BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, mengindera: dan
totalitas pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu
yang merupakan komunikasai Sang Pencipta dengan makhluknya. Manusia memiliki sifat
yang berbeda dengan makhluk lain, yaitu sifat ingin tahu yang tinggi sehingga
rasa ingin tahu ini semakin hari semakin bertambah. Oleh sebab itu manusia
dikatakan sebagai makhluk yang mengembangkan pengetahuannya secara
sungguh-sungguh. Binatang juga memiliki pengetahuan, namun pengetahuannya hanya
terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan manusia mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan hidupnya dan mengembangkan hal-hal
baru. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya tidak sekedar mengatasi
kebutuhan hidupnya namun memiliki tujuan tertentu yang lebih tinggi dari pada
itu.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui
sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh
sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut memperoleh sebuah
pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Dasar-dasar Pengetahuan
Mendefinisikan
pengetahuan merupakan kajian panjang sehingga terjadi pergulatan sejarah
pemikiran filsafati dalam menemukan pengertian pengetahuan. Hal ini wajar
karena “keistimewaan” filsafat adalah perselisihan, pergumulan pemikirannya itu
berlangsung terus selamanya. Suatu produk pemikiran filsafat selalu ada yang
menguatkan, mengkritik, melemahkan bahkan akan ada yang merobohkan pemikiran
itu. Kelakpun akan dijumpai yang satu menegaskan sedang yang lain mengingkari.
Begitulah seterusnya akan selalu berada dalam bingkai dialektika.
Sedangkan Ilmu
merupakan pengetahuan yang terorganisasi dan diperoleh melalui proses keilmuan.
Sedangkan proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan secara sistematsi
tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini biasanya atau pada umunya berupa
metode ilmiyah. Dari proses metode ilmiah itu melahirkan “science”. Science atau
tepatnya Ilmu pengetahuan memilki arti spesifik bila digandengkan dengan ilmu
pengetahuan yaitu sebagai kajian keilmuan yang tersistematis sehingga menjadi
teori ilmiah-obyektif ( dapat dibuktikan secara empiris ) dan prediktif (
menduga hasil empiris yang bisa diperiksa sehingga bisa jadi hasilnya
bersesuaian atau bertentangan dengan realita empiris).
Pengetahuan dalam
pandangan Rasionalis bersumber dari “Idea”. Tokoh awalnya adalah Plato
(427-347). Menurutnya alam idea itu kekal, tidak berubah-ubah. Manusia semenjak
lahir sudah membawa idea bawaan sehingga tinggal mengingatnya kembali untuk
menganalisa sesuatu itu. Istilah yang digunakan Rene Descartes (1596-1650)
sebagai tokoh rasionalis dengan nama “innete idea”. Penganut rasionalis tidak
percaya dengan inderawi karena inderawi memiliki keterbatasan dan dapat
berubah-ubah. Sesuatu yang tidak mengalami perubahan itulah yang dapat
dijadikan pedoman sebagai sumber ilmu pengetahuan. Aristatoles dan para
penganut Empirisme-Realisme menyanggah yang disampaikan oleh kaum Rasionalis.
Mereka berdalih bahwa ide-ide bawaan itu tidak ada. Hukum-hukum dan pemahaman
yang universal bukan hasil bawaan tetapi diperoleh melalui proses panjang
pengamatan empiric manusia. Aristatoles berkesimpulan bahwa ide-ide dan hukum
yang universal itu muncul dirumuskan akal melalui proses pengamatan dan
pengalaman inderawi.
Pengetahuan yang tidak
bisa diukur dan dibuktikan dengan empiric-realitas-material merupakan
pengetahuan yang hayali, tahayul dan bohong (mitos). Aliran empirisme menyatakan
bahwa pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang konkrit.
Sedangkan aliran rasionalis berpendapat bahwa pengetahuan manusia didapatkan
melalui penalaran rasional. Kedua pendekatan ini merupakan cikal bakal lahirnya
positivisme modern dalam kajian keilmuan.
B. Dasar-dasar Pengetahuan
1. Penalaran
Kemampuan menalar
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia
kekuasaan-kekuasaan – Nya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan
lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu manusia harus hidup berbekal
pengetahuannya itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang
baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara
terus menerus dia selalu hidup dalam pilihan.
Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini sungguh-sungguh.
Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas hanya untuk
kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi
kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan memikirkan hal-hal baru,
menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; memberi
makna bagi kehidupan; manusia ‘memanusiakan” diri dalam dalam hidupnya. Intinya
adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi
dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat manusia mengembangkan
pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong manusia menjadi makhluk yang
bersifat khas.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan
oleh dua hal utama;
1)
Bahasa; manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar
belakangi informasi tersebut.
2)
Kemampuan berpikir menurut
suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti
ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan
manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan
pikiran yang mampu menalar.
Penalaran merupakan suatu
proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan
bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan
lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan
pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa
yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab itu kegiatan
proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda
dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai
kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses
kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana
tiap-tiap jenis penalaran mempunyai criteria kebenaran masing-masing. Sebagai
suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu.
Ciri yang pertama ialah
adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap
penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa
kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir
logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola
tertentu atau logika tertentu.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat
analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan
berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir
yang digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang
mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang
mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi
dari suatu pola berpikir tertentu.
2. Logika
Penalaran merupakan
suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan
penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid)
kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara
penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat
didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.”1 Terdapat
bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai dengan dengan
tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran maka hanya difokuskan kepada
dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif, menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual
(khusus).
a. Induksi
Induksi merupakan cara
berpikir di mana ditarik dari suatau kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang
bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan, yaitu :
a)
Bersifat ekonomis.
b)
Dimungkinkannya proses penalaran selanjutnya.
b. Deduksi
Penalaran deduktif
adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan
yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan
pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah
pertanyaan dan satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini
disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut.
Jadi ketepatan penarikan kesimpulan tergantung pada
tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan
penarikan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut
persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang akan ditariknya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
3. Sumber Pengetahuan
Kebenaran adalah
pernyataan tanpa ragu! Baik logika deduktif maupun logika induktif, dalam
proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang
dianggapnya benar. Kenyataan ini membawa kita kepada pertanyaan; bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan yang benar itu? Pada dasarnya terdapat dua cara pokok
bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah
mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri kepada rasio dan kaum empirisme
mendasarkan diri kepada pengalaman.
Kaum rasionalis
mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat
diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu
sendiri sudah ada jauh sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan
nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang
lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori
dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman
tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip
yang didapat lewat penalaran rasionil itulah maka kita dapat mengerti
kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman
yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional. Berlainan dengan kaum
rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan
didapatkan lewat penalaran yang abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan
dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indra. Disamping rasionalisme dan
empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain.Yang
penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini,
pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan
induk produk dari sebauh rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan
yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang
terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas
permasalah tersebut. Tanpa melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya..
intuisi juga bisa bekerja dalam keadaan tidaksepenuhnya sadar, artinya jawaban
atas suatu permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang itu
secara sadar sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat digunakan sebagai
hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar atau tidaknya suatu
penalaran.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan
oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang
diutus-Nya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai
kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang
bersifat transedental kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber
pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai suatu pengantara dan kepercayaan
terhadap suatu wahyu sebagai cara penyampaian merupakan titik dasar dari
penyusunan pengetahuan ini.. kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama.
Suatau pernyataan harus dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini
bisa saja dikaji lewat metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya
apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di
pihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung
pernyataan tersebut.
4. Kriteria Kebenaran
Tidak semua manusia
mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar. Oleh sebab
itu ada beberapa teori yang dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang
pertama adalah teori koherensi.
Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik
harus konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu
pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian
berdsarkan teori koheren. Paham lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori korespondensi.
Bagi penganut teori
korespondensi, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan bahwa “
ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar
sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Jakarta memang
ibukota republik Indonesia. Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S.
Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How
to make Our Ideas Clear.” Teori ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf
Amerika. Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional dalam kehidupan
praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan umat
manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk
mencari pengetahuan tentang alam ini yang dianggapnya fungisional dan berguna
dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga
dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif
waktu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui
sebuah pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh
sesuatu dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut memperoleh sebuah
pengetahuan.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga
kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga
berbeda-beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai kriteria kebenaran yang
digunakan sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Sumantri.2005.
Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Dardiri, A. 1986. HUMANIORA,
FILSAFAT, DAN LOGIKA. Jakarta: CV. Rajawali.
Kattsoff, Louis O.. ELEMENT OF
PHILOSOPHY, atau PENGANTAR FILSAFAT, Terj. Soemargono, Soejono.
Yogyakarta: TIARA WICAKSANA YOGYA. 1987.
Suriasumantri, Jujun S.. 2010. FILSAFAT
ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hubbi, Kimia. 2015. Dasar-Dasar
Pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar