BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Sejak manusia
dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya untuk dilatih berpikir dengan jelas
, tajam dan terang rumusannya , hal itu juga supaya lebih tangkas dan kreatif .
dengan demikian kita sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar berpikir
tertip , jelas , serta tajam. Hal yang sangat penting juga adalah belajar
membuat deduksi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah
silogisme. . Hal ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat
konsekwensi dari sesuatu pendirian atau pernyataan yang apa bila di telaah
lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataan itu tadi self – destructive.
Mungkin hal itu bisa
terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari sesuatu tradisi atau tidak
dapat menilai kegunaannya yang besar dari sesuatu yang berasal dari masa
lampau, ada juga sebagian orang yang mengatakan atau menganggap percuma
mempelajari seluk beluk silogisme . Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan
pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulisan atau pemikiran hanya
sedikit orang saja yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk silogisme.
Akan tetapi , proses pemikiran kita menurut kenyataanya mengikuti pola
silogisme jauh lebih sering dari pada yang kita duga. Misalnya ucapan “ Saya
tidak senang kepada pegawai itu karena ia biasa datang terlambat ke kantor “
Proses pemikiran tersebut haya bisa di uji dan di kaji apabila kita beberkan
dalam bentuk silogisme karena bentuk silogismelah setiap langkah dari proses
tersebut menjadi terbuka .
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar
belakang masalah sebagai mana yang telah kami tulis diatas maka maka perlu di
susun suatu perumusan masalah , hal ini di maksudkan untuk tidak terjadinya
kesalah fahaman dan penafsiran antara penenulis dengan pembaca. Dengan demikian
maka perumusan masalah dalam makalah ini , penulis akan berpijak pada masalah
yang telah di uraikan di muka. Adapun perumusan masalah yang di jadikan ukuran
dalam makalah ini sebagai berikut,:
“ Apakah silogisme itu
“
Dalam penulisan ini
kami hanya terbatas pada Pengertian silogisme, bagian – bagian silogisme dan
macam- macam silogisme.
C. Tujuan
1. Penulisan makalah
silogisme ini betujuan agar dapat mengetahui Pengertian silogisme, bagian –
bagian silogisme dan macam- macam silogisme.
2. Dengan adanya
makalah ini di harapkan menjadi masukan dan tambahan ilmu pengetahuan kepada
para pembaca khususnya pada rekan UIN SUSKA serta pada generasi penerus bangsa
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Silogisme
Silogisme merupakan
bagian yang paling akhir dari pembahasan logika formal dan dianggap sebagian
yang paling penting dalam ilmu logika . Dilihat dari bentuknya silogisme adalah
contoh yang paling tegas dalam cara berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan
khusus dari kesimpulan umum . hanya saja dalam teori silogisme kesimpulan
terdahulu hanya terdiri dari dua keputusan saja sedang salah satu keputusannya
harus universal dan dalam dua keputusan tersebut harus ada usur – unsur yang
sama – sama dipunyai oleh kedua keputusannnya
Jadi tegasnya yang di
namakan dengan silogisme adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam
keputusan ( yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya harus universal )
suatu keputusan yang ketiga yang kebenarannya sama dengan dua keputusan yang
mendahuluinya.[1]
Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir yang di susun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.[2]
Contoh
1, Semua makhluk
mempuyai mata , ( Primis Mayor )
2. Si kacong adalah
seorang mahluk ( Primis Minor )
3. Jadi Si kacong
mempuyai mata . ( Kesimpulan )
Pada contoh diatas kita
melihat adanya persamaan antara keputusan pertama dengan keputusan kedua yakni
sama – sam mahkluk dan salah satu dari keduanya universal ( Keputusan pertama )
oleh karena itu nilai kebenaran dari keputusan ketiga sama dengan nilai
kebenaran dua keputusan sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa Si kacong
mempuyai mata adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik
secara logis dari dua primis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan
itu benar maka hal ini harus di kembalikan kepada kebenaran primis yang
mendahuluinya.. Sekiranya kedua primis yang mendukungnya adalah benar maka
dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang di tariknya juga adalah benar.
Dengan demikian maka
ketetapan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran primis
mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan . Dan ketika
salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak di penuhi maka
kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang
disusun secara deduktif, Argumentasi matematik seperti : a sama dengan b dan
bila b sama dengan c maka a sama dengan c hal ini merupakan penalaran deduktif
, Kesimpulan ang berupa pengetahuan baru bahwa a sama dengan c pada haketnya
bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya , melainkan sekedar
konsekwensi dari dua pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya , yakni
bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c.[3]
B. Bagian Bagian
Silogisme
Pada dasarnya silogisme
mempuyai empat bagian
- Bagian pertama adalah keputusan pertama , yang biasanya disebut premis mayor. Premis mempuyai arti kalimat yang di jadikan dasar penarikan kesimpulan,[4] ada juga yang mengatakan primes adalah kata- kata atau tulisan sebagai pendahulu untuk menarik suatu kesimpulan.[5] atau dapat juga diartikan sebagai pangkal pikiran . Mayor artinya besar . Primis mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor dari silogisme itu , dimana nantinya akan muncul menjadi predikat dalam kongklusi ( kesimpulan)
Contoh : Semua makhluk mempuyai mata
- Bagian kedua adalah keputusan kedua , yang umunya di sebut dengan premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor ( Kecil ) dari silogisme itu , dimana nantinya akan muncul menjadi subjek dalam kongklusi.
Contoh : Si kacong adalah seorang mahluk
- Bagian ketiga adalah bagian – bagian yang sama dalam dua keputusan tersebut , yang biasanya disebut medium atau term menengah ( middle term ) , Karena ia terdapat pada kedua premis ( Mayor dan minor ) , maka bertindak sebagai penghubung ( medium ) antara keduanya , tetapi tidak muncul dalam kongklusi.
- Bagian keempat adalah keputusan ketiga yang disebut kongklusi atau kesimpulan , adalah merupakan keputusan baru (dari dua keputusan sebelumnya) yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor , juga benar dalam term minor Artinya kalau miming benar., Semua makhluk mempuyai mata , maka Si kacong yang menjadi bagian dari mahkluk adalah mempuyai mata
Si kacong mempuyai mata
C. Macam – macam silogisme.
Penyimpulan deduksi
yang telah kita ketahui sekedarnya dapat kita laksanakan melalui teknik –
teknik, silogisme kategosik baik melaui bentuk standarnya maupun bukan,
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung di katakan demikian
karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya di
ambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara
tertentu, yang tidak terjadi dalam penyimpulan Eduksi. Dan pada saat ini
Silogisme terdiri dari silogisme katagorik, silogisme hipotetik, Silogisme
disyungtif maupun melalui dilema. untuk lebih lanjut akan kami jelaskan berikut
ini ;
1. Silogisme kategorik adalah silogisme
yang semua posisinya merupakan proposisi kategorik, Demi lahirnya konklusi maka
pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal,
sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikuler
atau sinjuler, tetapi bisa juga proposisi universal tetapi ia diletakkan di
bawah aturan pangkalan umumnya. Pangkalan khusus bisa menyatakan permasalahan
yang berbeda dari pangkalan umumnya , tapi bisa juga merupakan kenyataan yang
lebih khusus dari permasalahan umumnya dengan demikian satu pangalan umum dan
satu pangkalan khusus dapat di hubungkan dengan berbagai cara tetapi hubungan
itu harus di perhatikan kwalitas dan kantitasnya agar kita dapat mengambil konklusi
atau natijah yang valid.[6]
Sekarang kita
praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan kesimpulan yang absah
Semua Manusia tidak
lepas dari kesalahan
Semua cendekiawan
adalah manusia
Pangkalan umum disini
adalah proposisi pertama sebagai pernyataan universal yang di tandai dengan
kuantifier ‘ semua ‘ untuk menegaskan sifat yang berlaku bagi manusia secara
menyeluruh. Pangkalah khusussnya adalah proposisi kedua miskipun ia juga
merupakan pernyataan universal ia berada dibawah aturan pernyataan pertama
sehingga dapat kita simpulkan : semua cendikiawan tidak lepas dari kesalahan .
Bila pangkalan
khususnya berupa proposisi singules prosedur penyimpulannya juga sama segingga
dari pernyataan :
Semua tanaman membutuhkan air ( Premis Mayor )
M P
Padi adalah tanaman (
Primis Minor )
S M
Padi membutuhkan air ( Konklusi )
S P
Keterangan :
S = Subyek; P = Predikat M. = Middle term.
Kode – kode serupa
membantu kita dalam proses untuk menemukan kesimpulan langkah pertama tandailah
terlebih dahulu term – term yang sama pada kedua premis , dengan memberi garis
bawah kemudia kita tuliskan huruf M . term lain pada premis mayor pastilah P
dan pada premis Minor pastilah S. kemudian tulislah konklusinya dengan menulis
secara lengkap term S dan P nya untuk menentukan mana perimis manyor tidaklah
sukar karena ia boleh dikatakan selalu di sebut pada awal bangunan silogisme ,
term menengah tidak boleh kita sebut atau kita tulis dalam konklusi . begitulah
dasar dalam memperoleh konklusi . namun demikinan kita perlu memperhatikan patokan
– patokan lain agar di dapat kesimpulan yang apsah dan benar.
2. Silogisme Hipotetik : Adalah argument
yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecindent
atau terem konsecwen premis mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk
memiliki premis mayor maupun primis minor karena kita ketahui premis mayor itu
mengandung terem predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung
term subyek pada konklusi .
Pada silogisme
hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis
mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuensinya
tergantung oleh bagian yang diakui atau di pungkiri oleh premis minornya. Kita
menggunakan istilah itu secara analog , karena premis pertama mengandung
permasalahan yang lebuh umum , maka kita sebut primis mayor , bukan karena ia
mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor , bukan karena ia
mengandung term minor , tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus.[7]
Macam tipe silogisme
hipotetik
a) Silogisme hipotetik
yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan , saya naik becak
Sekarang Hujan .
Jadi saya naik becak.
b) Silogisme hipotetik
yang premis minornya mengakui bagian konsekwensinya , seperti :
Bila hujan , bumi akan
basah
Sekarang bumi telah
basah .
Jadi hujan telah turun
c) Silogisme hipotetik
yang premis Minornya mengingkari antecendent , seperti :
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa , maka kegelisahan akan timbul .
Politik pemerintah
tidak dilaksanakan dengan paksa ,
Jadi kegelisahan tidak
akan timbul
d) Silogisme hipotetik
yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya , seperti:
Bila mahasiswa turun
kejalanan , pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak
gelisah
Jadi mahasiswa tidak
turun ke jalanan
3. Silogisme disjungtif : adalah silogisme
dimana premis mayor maupun minornya , baik salah satu maupun keduanya ,
merupakan keputusan disjunctive.[8]
atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme disjungtif adalah silogisme yang
primis mayornya berbentuk proposisi disjungtive Contoh :
· Kamu atau saya yang
pergi
· Kamu tidak pergi
· Maka sayalah yang
pergi
Silogisme disjungtive
mempunyai dua buah corak diantaranya :[9]
a) Akuilah satu bagian disjungtif pada premis
minor, dan tolaklah lainnya pada kesimpulan . misalnya :
· Planet kita ini diam
atau berputar.
· Karena berputar, jadi
bukanlah diam.
Corak ini di sebut modus ponendo tolles.
b) Tolaklah satu bagian
disjungsi pada premis minor , dan akuilah yang lainnya pada kesimpulan . Misalnya :
· Planet bumi kita ini
diam atau berputar
· Planit bumi kita ini
tidak diam
· Jadi . planet bumi
kita ini berputar.
Corak ini disebut modus
tolledo ponens.
N.B. Silogisme
disjungtif bisa diplangkan ke silogisme kondisional . Misalnya :
· Apabila kamu tidak
pergi, sayalah yang pergi .
· Kami tidak pergi .
· Maka sayalah yang
pergi.
Silogisme disjungtif
dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe[10]
yaitu :
a) Primis minornya
mengingkari salah satu alternative, konklusinya adalah mengakui alternative
yang lain, seperti :
· Ia berada diluar atau
di dalam
· Ternyata tidak berada
di luar.
· Jadi ia berada di
dalam.
· Ia berada di luar
atau di dalam
· Ternyata tidak berada di dalam
· Jadi ia berada di luar.
b) Premis minor
mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah mengingkari alternative
yang lain, seperti:
· Budi di masjid atau
di sekolah
· Ia berada di masjid.
· Jadi ia tidak berada
di sekolah.
· Budi di masjid atau
di sekolah
· Ia berada di sekolah
.
· Jadi ia tidak berada
di masjid.
4. Silogisme Konjungtif adalah silogisme
yang premis mayornya berbentuk suatu proporsi konjungtif. Silogisme konjungtif
hanya mempunyai sebuah corak, yakni: akuilah satu bagian di premis minor, dan
tolaklah yang lain di kesimpulan . Misalnya :
· Tidak ada orang yang
membaca dan tidur dalam waktu yang bersamaan .
· Sartono tidur .
· Maka ia tidak membaca
Nb. Silogisme
konjungtif dapat di kembalikan ke bentuk silogisme kondisional, Misalnya ;
· Andaikata Sartono
tidur, ia tidak membaca.
· Sartono tidur
· Maka ia tidak
membaca.
5. Dilema , menurut Mundari dalam bukunya
yang berjudul logika ia mengartikan Dilema adalah argumerntasi , bentuknya
merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disyungtif . Hal
ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan
premis minornya satu proposisi disjungtif . Konklusinya, berupa proposisi
disyungtif , tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema , terkandung
konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat . Adapun konklusi yang diambil
selalu tidak menyenangkan . Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai alat
pemojok , sehingga alternatif apapun yang dipilih , lawan bicara selalu dalam
situasi tidak menyenangkan.[11]
Suatu contoh lkasik
tentang dilemma adalah ucapan seorang ibu yang membujuk anaknya agar tidak
terjun dalam dunia politik , sebagai brikut;
· Jika engkau berbuat
adil manusia akan membencimu . Jika engkau berbuat tidak adil tuhan akan
membencimu . Sedangkan engkau harus bersikap adil atau tidak adil . Berbuat
adil ataupun tidak engkau akan dibenci.
· Apabila para
mahasiswa suka belajar , maka motivasi menggiatkan belajar tidak berguna .
Sedangkan bila mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil .
Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa
hasil.
Pada kedua contoh
tersebut , konklusi berupa proposisi disjungtif , Contoh pertama adalah dilemma
bentuk baku , kedua bentuk non baku.
Sekarang kita ambil
contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika.
· Jika Budi kalah dalam
perkara ini , ia harus membayarku berdasarkan keputusan pengadilan . Bila ia
menang ia juga harus membayarku berdasarkan perjanjian . Ia mungkin kalah dan
mungkin pula menang . Karena itu ia harus tetap harus membayar kepadaku.
· Setiap orang yang
saleh membutuhkan rahmat supaya tekun dalam kebaikan .
Setiap pendusta
membutuhkan rahmat supaya dapat ditobatkan.
Dan setiap manusia itu
saleh atau pendusta.
Maka setiap manusia
membutuhkan rahmat.
Dilema dalam arti lebih
luas adalah situasi ( bukan argumentasi ) dimana kita harus memilih dua
alternative yang kedua – duanya mempuyai konsekwensi yang tidak diingi,
sehingga sulit menentukan pilihan.[12]
Aturan – aturan dilema
dan Cara Mengatasi Dilema
1. Aturan – aturan
dilema :
· Disjungsi harus utuh . Masing – masing
bagian harus betul – betul selesai, sehingga tidak ada kemungkinan lain .
Apabila terdapat kemungkinan lain , hal akan merupakan jalan keluar. Tutuplah
jalan keluar tersebut . Waspadalah untuk tidak tergelincir kedalam sofisme,
yakni pemikiran yang nampaknya betul , tetapi sesungguhnya salah.
· Consequent haruslah sah disimpulkan dari
masing – masing bagian.
· Kesimpulan yang ditarik dari masing –
masing bagian , haruslah merupakan satu satunya kesimpulan yang mungkin diambil
. Jika tidak , maka lawan kita akan sanggup mengambil kesimpulan yang berlawanan
dengan kesimpulan kita.
2. Cara Mengatasi
Dilema
Ada beberpa cara yang
dapat kita pakai dalam mengatasi dilemma yang kita hadapi.
a. Dengan meneliti kausalitas premis mayor .
Sering benar terjadi dalam dilema terdapat hubungan kausalitas tidak benar yang
dinyatakan dalam premis mayornya. Dalam contoh diatas dikemukakan bahwa
motivasi peningkatan belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil . konklusi
tidak benar , karena di tarik dari premis mayor yang mempuyai hubungan
kausalitas tidak benar . Tidak semua mahasiswa yang tidak suka belajar mempuyai
sebab yang sama . Dari sekian mahasiswa yang tidak suka belajar , bisa
disebabkan kurang kesadaran , sehingga motiovasi sangat berguna bagi mereka.
Untuk mengatasi dilemma model ini kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak
mempuyai dasar kebenaran yang kuat.
b. Dengan meneliti alternative yang di kemukakan.
Mengapa, karena mungkin sekali alternative pada permasalahan yang diketegahkan
tidak sekedar dinyatakan , tetapi lebih dari itu . Pada masa lalu seorang
pemimpin sering berkata : Pilihlah Sukarno atau biarlah Negara ini hancur.
