Rabu, 07 Juni 2017

MAKALAH KEBUDAYAAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya secara otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal,budi,rasa,dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Konsep Kebudayaan dalam Islam?
b.      Prinsip – prinsip kebudayaan dalam islam?
c.       Bagaimana Sejarah Intelektual dalam Islam?
d.      Budaya  yang boleh dan tidak boleh dalam islam ?
e.       Bagaimana Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam?
C.    Tujuan
Yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk menambah wawasan bagi pembaca tentang Sistem Kebudayaan  Islam.
2.      Untuk membimbing manusia dalam mengembangkan Sistem Kebudayaan Islam.      
3.      Dan sebagai pelengkap tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).













BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Sosial Dan Kebudayaan Islam
A.    Konsep Kebudayaan dalam Islam
Dari segi etimologis, kata kebudayaan adalah kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang berarti intelek (pengertian). Kata buddhi berubah menjadi budaya yang berarti “yang diketahui atau akal pikiran”. Budaya berarti pula pikiran, akal budi, kebudayaan, yang mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, beradab, maju (Poerwadarminta,1982:157).
Dari pengertian budaya di atas, dapat diutarakan dengan bahasa lain bahwa kebudayaan merupakan gambaran dari taraf berpikir manusia. Tinggi-rendahnya taraf berpikir manusia akan terlihat pada hasil budayanya. Kebudayaan merupakan cetusan isi hati suatu bangsa, golongan, atau individu. Tinggi-rendahnya, kasar-halusnya pribadi manusia, golongan, atau ras, akan terlihat pada kebudayaan yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya. Maka dapat juga dikatakan bahwa kebudayaan merupakan orientasi dan pola pikir manusia, golongan, atau bangsa. Kebudayaan merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang lingkupnya. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang timbulnya suatu kebudayaan itu sendiri. Dawson (1993:57) memberikan empat faktor yang menjadi alasan pokok yang menentukan corak suatu kebudayaan, yaitu faktor geografis, keturunan atau bangsa, kejiwaan, dan ekonomi.
Dalam Islam , memang tidak ada suatu rumusan yang kongkret mengenai suatu kebudayaan. Berkaitan dengan masalah kebudayaan. Islam memberi kerangka asas atau prinsip yang bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata lain, Islam hanya memberikan konsep dasar yang dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman pendukungnya.Dalam keadaan atau waktu yang berbeda, esensinya diwujudkan oleh aksidensi yang sangat ditentukan oleh aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh filsafat.
Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan budaya lain, diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam adalah yang ditegakkan atas dasar aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni, diletakkan pada pilar-pilar akhlak mulia, dijiwai oleh semangat ilmu (Zainal, 1993:60).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudyaan Islam dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya, karsa, dan rasa manusia yang bernafaskan wahyu ilahi dan sunnah Rasul. Yakni suatu kebudayaan akhlak karimah yang muncul sebagai implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana keduanya merupakan sumber ajaran agama Islam, sumber norma dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian kebudayaan Islam dapat dipilah menjadi tiga unsur prinsipil, yaitu kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran Islam, dan merupakan pencerminan dari ajaran Islam.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisah satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, sebagus apapun kebudayaannya, jika itu bukan merupakan produk kaum Mslimin tidak bisa dikatakan dan diklaim sebagai budaya Islam. Demikian pula sebaliknya, meskipun budaya tersebut merupakan produk orang-orang Islam, tetapi substansinya sama sekali tidak mencerminkan norma-norma ajaran Islam. Dengan kata lain, Al-Faruqi (2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam adalah “Kebudayaan Al-Qur’an“, karena semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW pada abad ketujuh. Tanpa wahyu kebudayaan Islami Islam, filsafat Islam, hukum Islam, masyarakat Islam maupun organisasi politik atau ekonomi Islam.
B.     Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.

Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Ø  Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Ø  Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ø  Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
C.    Sejarah Intelektual dalam Islam
Ada banyak faktor penyebab proses pertumbuhan peradaban Islam. Namun secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor penyebab tumbuh berkembangnya peradaban Islam, hingga mencapai lingkup mondial, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Tonggak-tonggak sejarah peradaban Islam, tak pernah lepas dari sejarah intelektual Islam. Untuk memahami dengan baik perkembangan tersebut, idealnya diperlukan pemahaman yang memadai tentang periodisasi sejarah perkembangan Islam. Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu: masa klasik antara 650-1250 M, masa pertengahan antara tahun 1250-1800 M, dan masa modern antara tahun 1800 sampai sekarang.
Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof muslim pertama,Al-Kindi 801 M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum Muslimin menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Selain, Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar seperti: Al-Razi (865 M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem filsafat. Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M. Pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun 1037 M, Ibn Bajjah tahun 1138 M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun 1126 M.
Masa pertengahan dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa kini, merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir muslim kontemporer sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang pertama yang menjauhkan filsafat dari agama. Sebagaimana tertuang dalam tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan Al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas kerancuan).
D.    Budaya yang Boleh dan Tidak Boleh dalam Islam
Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai tipikal yang spesifik bila dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara Muslim lainnya. Menurut banyak studi, Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodaatif dan cenderung elastis dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi yang berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang sedang terjadi pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang khas, terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah terjadi dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai sebagai Islam yang berbau kebudayaan Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang menghargai pluralitas, Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur Tengah, bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.
Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam kenyataannya Islam dapat tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya dan pada waktu yang sama sangat berpengaruh di bumi Indonesia yang sebelumnya diwarnai animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti Hindu dan Budha. Dengan demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah Islam yang khas Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan al-Sunnah.
Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simple, walaupun sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Islam Indonesia bergelut dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi, kebudayaan likal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman dewasa ini.
Tulisan ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut diatas dalam memandang event peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam realitanya memang terdapat berbagai tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim seperti Indonesia, Malasyia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya yang menimbulkan “kontroversi” dari perspektif hukum tentang boleh atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk mengamalkannya. Di Antara tradisi yang menimbulkan kontroversi itu Antara lain melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan Muharram, dan lain-lain.
Oleh karena kontroversi-kontroversi yang menyelimuti peringatan-peringatan tersebut, maka tulisan ini berupaya menjelaskan posisi peringatan Maulid Nabi Saw, perspektif hukum Islam, akan tetapi tidak bersifat tunggal, namun memberikan horizon pilihan yang memungkinkan kita untuk bersikap arif dan bijaksana terhadap pihak yang berbeda pahamnya.
Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab (pada masa itu) yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, silahkan melakukannya. Namun jika bertengan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain Allah, maka budaya seperti itu hukumnya haram.
E.     Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid memiliki fungsi yang sangat vital dan dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:
1.      Mesjid pada umumnya dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat.
2.      Sebagai “prasasti” atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera sebagai simbol sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu jika berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun sebuah masjid sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari “Negara Islam” (Shini,T.T:158)
3.      Masjid merupakan sumber komunikasi dan informasi antar warga masyarakat Islam.
4.      Di zaman Nabi SAW masjid sebagai pusat peradaban
5.      Sebagai simbol persatuan umat Islam.
6.      Sebagai pusat gerakan.
7.      Di Masjid kaum tua-muda Muslim mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu Islam, mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist , kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah, astronomi, geografi, tata bahasa, dan sastra arab.
F.     Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal dari jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi saat itu.
Dalam pandangan Nurcholis Majid (1988:70) bahwa daya tarik Islam yang pertama dan utama adalah besifat psikologis, Islam yang secara radikal bersifat egaliter dan mempunyai semangat keilmuan merupakan konsep revolusioner yang sangat memikat dalam membebaskan orang-orang lemah (mustadh’afin) dari belenggu hidupnya.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.






                                                                                           









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Kebudayaan yang Islami adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Hasil olah yang universal berkembang menjadi sebuah peradaban. Dalam perkembangannya, perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan diri manusia sendiri. Di sinilah, agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab.
2.      Pada masa klasik hidup ulama mahzab dan filosuf-filosuf besar dan agung.
3.      Masjid selain sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai salah satu simbol bagi Islam, tempat pusat komunikasi dan informasi, tempat belajar tentang ajaran Islam.
4.      Nilai Islam yang beraroma Negara Arab secara tidak langsung masuk meresap ke dalam budaya Indonesia, seperti ejaan, kebiasaan, dsb.
B.     Saran
1.      Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih    mengembangkan Sistem Kebudayaan Islam di Indonesia dan dapat pula mengerti dan paham tentang konsep kebudayaan islam di indonesia.
2.      Penulisan makalah ini tidak lepas dari yang namanya konsep dan sebuah rujukan yang dijadikan bahan penulisan makalah. Untuk itu kami mohon kepada Bapak pembimbing mata kuliyah pendidikan agama islam (PAI) agar mengajarkan kepada para pelajar khususnya bagi mahasiswa agar tidak melanggar dari norma-norma agama yang sudah ditetapkan, karena selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain.








DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen PAI UNM.2006.Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju Pengembangan Kepribadian Insan Kamil.Malang:Hilal Pustaka
2. Tim Dosen PAI UB.2006.Buku Daras Pendidikan Agama Islam.Malang:PPA UB
3. Gazalba,Sidi.1975.Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta:Pustaka Antara
4. http://sahrul-media.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...