BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekarang ini sebagian masyarakat Indonesia yang
mengabaikan arti dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai
konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak
mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi tersebut. Terlebih di era
globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif
dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang dasar
negara dan konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu
mempelajari, memahami serta melaksanakan segala kegiatan kenegaraan
berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak kehilangan jati dirinya.
Dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan
konstitusi. Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma hukum
tertinggi disuatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi
sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah
satu norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah
hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara, dalam arti sempit :
konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang
memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber
dari dasar Negara. Norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai
cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum
dari Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya
yang perlu kita ketahui.[1]
Dalam arti
sempit: konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen
yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi
bersumber dari dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai
cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum
dan Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya yang
perlu kita ketahui.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang kami
jelaskan di sini rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian Negara itu?
2.
Apakah pengertian Konstitusi itu?
3.
Bagaimakah Konstitusi di Indonesia?
4.
Bagaimankah hubungan antara Negara dan Konstitusi?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Negara dan
Konstitusi
2.
Untuk mengetahui hubungan antara Negara dan Konstitusi
3.
Untuk mengetahui keberadaan Pancasila dan Konstitusi
di Indonesia
4.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
NEGARA
A.
Pengertian Negara
Di bawah ini disajikan beberapa perumusan mengenai
pengertian Negara.
1.
Roger H. soltau: “Ngara adalah alat (agency) atau
wewnang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat.”
2.
Max weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.”
3.
Robert M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban di dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistim
hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut
diberikan kekuasaan memaksa.”
4.
George Jellinek: “Negara adalah organisasi
kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di suatu wilayah
tertentu.”
5.
R. Djopkosoetono: “Negara adalah organisasi manusia
yang berbeda di wilayah suatu pemerintahan yang sama.”
6.
J.H.A Logeman: ”Negara adalah suatu organisasi
kemasyarakatan yang mempunyai tujuan melalui kekuasaannya untuk mengatur dan
menyelengarakan sesuatu ( berkaitan dengan jabatan, fungsi lembaga kenegaraan
atau lapangan kerja ) dalam masyarakat.”
Jadi, sebagai
pengertian umum dapat dikatakan bahwa Negara adalah suatu daerah territorial
yang yang rakyatnya di perintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang
berhasil menuntut dari warganegaranya ketaatan pada peraturan
perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari kekuasaan
yang sah.[2]
B.
Sifat Sifat Negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan
manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada
nrgara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Umumnya dianggap
bahwa setiap Negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup
semua.
1.
Sifat Memaksa. Agar peraturan perundang-undangan dan dengan
demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dicegah,
maka Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk
memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara,
dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain dari Negara juga mempunyai
aturan; akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Negara lebih mengikat.
2.
Sifat Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan
bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini Negara dapat menyatakan bahwa suatu
aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan
disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3.
Sifat Mencakup Semua (all-encopassing, all-embracing). Semua peraturan
perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku untuk semua
orang tanpa terkecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang
dibiarkan berada di luar ruang-lingkup aktivitas Negara, maka usaha Negara
kearah tercapaiya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal. Lagi pula, menjadi
warganegara tidak berdasarkan kemauan sendiri (involuntary membership) dan hal
ini berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan bersifat suka rela.
C.
Unsur Pembentuk Negara
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok
atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah
tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib
dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di
wilayahnya. Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama
yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan
mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi
lainnya.
Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk
suatu negara, yaitu:
1.
Penduduk
Dengan penduduk suatu Negara dimaksudkan semua orang yang
pada sustu waktu mendiami wilayah Negara . Mereka mereka itu secara sosiologis
lazim disebut “rakyat” dari Negara itu. Rakyat dalam hubungan ini diartikan
sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Ditinjau dari suatu hukum, rakyat
merupakat warganegara suatu Negara. Warganegara adalah seluruh individu yang
mempunyai ikatan hukum dengan suatu Negara tertentu. Mungkin tidak dapat
dibayangkan adanya suatu Negara tanpa rakyat, tanpa warganegara. Rakayat
(warganegara) adalah substratum personil dari Negara. Tanpa warganegara, Negara
akan merupakan suatu fiksi besar.
Jika penduduk adalah substratum personil suatu Negara,
maka wilayah adalah landasan materiil atau landasan fisik Negara. Sekelompok
manusia dengan pemerintahan tidak dapat menimbulkan Negara, apabila kelompok
itu tidak sedentair (menetap) pada suatu wilayah tertentu. Bangsa-bangsa
yang nomadis tidak mungkin mendirikan Negara, sekalipun sudah mengakui
segelintir orang-orang sebagai penguasa. Luas wilayah Negara ditentukan oleh
pembatasan-pembatasannya dan di dalam batas-bats ini Negara menjalankan
yurisdiksi territorial atas aorang dan benda yang berada di dalam wilayah itu,
kecuali beberapa golongan orang dan benda yang dibebaskan dari yurudiksi itu,
misalnya perwakilan diplomatic Negara asing dengan harta benda mereka.[3]
2.
Pemerintahan
Pemerintah juga merupakan salah satu diantara tiga
unsur konstitutif Negara. Sekalipun telah ada sekelompok individu yang mendiami
suatu wilayah, namun belum juga diwujudkan suatu Negara, jika tidak ada
segelintir orang yang berwenang mengatur dan menyusun bersama itu. Pemerintah
adalah organisasi yang mengatur dam memimpin Negara. Tanpa pemerintah tidak
mungkin Negara itu berjalan dengan baik.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,
mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan. Oleh karena itu mustahillah adanya masyarakat tanpa
pemerintah. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang
menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan
tujuan-tujuan Negara, menjalankan funsi-fungsi kesejahteraan bersama.
Untuk menjalankan funsi-fungsinya dengan baik dan
efektif, pemerintah menggunakan atribut hukum dari Negara, yakni kedaulatan.
Pada pemerintahan kedaulatan sebagai atribut Negara dikonretasasikan. Kekuasaan
pemerintah biasanya di bagi atas legislative, eksekutif dan yudikatif.
3.
Pengakuan Internasional
(secara de facto maupun de jure)
Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada
negara lain yang telah memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin,
rakyat dan wilayahnya.
Berdasarkan sifatnya, pengakuan de facto bersifat
tetap, yakni pengakuan dari negara lain dapat menimbulkan hubungan bilateral di
bidang perdagangan dan ekonomi untuk tingkat diplomatik belum dapat
dilaksanakan.
Pengakuan de facto ini berkaitan
dengan pengakuan kedaulatan de facto suatu negara, menunjuk pada
adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata dalam masyarakat yang dinyatakan
merdeka atau telah memiliki independensi. Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat
yaitu dimana masyarakat telah tunduk pada kekuatan penguasa secara nyata yang
di sebut de facto.
Kekuasaan yang diperoleh penguasa secara murni dari
masyarakat atau kehendak masyarakat ( hal ini pernah terjadi pada kasus
Timor-Timur pada tahun 1975, pada saat itu sebagian besar rakyat Timor-timur
secara sadar memilih penguasa pemerintah Indonesia berkuasa atasnya, dan
dinyatakan pemerintah Indonesia mempunyai pengakuan kedaulatan de facto atas
Timor Timur secara syah.
Pengakuan de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi
berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional
Berdasarkan sifatnya pengakuan de jure dibagi menjadi
dua, yakni :
1.
Tetap, ini berlaku untuk selama-lamanya sampai waktu
yang tidak terbatas.
2.
Penuh, ini mempunyai dampak dibukanya hubungan
bilateral di tingkat diplomatik dan Konsul, sehingga masing-masing negara akan
menempatkan perwakilannya di negara tersebut yang biasanya di pimpin oleh
seorang duta besar yang berkuasa penuh.[4]
D.
Asal mula terjadinya Negara
1.
Secara Faktual
a)
Occupatie/Kependudukan
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak
bertuan dan belum dikuasai kemudian diduduki dan dikuasai oleh kelompok
tertentu. Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan tahun
1847.
b)
Cessie/Penyerahan
Sebuah daerah diserahkan kepada Negara lain
berdasarkan perjanjian.
c)
Acessie/Penaikan Lumpur
Bertambahnya suatu wilayah karena proses pelumpuran
laut dalam kurun waktu yang lama dan dihuni oleh kelompok.
d)
Fusi/Peleburan
Peleburan 2 negara atau lebih dan membentuk 1 negara.
e)
Proklamasi
Suatu daerah yang semula termasuk daerah negara
tertentu melepaskan diri dan menyatakan kemerdekaannya. Contoh : Belgia
melepaskan diri dari Belanda tahun 1839, Indonesia tahun 1945, Pakistan tahun
1947 (semula wilayah Hindustan), Banglades tahun 1971 (semula wilayah
Pakistan), Papua Nugini tahun1975 (semula wilayah Australia), 3 negara Baltik
(Latvia, Estonia, Lituania) melepaskan diri dari Uni Soviet tahun 1991, dsb.c.
Peleburan menjadi satu (Fusi).
Beberapa negara mengadakan peleburan menjadi satu
negara baru. Contoh : Kerajaan Jerman (1871), Vietnam (1975), Jerman (1990),
dsb.
f)
Innovation/Pembentukan
Baru
Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian diatas wilayah
itu muncul negara baru.
Contoh : Jerman menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur tahun
1945.
g)
Anexatie/Pencaplokan/Penguasaan
Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai
(dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Contoh: negara Israel ketika
dibentuk tahun 1948 banyak mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania dan
Mesir.
2.
Secara Teoritis
a)
Teori Ketuhanan
Dasar pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan
bahwa segala sesuatu yang ada atau terjadi di alam semesta ini adalah semuanya
kehendak Tuhan, demikian pula negara terjadi karena kehendak Tuhan. Sisa–sisa
perlambang teori theokratis nampak dalam kalimat yang tercantum di berbagai
Undang–Undang Dasar negara, seperti :
“….. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” atau
“By the grace of God”.
Teori ini dipelopori oleh Agustinus, Friedrich Julius
Stahl, dan Kraneburg.
b)
Teori Kekuasaan
Menurut teori ini negara terbentuk karena adanya
kekuasaan, sedangkan kekuasaan berasal dari mereka-mereka yang paling kuat dan
berkuasa, sehingga dengan demikian negara terjadi karena adanya orang yang
memiliki kekuatan/kekuasaan menaklukkan yang lemah.
c)
Teori Perjanjian
Masyarakat
Menurut teori ini, negara terbentuk karena sekelompok
manusia yang semula masing–masing hidup sendiri–sendiri mengadakan perjanjian
untuk membentuk organisasi yang dapat menyelenggarakan kepentingan bersama.
Teori ini didasarkan pada suatu paham kehidupan manusia dipisahkan dalam dua
jaman yaitu pra negara (jaman alamiah) dan negara.
Teori ini dipelopori oleh Thomas Hobbes.
d)
Teori Hukum Alam
Menurut teori ini, terbentuknya negara dan hukum
dengan memandang manusia sebelum ada masyarakat hidup sendiri–sendiri.
Pemikiran pada masa plato dan Aristoteles[5]
E.
Proses pertumbuhan Negara
1.
Secara Primer
Terjadinya Negara Secara Primer (Primaires Wording)
dimulai dari masyarakat hukum yang paling sederhana kemudian berkembang secara
bertahab ke tingkat yang lebih maju. Dibawah ini adalah fase-fase pertumbuhan
negara secara primer:
a)
Fase kelompok/suku (
Genootschaf )
Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga, kemudian
terus berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu/suku.
b)
Fase Kerajaan ( Rijk )
Kepala suku yang semula berkuasa dimasyarakat hukumnya
kemudian mengadakan ekspansi ( Perluasan Kekuasaan ) dengan menaklukan negara
lain. Hal ini mengakibatkan berubahnya fungsi kepala suku dari primus
interparest menjadi seorang raja.
c)
Fase Negara Nasional ( Staat )
Pada fase ini kesadaran bernegara masyarakat telah
muncul. Akan tetapi, raja yang memerintah menjalankan kekuasaannya secara
absolute dengan sistem pemerintahan terpusat ditangan raja.
d)
Fase Demokrasi ( Democratishe Natie )
Fase ini terbentuk atas dasar kesadaran akan adanya
kedaulatan ditangan rakyat.
2.
Secara Sekunder
Secara sekunder, adalah pertumbuhan negara yang
dihubungkan dengan negara yang sudah ada sebelumnya, hanya karena sebab-sebab
tertentu seperti:
a)
Revolusi
Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat
dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang
terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat
dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu
perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama.
Misalnya revolusi industri di Inggris yang
memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah
sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
b)
Interventasi
Intervensi adalah sebuah istilah
dalam dunia politik dimana
ada negara yang mencampuri urusan negara
lainnya yang jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur
tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya.Sehingga
negara yang melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya
Menurut kamus besar bahasa Indonesia
Ialah [n] campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan,
negara, dsb)
c)
Penaklukan
Suatu daerah belum ada yang menguasai kemudian
diduduki oleh suatu bangsa. Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yang
dimerdekakan tahun 1847.[6]
F.
Tujuan Negara
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi yang hidup dan
bekerjasama dan mengejar beberapa tujuan Negara. Dapat dikatakan bahwa tujuan
terakhir setiap Negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bunum
publicum, common good, common weal).
Menurut Roger H. Sultau tujuan Negara ialah
memungkinkan rakyatnya “berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas
mungkin”. Dan menurut Harold J. Laski: “menciptakan di mana rakyatnya dapat
mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal”
Tujuan Negara RI sebagai tercantum di dalam pembahasan
Undang-Undang Dasar 1945 ialah: “untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejehteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut serta melaksasnakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social” denagn berdasar kepada: ketuhanan yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia (Pancasila). Adapun teori-teori tujuan Negara sebagai berikut:
1.
Teori Kekuasaan
Shang Yang, untuk memperoleh kekuasaan yang
sebesar-besarnya dengan cara menjadikan rakyatnya miskin,lemah dan bodoh.
Machiavelli, kekuasaan yang digunakan untuk mencapai
kebesaran dan kehormatan Negara, dibenarkan bertindak kejam dan licik.
2.
Teori Perdamaian Dunia
Dante Allegieri, menciptakan perdamaian dunia, yang
dapat dicapai apabila seluruh Negara berada dalam suatu kerajaan dunia
(imperium dengan Undang-Undang yang seragam bagi semua Negara)
3.
Teori Jaminan Hak dan kebebasan
Immanuel Kant dan Kranenburg, hak dan kebebasan warga
Negara terjamin, di dalam Negara harus dibentuk peraturan perundang-undangan
Immanuel Kant, perlu dibentuk Negara hukum klasik
(Negara sebagai penjaga malam)
Kranenburg, menghendaki di bentuknya Negara hukum
modern (welfare state).
G.
Fungsi Negara
Akan tetapi setiap Negara, terlepas dari ideologinya,
menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak perlu yaitu:
1.
Melaksanakan ketertiban (law and Order); untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka
Negara harus melaksanakan penertiban. Dan dapat dikatakan bahwa Negara
bertindak sebagai “Stabilisator”.
2.
Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
3.
Pertahanan; hal ini diperlakukan untuk menjaga
kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini Negara dilengkapi dengan alat
pertahanan.
4.
Menegakkan keadilan; hal ini dilaksanan melalui badan-badan
pengadilan.
Sarjana lain, Carles E.
Merriam menyebutkan lima fungsi Negara yaitu: (1) keamanan ektern, (2)
ketertiban intern, (3) Keadilan, (4) kesejahteran umim, (5) Kebebasan.
Keseluruhan fungsi
Negara di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.[7]
(Ubaidillah, A, 2000: 54-55)
KONSTITUSI
A.
Pengertian Konstitusi
Di dalam ilmu Negara dan hukum tata Negara, konstitusi
diberi arti yang berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut.
Pertama, pengertian konstitusi pada masa pemerintahan-pemerintahan kuno
(ancient regime). Kedua, pengertian yang baru yaitu pengertian konstitusi
menurut tafsiran modern yakni sejak lahirnya dokumen konstutusi yang pertama di
dunia yang dikenal dengan nama Virginia Bill of Right (1776).
Konstitusi dalam pengertian pertama diartikan sebagai
nama bagi ketentuan-ketentuan yang menyebut hak-hak dan kekuasaan dari
orang-orang tertentu, keluarga-keluarga tertentu yang berkuasa atau suatu
badan-badan tertentu. Sebagai contoh di mas-masa pemerintahan kerajaan absolut,
konstitusi diartikan sebagai “ kekuasaan perorangan yang tak terbatas dari sang
raja”.[8]
Sedangkan konstitusi dalam pengertian kedua, menurut
Sovernin Lohman, meliputi tiga unsur, yaitu:
1.
Konstitusi dipandang
sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya konstitusi
merupakan hasil atau kongklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina Negara
dan pemerintahan yang akan mengatur mereka;
2.
Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi
manusia dan warga Negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban
warga Negara dan alat-alat pemerintahannya;
3.
Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka
bangunan pemerintahan.
Kata “Konstitusi”
berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis)
atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan
tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu
undang-undang yang menjadi dasar dari segala hukum.
Konstitusi pada umumnya
bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk
menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini,
konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis
(formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi
harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution)
dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan
“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.
Pada umumnya hukum
bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh
dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat.
Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum
tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan
tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama
deengan hukum, namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
1.
Berbagai
lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2.
Hubungan antar lembaga negara.
3.
Hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan
warga negara (rakyat).
4.
Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
5.
Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan
tuntutan jaman.
Semakin banyak
pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa
konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki
lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan
yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi.
Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat
perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam
konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan
tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal
yang terdapat pada konstitusi.
Berlakunya suatu
konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara
itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu
adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang
menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para
ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar
dan sekaligus di atas sistem yang diatur¬nya. Karena itu, di lingkungan
negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu
konstitusi.” Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri
Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan
konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal ini
dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial
dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di
Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.[9]
B.
Lahirnya Konstitusi
Latar belakang lahirnya konstitusi pertama Republik
Indonesia; Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak
29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21 orang, diantaranya Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang
terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1
wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas
menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama
Undang-Undang 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah: dr. Radjiman
Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo,
Pangeran Soerjahamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan
Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera), Dr. Ratulangi,
Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali)
A H. Hamidan (Kalimantan), R. P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr.
ohammad Hassan (Sumatera).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45)
bermula dari janji Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di
kemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi: “sejak dari dahulu, sebelum
pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha
membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara
Dai Nippon dengan serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut
maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa
Indonesia sebagi saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan
tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap
untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah
selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia.
Setelah Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi inget akan
janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih
bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat
kemerdekaan tiba. Setelah merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi
nampaknya tidak bias ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai
berikut:
1.
Menetapkan dan
mengesahkan pembukaan UUD ’45 yang bahannya di ambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
2.
Menetapkan dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya
hamper seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD
tanggal 16 Juni 1945;
3.
Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir.
Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil
presiden;
4.
Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh
panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;
Dengan terpilihnya
presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara
formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim
diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
1.
Rakyat, yaitu bangsa
Indonesia;
2.
Wilayah,yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari
sabang sampai merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
3.
Kedaulatan yaitu sejak pengucapan proklamasi
kemerdekaan Indonesia;
4.
Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan
wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
5.
Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan pancasila;
6.
Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan (pasal 1 ayat 1
UUD ’45).
Dalam sejarah
konstitusi Indonesia, undang-undang dasar 1945 pernah tidak berlaku untuk
seluruh wilayah Negara republik Indonesia yakni antara tanggal 27 Desember 1949
sampai di keluarkan dekrit presiden pada taggal 5 Juli 1959, pada masa itu
berlaku konstitusi republic Indonesia serikat (konstitusi RIS) dan pada 1950
memberlakukan Undang-Undang Dasar sementara 1950 (UUDS 1950).[10]
C.
Konstitusi Di Indonesia
1.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan
berdasarkan atas kekuasaan belaka terbukti bahwa pemerintahan dan lembaga-
lembaga lainnya dalam melaksanakan tidakan- tindakan apa pun harus dilandasi
oleh peraturan hukum atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Disamping
akan tampak dalam rumusannya dalam pasal- pasalnya, juga akan menjalankan
pelaksanaan dari pokok- pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
yang diwujudkan oleh cita- cita hukum dan hukum dasar yang tertulis dengan
landasan negara hukum setiap tindakan Negara haruslah
mempertimbangkan dua kepentingan yaitu kegunaannya dan hukumnya,
agar senantiasa setiap tindakan Negara selalu memenuhi dua kepentingan
tersebut.
2.
Hukum Dasar Tertulis dan tidak Tertulis
a)
Hukum Dasar Tertulis
Dasar hukum tertulis adalah Undang- undang Dasar yang
menurut sifat dang fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan
tugas- tugas pokok cara kerja badan- badan tersebut. Undang- undang Dasar
bersifat singkat dan supel. Undang- undang Dasar 1945 hanya memiliki 37 pasal,
adapun pasal- pasalnya hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal
ini mengandung makna:
1)
Telah cukup jika undang- undang dasar hanya memuat
aturan- aturan pokok.
2)
Sifatnya yang supel.
3)
Memuat aturan- aturan, norma- norma serta ketentuan-
ketentuan yang harus dilaksanakan secara konstitusional
4)
Undang- undang Dasar 1945 merupakan peraturan hukum
positif tertinggi
b)
Hukum Dasar yang tidak Tertulis
Aturan- aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis
mempunyai sifat- sifat, yaitu:
1)
Merupakan kebiasaan berulang kali dalam
penyelenggaraan Negara.
2)
Tidak bertentangan dengan undang- undang dasar dan berjalan
sejajar
3)
Diterima oleh seluruh rakyat.
4)
Bersifat sebagai pelengkap.
3.
Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil
Amandemen 2002
Sistem pemerintahan di Indonesia sebelum dilakukan
amandemen dijelaskan secara terperinci dan sistematis dalam undang- undang
dasar 1945. Sistem pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas tujuh yang
secara sistematis merupakan pertanggung jawaban kedaulatan rakyat oleh karena
itu sistem Negara ini dikenal dengan tujuh kunci pokok system pemerintahan,
walaupun tujuh kunci pokok menurut penjelasan tidak lagi merupakan dasar
yudiris, namun mengalami perubahan.Penjelasan UUD 1945 yang memuat 7
buah kunci pokok, yaitu:[11]
a)
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
(rechstaat)
Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas
hukum dan bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa negara dalam
melaksanakan tindakan apapun harus selalu dilandasi oleh hukum atau segala
tindakannya harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Negara hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah
negara hukum dalam arti formal (sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam)
tetapi negara hukum dalam arti material (dalam arti luas) yaitu negara tidak
hanya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi
juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.Sistem Konstitusional
b)
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak tak
terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa pemerintahan negara
dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga oleh ketentuan hukum yang
merupakan produk konstitusional lainnya seperti GBHN, UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan menegaskan sistem
negara hukum.
Berdasarkan kedua sistem ini diharapkan dapat tercapai
mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga negara yang dapat
menjamin terlaksananya sistem itu sendiri.
c)
Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan
MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, MPR
mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
1)
Menetapkan UUD dan GBHN.
2)
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wapres.
3)
Majelis mengangkat dan melantik Kepala Negara dan
Wakil Kepala Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan Wakil Kepala
Negara harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
d)
Presiden adalah penyelenggaran pemerintahan negara
yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi
di bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan tanggung jawab ada
pada Presiden (concentration of power and responsibility upon the
President).
e)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan DPR tetapi Presiden
tidak bertanggun jawab kepada DPR,artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
dari DPR.
f)
Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR untuk
membentuk UU serta menetapkan APBN.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan DPRpun tidak
dapat menjatuhkan presiden.
g)
Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung pada DPR tetapi
pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan wewenang
sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
h)
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden.
Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden,
menteri-menterilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan di bidangnya
masing-masing.
i)
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator karena ia harus
mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
D.
Hubungan Antara Negara
dan Konstitusi
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan
usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal,
yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan
satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara
Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar Negara.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Negara merupakan suatu organisasi diantara
sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama
mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu
pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa
kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2.
Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur
suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat
aturan-aturan pokok yang menopang berdirinya suatu Negara.
3.
Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang
sangat erat. Karena melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan
dasar negara.
4.
Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk
mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi
idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan UUD
1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia
B.
Saran
1.
Diharapkan masyarakat mengetahui tentang Negara dan
Konstitusi di negara kita.
2.
Diharapkan informasi ini dapat tersebar luas ke
masyarakat agar terbentuk jiwa nasionalisme sebagai tonggak kemajuan Negara
DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah, A., Pendidikan Kewarganegaraan:
Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Press, 2000 h. 33-37,
48-55, 82-83, 85-87.
Budiarto, Miriam, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Media, 1987
Diponolo, GS., Ilmu Negara, Jilid 1, Jakarta
:Balai Pustaka, 1975
Lubis, M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara,
Bandung, Alumni, 1982
Ashiddiqie, Jimly., Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam
Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
Jakarta 1994
Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila Yuridis
Kenegaraan, Membahas Proses Reformasi Paradigm Reformasi Masyarakat Madani,
paradigm, Yogyakarta, 1999
[1]
Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hlm 25
[3] Ubaidillah,
A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta: IAIN Press, 2000 h. 33-37
[5]Kaelan, M.S., Pendidikan
Pancasila Yuridis Kenegaraan, Membahas Proses Reformasi Paradigm Reformasi
Masyarakat Madani, paradigm, Yogyakarta, 1999, hlm 23
[6] Ubaidillah,
A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta: IAIN Press, 2000 h 48-55.
[9] Ubaidillah,
A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta: IAIN Press, 2000 h.88-89
[11] Ashiddiqie,
Jimly., Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di
Indonesia, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta 1994, hlm 13
[12] Ubaidillah, A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM &
Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Press, 2000 h. 82-83
terima kasih.. sangat bermanfaat
BalasHapusKISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
BalasHapusDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....