Benarkan hanya Sukarno yang bisa menyelamatkan Negara ini ? Apakah tidak ada
orang lain nyang bisa menggantinya ? Tentu saja ada , sehingga alternatifnya
lebih dari dua.
c. Dengan contra dilemma.. Bila dilema yang kita
hadapi tidak mengandung kemungkinan, maka dapat kita atasi dengan mengemukakan
dilemma tandingan. Banyak sekali dilema yang di hadapi orang kepada kita
merupakan alat pemojok yang sebenarnya tidak mempuyai kekuatan , maka dilema
itu dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang mempuyai konklusi berlainan dengan
penampilan semula. Sebagai contoh adalah pendapat orang yang menyatakan bahwa
hidup ini adalah penderitaan, hendak memaksakan keyakinan itu dengan mengajukan
dilemma kepad kita sebagai berikut:
Bila kita bekerja maka kita didak bisa menyenangkan
diri kita. Bila kita tidak bekerja, kita tidak dapat uang. Jadi bekerja atau
tidak bekerja, kita dalam keadaan tidak menyenangkan
Dilema itu dpat kita jawab dengan kontra dilemma
sebagai berikut:
Bila kita bekerja, kita mendapat uang . Bila kita
tidak bekerja kita dapat meyenangkan diri kita . Jadi bekerja atau tidak ,
selalu menyenangkan kita.
d. Dengan memilih alternative yang paling ringan
. Bila dilema yang kita hadapi tidak mungkin kita atasi dengan teknik diatas ,
maka jalan terakhir adalah memilih alternatif yang paling ringan . Pada
dasarnya tidak ada dilema yang menampilkan alternatif yang benar- benar sama
beratnya. Dalam dilema serupa dibawah ini kita hanya dapat memilih alternative
yang paling ringan . contoh
- Apabila tuan masih tercatat sebagai pegawai
negeri , maka tuan tidakbisa menduduki jabatan tertinggi pada PT “ Buana Jaya “
ini . Untuk menduduki jabatan tinggi pada PT ini maka anda harus rela
melepaskan status tuan sebagai pegawai negeri . Sementara itu anda berat
melepas pekerjaan sebagai pegawai negeri , sedangkan bila tidak menjabat
pimpinan pendapatan anda di PT itu tetap sedikit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Silogisme adalah suatu cara untuk
melahirkan deduksi . Silogisme mengajarkan pada kita merumuskan, menggolong–golongkan
pikiran sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah, Dengan demikian
kita belajar berfikir tertib, jelas, tajam. Ini diperlukan karena mengajarkan
kita untuk dapat melihat akibat dari suatu pendirian atau penyataan yang telah
kita lontarkan. Banyak orang merumuskan pendirian atau membuat pernyataan yang
apabila ditelaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataannya tadi
kurang tepat atau kurang benar. Mungkin saja hal itu karena tidak mau
menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaan yang
besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau. Akan tetapi kita generasi
penerus, proses pemikiran kita menurut kenyataannya mengikuti pola silogisme
jauh lebih sering dari pada yang kita duga dan dari proses tersebut pemikiran
kita lebih terbuka tertib dan jelas.
B.
Saran
Demikianlah makalah tentang silogisme ini kami susun, mudah-mudahan
bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan oleh karena itu kritik dan saran sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Sunardji dahri
tiam H. Drs. Prof , Langkah – langkah berpikir logis, cet 2 ( CV Bumi
Jaya nyalaran Pamekasan 2001 )
Jujun s. suria sumantri, filsafat
ilmu sebuah pengantar popular, pustaka sinar harapan , Jakarta,2003 )
Tim media , Kamus
lengkap bahasa Indonesia media senter ,
Pius A partanto Dahlan Al Barry , Kamus
Ilmiyah popular , ( Arkola Surabaya, 1994 )
Mondiri H. Drs,
Logika ( PT Raja Gravindo Persada Jakarta , 1994) ,
W.
Poespoprodjo, Dr, Sh, SS Phd, LPh, Logika
scientivika pengantar dialektika dan ilmu (pustaka gravika 1999)
[1] Sunardji dahri
tiam H. Drs. Prof , Langkah – langkah berpikir logis , cet 2 ( CV Bumi
Jaya nyalaran Pamekasan 2001 ) 70.
[2] Jujun s. suria
sumantri, Filsafat ilmu sebuah
pengantar popular, pustaka sinar harapan , Jakarta,2003 ) 49
[9] W. Poespoprodjo, Dr, Sh, SS Phd, LPh, Logika scientivika pengantar
dialektika dan ilmu ( pustaka gravika 1999 ) 222.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar