalah orang-orang yang mengalami kesulitan dalam hal mendapatkan makna dari tujuan hidup dan dalam hal mempertahankan identitas dirinya (Holt, 1986).[6]
Fokus yang sekarang menjadi arah pendekatan eksistensial adalah rasa kesendirian di dunia dan usaha menghadapi kecemasan akan isolasi ini. Daripada berusaha untuk mengembangkan aturan-aturan bagi terapi, maka sebagai gantinya para praktisi eksistensial berusaha keras untuk memahami pengalaman manusia yang dalam ini. (May & Yalom, 1989).[7]
Pandangan eksistensial akan sifat manusia ini sebagian dikontrol oleh pendapat bahwa signifikansi dari keberadaan kita ini tak pernah tetap, melainkan kita secara terus menerus mengubah diri sendiri melalui proyek-proyek kita. Manusia adalah makhluk yang selalu dalam keadaan transisi, berkembang, membentuk diri dan menjadi sesuatu. Menjadi seseorang berarti pula bahwa kita menemukan sesuatu dan menjadikan keberadaan kita sebagai sesuatu yang wajar.
Pandangan manusia menurut teori Humanistik:
1.      Filsafat Eksistensialis memandang manusia sebagai indvidu dan merupakan problema yang unik dari existensi kemanusiaan. Manusia merupakan seorang yang ada, yang sadar dan waspada akan keberadaanya sendiri. Setiap orang menciptakan tujuannya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempurnakan esensidan fakta existensinya.  
2.      Bahwa manusia sebagai makhluk hidup, menentukan apa yang ia kerjakan dan yang tidak ia kerjakan, dan bebas  untuk menjadi apa yang ia inginkan. Jadi yang pokok adalah apakah seorang berkeinginan atau tidak sebab filsafat eksistensialis percaya bahwa setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya. Dengan kata lain setiap individu merupakan penentu utama akan tingkah laku dan pengalamannya.
3.      Teori humanistik mendsar pendapat bahwa manusia tidak pernah statis , ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda . untuk menjadi sesuatu ini maka manusia mesti berani menghancurkan pola – pola lama, berdiri pada kaki sendiri dan mencari jalan, kearah manusia yang baru dan lebih besar menuju aktualisasi diri.
4.      Menekankan pada kesadaran manusia, pengalaman personal yang berhubungan dengan eksistensi dalam dunia orang lain[8].
C.    Hakekat Konselin
Hakikat konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Yang paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan klien.Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif.[9]
1.      Pendekatan ini berasal dari motivasi dalam diri yang rumit dan dinamis. Inilah yang membedakan teori ini dengan teori yang mencari struktur dalam diri individu atau struktur reinforcement dari lingkungan. Namun teori eksitensial dan humanistic menyetujui adanya kehendak bebas dan juga kreativitas nyata, dan pemenuhan diri.
2.      Pendekatan eksitensial tidak selalu merupakan pendekatan idiografis; mereka menganggap pengalaman setiap orang unik. Filsuf beraliran eksitensial menyatakan bahwa individu secara lansung bertanggung jawab atas kepribadian. Bagaimana saya menghadapi cinta , etika, kecemasan , kebebasan, dan kematian . apakah saya akan membiarkan aliensi menggelamkan saya dalam kesengaraan mendalam , atau akankah saya memakai kehendak bebas untuk melawannya dan mencapai aktualisasi diri, ciri mendasar dari dilemma eksitensial adalah adanya kemungkinan tercapainya kemenangan jiwa manusia.
3.      Pendekatan humanistic , yang didasarkan pada eksitensialisme tetapi menolak pesimisme, adalah pendekatan yang paling optimis terhadap kepribadian yang memandang manusia dan permasalahan spiritual secara positif. Orientasi humanistic maslow , yang mempelajari individu yang sudah sepenuhnya dewasa dan utuh , membuat psikologi kepribadian memberikan atensi pada aspek positif dan spiritual teersebut. Tetapi, inkonsistensi dan ambiguitas dalaam teori Maslow membuat kontribusinya lebih seperti pandangan yang memberikan pengaruh besar , alih-alih sebuah teori yang solid.
4.      Pendekatan humanistic terhadap kepribadian bermanfaat bagi penelitian lintas budaya dan penelitian tentang kelompok etnik, suatu kebutuhan yang ditekankan dalam buku ini. Banyak psikolog eksitensial- humanistic terkejut secara pribadi dan secara intelektual- oleh aliran fasisme pada tahun 1930-1940.
5.      Pendekatan humanistic terhadap kepribadian memiliki dampak praktis dan berkesenambungan pada masyarakat umum dalam hal persaingan diri. Saat ini ,tidaklah aneh apabila seorang pekerja ( atau bahkan sekelompok rekan kerja) pada suatu waktu ingin mengasingkan diri.’’ Peristirahatan’’ ini berbeda dengan liburan atau tamasya. Selama mengasingkan diri kita mungkin menenangkan diri dilokasi yang indah, berusaha mengenali perasaan kita , memperbaruhi cinta kita untuk pasangan , menciptakan music atau melakukan hal kreatif lainnya, berlatih, mungkin juga bermeditasi atau berdo’a. aktivitas tersebut berasal dari asumsi humanistic bahwa setiap individu memiliki otensi diri unik yang akan muncul apabila dikembangkan dengan baik.
6.      Psikologi kepribadian humanistic tidak hanya berbeda dengan pendekatan lain dalam pokok permasalan dan filsafatnya, tetapi juga dalam ideologinya. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
7.      Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.
8.      Menurut kartini kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.
9.      Sedangkan menurut W.S Winkel, Terapi Eksistensial Humanistik adalah Konseling yang menekankan implikasi – implikasi dan falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di bumi ini. Konseling Eksistensial Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup tanggungjawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.[10]
D.    Tujuan Konseling
a.       Menurut Gerald Corey, (1988:56) ada beberapa tujuan terapeutik yaitu :
Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi – potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
1.      Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,
2.      Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
3.      Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b.      Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c.       Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan – kekuatan deterministic di luar dirinya.[11]
Tujuan Konseling menurut Akhmad Sudrajat yaitu :
1.      Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.
2.      Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
3.      Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4.      Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.[12]
E.     Karakteristik Konseling
Adapun karakteristik dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut:
1.       Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya manusia sebagai pribadi individual dan sebagai ada dalam dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara manusia dan dunia).
2.       Adanya dalil-dalil yang melandasi yaitu:
a.       Setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia
b.      Manusia sebagai pribadi tidak bisa dimengerti ddalam kerangka fungsi-fungsi atau  unsur-unsur yang membentuknya.
c.       Bekerja semata-mata dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi seperti penginderaan, persepsi, belajar, dorongan-dorongan, kebiasaan-kebiasaan, dan tingkah laku emosional tidak akan mampu memberikan sumbangan yang berarti kepada pemahaman manusia
d.      Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi[13]
e.       Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya.
f.       Tujuan utamanya adalah menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia, yangdapat dijadikan kunci kearah memahami manusia.
g.      Tema-temanya adalah hubungan antar manusia, kebebasan, dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna hidup, penderitaan, keputusasaan, kecemasan dan kematian.
F.     Peran dan Fungsi Konselor
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1.      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3.      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.      Berorientasi pada pertumbuhan
5.      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6.      Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya
Hidup dan pandangan humanistiknya
tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8.      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.      Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien[14]
G.    Hubungan Konselor dengan Klien
Dalam membicarakan masalah hubngan pertologan dari teori Humanistik ini, dikemukakan ciri -  ciri hubungan konselor dan konseli sebagai berikut:
1.      Adanya hubungan psikologis yang akrab antara konselor dan klien.
2.      Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problemnya dan apa yang diinginkan.
3.      Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
4.      Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan yang diadakan.
5.      Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya juga keadaan lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.
Yang paling diutamakan oleh konselor eksistensial adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi terapeutik merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien, karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian merupakan hal-hal yang harus ditawarkan. Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu cara untuk memantapkan hubungan terapeutik. May dan Yalom (1989) menekankan peranan krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor untuk disana demi klien selama jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan terlibat secara intens dengan kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk berhubugan dengan orang lain, maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan dengan si klien itu (Yalom, 1980).
Inti dari hubungan terapeutik adalah rasa saling menghormati, yang mencakup kepercayaan akan potensi klien untuk secara otentik menangani kesulitan mereka dan akan kemampuan mereka menemukan jalan alternatif akan keberadaan mereka. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak klien mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak klien untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi transparan apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan sifat kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh klien.
Hubungan terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih – alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien. Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung (Gerald Corey.1988:61).[15]
Pola hubungan :
1.      Hubungan klien adalah hubungan kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner klien, setara dengan klien sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
2.      Klien sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis.
3.      Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura – pura.

H.    Tahap Konseling
1.      Tahap Awal
Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Selama tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikassi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya. Bagi banyak klien hal ini bukan pekerjaan yang mudah oleh karena mereka mungkin pada awalnya memaparkan problema mereka sebagai hamper seluruhnya sebagai akibat dari penyebab eksternal. Mereka mungkin berfokus pada apa yang orang lain “jadikan mereka merasakan sesuatu” atau betapa orang lain bertanggung jawab sepenuhnya akan apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan. Konselor mengajar mereka bagaimana caranya untuk becermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup.
2.      Tahap Pertengahan
Pada tahap tengah dari konseling eksistensial, klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari system nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapatkan cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
3.      Tahap Akhir
Tahap terakhir dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasian nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit. Biasanya klien menemukan kekuatan mereka dan menemukan jalan untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Adapun  beberapa tahap lain yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi eksistensial antara lain :
1.      Terapis menunjukkan kepada klien untuk meningkatkan kesadaran diri atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-tujuan pribadi. Serta menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan hal itu.
2.      Terapis membantu klien dalam menemukan cara-cara klien menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.
3.      Terapis membantu klien untuk membangkitkan keberaniannya mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutannya, dan kemudian mengajak klien untuk tidak bergantung dengan orang lain secara neurotik.
4.      Terapis membantu klien dalam menciptakan suatu sistem berlandaskan cara hidup yang konsisten
5.      Terapis membantu klien untuk menemukan makna hidupnya
6.      Terapis membantu klien untuk mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan sebagai bentuk pembelajaran yang penting dalam hidup
7.      Terapis mendorong atau memotivasi kliennya untuk mewujudkan aktualisasi dirinya[16]








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Terapi eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukanYang paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistikDan tidak ada teknik khusus yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik
Kecocokannya untuk diterapkan di Indonesia terletak pada pendapat kalangan eksistensial tentang kebebasan dan control dapat bermanfaat untuk menolong klien menangani nilai-nilai budaya merekaDalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
B.     Saran
Memiliki kemampuan dalam konseling humanistik merupakan hal yang penting,dapat mengarahkan hidup kita ke masa depan yang lebih baik. Untuk itu kita harus mengasah kemampuan (kreatifitas) kita secara baik berdasarkan pengalaman – pengalaman pribadi kita di lingkungan.Kita dapat memahami dan mengetahui hal-hal atau masalah klien kita nantinya.









DAFTAR PUSTAKA

Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO
Feist, Jess & Gregory J Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mahasiswa BK. 2009. Model-Model Konseling. UMK
Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
Rahmasari,Diana.,2012. Peran Filsafat Eksistensialisme terhadap Terapi Eksistensial-Humanistik untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial Volume 2 Nomor 2
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang
Rosjidan. 1988. Pengantar teori-teori konsleing. Jakarta: Direktorat Pendidikan Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia



[1] Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
[2] Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
[3] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[4] Mahasiswa BK. 2009. Model-Model Konseling. UMK
[5] Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
[6] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama

[8] Mahasiswa BK. 2009. Model-Model Konseling. UMK
[9] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[10] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[11] Rosjidan. 1988. Pengantar teori-teori konsleing. Jakarta: Direktorat Pendidikan Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[12] Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

[13] Rahmasari,Diana.,2012. Peran Filsafat Eksistensialisme terhadap Terapi Eksistensial-Humanistik untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial Volume 2 Nomor 2
[14] Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama
[15] Feist, Jess & Gregory J Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
[16] Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...