TUGAS FILSAFAT INDIA
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Filsafat India
India adalah suatu
wilayah yang di batasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali
melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno, daerah india sulit dimasuki oleh
musuh sehingga penduduknya dapat menikmati kehidupan yang tenang dan banyak
peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian. Filsafat
india berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga pemikiran filsafatnya
bersifat religius dan tujuan akhirnya adalah menvari keselamatan akhirat.[1]
a.
Ciri khas filsafat india
Menurut Rabindranath
tagore (1861-1941) filsafat india berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan
fundamental antara manusia dan alam, harmoni individu dan kosmos. Harmoni ini
harus disadari supaya dunia tidak dialammi sebagai tempat keterasingan sebagai
penjara. Orang india bukan belajar menguasai dunia, tetapi untuk berteman
dengan dunia.
Semua filsafat muncul
dari pemikiran-pemikiran yang semula bersifat keagamaan, baik itu filsafat
yunani, filsafat china dan filsafat india. Karena kurang puas akan
keterangan-keterangan yang diberikan agama, atau karena sebab-sebab lainnya
akal manusia mulai dipakai untuk memberi jawaban atas segala persoalan yang
dihadapinya.
Di Barat, sekalipun
semula filsafat tumbuh dari perkembangan agama, namun lama-kelamaan filsafat
memisahkan diri dari agama dan berdiri sendiri sebagai kekuatan rohani, yang
sering bahkan bertentangan dengan agama. Akan tetapi, tidak demikian keadaan
filsafat india. Filsafat itu tidak pernah berkembang sendiri dari agama, serta
menjadi suatu kekuatan yang berdiri sendiri. Di india, filsafat senantiasa
bersifat religius. Tujuan terakhir bagi filsafat adalah keselamatan manusia di
akhirat.[2]
b.
Periodisasi filsafat india
Filsafat india terbagi
menjadi lima zaman berikut ini:
a)
Zaman weda (1500-600
SM)
Dikatakan zaman Weda
karena sumber banih pemikiran filsafat berasal dari kitab-kitab Weda,[3]
yang terdiri dari samhita, brahmana, arayanka, dan upanisad.[4]
Samhita memuat rigweda ( berisi pujian), samaweda( nyanyian-nyanyian), yajur
veda(mantra-mantra), antharwaveda( berisi uraian dan doa-doa).[5]
Zaman ini diisi oleh beradaban bangsa arya. pada saat itu baru muncul benih
pemikirn filsafat yang berupa mantra-mantra, pujian keagamaan yang terdapat
dalam sastra Brahmana dan Upanishad.
b)
Zaman wiracarita
(600-200 SM)
Zaman ini diisi oleh
perkembangan sisitem pemikiran filsafat yang berupa Upanishad. Ide
pemikiran filsafat tersebut muncul berupa tulisan-tulisan tentang kepahlawanan
dan tentang hubungan antara manusia dengan dewa.
c)
Zaman sastra sustra
(200 SM -1400 SM)
Zaman ini diisi oleh
semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran filsafat (sutra), ditandai dengan
lahirnya tokoh-tokoh seperti sankara, ramamuja, madhwa, dan lainnya.
d)
Zaman kemunduran (1400
– 1800 M)
Zaman ini diisi dengan
pemikiran filsafat yang mandul karena para ahli pikir hanya menirukan pemikirn
filsafat yang lampau. Timbulnya keadaan ini disebabkan oleh pertemuan antara
kebudayaan barat dengan pemikiran india sehingga menimbulkan reakasi hebat dari
para pemikir india.
e)
Zaman pembaharuan (1800
-1950 M)
Zaman ini diisi oleh
kebangkitan pemikiran filsafat india. Pelapornya adalah Ram Mohan Ray, seorang
pembaru yang mendapatkan pendidikan di barat.[6]
c.
Kesamaan dalam ajaran di Filsafat India
Filsafat India di dalam
perjalanannya disepanjang zaman, sekalipun terdapat banyak perbedaan
disana-sini, namun pada pokoknya menampakkan suatu kesamaan. Kesamaan itu
ternyata bahwa filsafat india bukan
hanya bermaksud untuk memuaskan orang-orang yang gemar akan pikiran yang
spekulatif saja, melainkan terlebih-lebih bermaksud untuk membawa orang kepada
pengrealisasian cita-cita yang tertinggi di dalam agama dan hidup. Harun
Hariwijono (1985) menyebutkan kesamaan itu ada dalam empat ajaran yaitu sebagai
berikut:
a)
Ajaran tentang
kenyataan yang tertinggi
Seberapa system-sistem
yang mengajarkan hal ini, semua mengemukakan bahwa kenyataan yang tertinggi
adalah Zat yang Mutlak, dalam arti filsafati, artinya bahwa kenyataan yang
tertinggi itu bebas dari segala sebutan ( tidak dapat dikatakan bagaimana) dan
bebas dari segala hubungan (tidak memiliki hubungan apapun, karena memang tidak
ada hubungan yang lain).
b)
Ajaran tentang jiwa
Kecuali sistem yang
tidak mengakui adanya Tuhan, dapat dikatakan bahwa semua sistem mengajarkan
bahwa karena emanasi, jiwa manusia sebagai sebagian dari Zat yang Mutlak, atau
bahwa jiwa adalah Zat yang mutlak itu selengkapnya. Jiwa adalah bagian yang
tetap dari manusia, bagian yang murni dan yang tidak tercela, yang berada di
samping ego yang lebih rendah atau disamping alat- alat batiniah, dengannya
manusia berhubungan dengan dunia luar.
c)
Ajaran tentang karma
Segala sistem filsafat
india mengajarkan bahwa segala perbuatan manusia, yang baik maupun yang jahat,
meninggalkan bekas-bekasnya pada manusia, yang tinggal sebagai daya terpendam,
yang kemudian akan menghasilkan kesusahan.jiwa manusia berada di dalam samsara,
yaitu perputaran jantera hidup. Oleh karena itu, dunia yang tampak beraneka
ragamnya ini, baik itu di pandang sebagai khayalan maupun hal yang nyata ,
mewujudkan suatu godaan yang besar bagi kehidupan manusia.
d)
Ajaran tentang
kelepasan
Jikalau ajaran tentang
karma dan samsara memberikan sikap hidup yang pesimistis, maka ajarannya
tentang kelepasan memberikan harapan yang optimis kepada hari depan manusia.
Sebab ajaran tentang kelepasan itu memberi keyakinan, bahwa perputaran jantera
hidup, yaitu perputara karma dengan buah-buahnya, ada akhirnya. Padahal akhir
itu tidak pelu dicari jauh-jauh. Sebab akhir itu telah berada di dalam diri
manusia sendiri.segala perbuatan yang di dorong oleh emosi-emosi membawa
akibatnya, membawa karmanya.[7]
Filsafat
India terbagi atas dua golongan, yaitu :
Ortodoks
atau astika, yaitu golongan yang mengakui kedaulatan Veda serta mendasarkan
ajarannya atas Veda dan berpegang teguh padanya.
Heterodoks atau nastika , yaitu golongan yang tidak menerima kekuasaan Veda dan tidak mendasarkan ajarannya atas Veda. Yang termasuk golongan heterodoks adalah Buddhisme, Jainisme dan Charvaka.
Heterodoks atau nastika , yaitu golongan yang tidak menerima kekuasaan Veda dan tidak mendasarkan ajarannya atas Veda. Yang termasuk golongan heterodoks adalah Buddhisme, Jainisme dan Charvaka.
1.
Buddhisme
Buddhisme
atau yang lebih sering dikenal sebagai Buddha didirikan oleh Siddharta Gautama.
Ciri khas dari Buddha adalah ajaran tanpa aku (anatta/anatman). Diri sejati itu
tidak ada, karena itu disebut anatman, sebuah ajaran yang berlawanan dengan
atman. Apa yang disebut aku (Atman) itu hanya kumpulan agregat seperti
kesadaran, persepsi, sensasi dan bentuk-bentuk pikiran. Merealisasikan Anatta
adalah salah satu tahapan latihan dalam teknik yang diajarkan Buddha.
Buddhisme
kadang-kadang dikritik sebagai agama dan filsafat "negatif" atau
"pesimis". Setelah semua (sehingga argumen itu) hidup tidak semua
penderitaan dan kekecewaan: menawarkan berbagai jenis sukacita dan kebahagiaan.
Sang Buddha berdasarkan ajaran tentang penilaian jujur dari penderitaan kami
sebagai manusia: ada ketidakpuasan dan penderitaan di dunia. Hidup Buddha
adalah sengsara, sebab manusia terikat pada realitas yang selalu mengalir
karena adanya karma.
Tidak
ada yang tetap atau kekal, semua berubah. Manusia membebaskan diri dari
kesengsaraan itu dengan jalan menyadari kesempuraan itu, maka dikemukakan bahwa
Aryasata ialah kebenaran(Duka-Satya, Tresna-Satya,Nirodha-Satya, Marga-Satya)
dan “Jalan yang Utama” yang cukup dikenal. Buddha mengajarkan dengan memakai
bahasa daerah.ketka ajarannya dinyatakan dalam Bahasa Sansekerta, terjadi
perselisihan antara kaum Brahmana, terutama tentang pengetahuan manusia,
tentang kekhilafan, jiwa dan logika. Bersamaan dengan itu mulailah terjadi
perpecahan dalam lingkungan kaum Buddha sendiri (400SM) hingga terjadi berbagai
aliran yang terkenal, yang terbesar yaitu Himayana dan Mahayana yang diperinci
menjadi :
2. Penggolongan filsafat India
Ajaran sunyavana (kekosongan,
meneruskan ajaran Buddha sendiri). Nama-nama yang terkenal adalah Nagaryuna,
Aryadewa, Kumara Jiwa, Candrakirthi, Viynanavada (atau yogocara) dengan
tokoh-tokohnya Asanga (abad ke-4), dan Vasubadhu (500 Masehi melawan Nyanya).[8]
Ajaran tathata, oleh Asvaghosa.
Aliran-aliran ini berkembang sampai kurang lebih 800 Masehi. Dalam abad ketiga
dan abad keempat, diperkembangkanlah logika terutama dengan perselisihan dengan
kaum Brahmana, Beberapa nama : Dinnaga (500 Masehi), Yasomitra ( penafsir
Vasobandhu), Darmakirthy (950). Pada kira-kira tahun 600 timbullah aliran
tantrinisme (magis berdasarkan upacara-upacara).
1. Jainisme
Timbulnya jainisme bersamaan
dengan Buddhisme oleh Nahavira atau Vardhamana. Terutama mengenai pengetahuan,
dikemukakan ajaran relativisme dan idealisme, tak ada yang tetap karena semua
selalu berubah. Jainisme didirikan kira-kira 32 tahun sebelum Buddhisme.
Menurut Jainisme, alam semesta tidak diciptakan dan bersifat kekal.alam semesta
memiliki dua kelompok independen dan kekal, yaitu yang hidup dan yang tidak
hidup. Yang hidup adalah jiwadan yang tidak hidup adalah benda. Di dalam
Jainisme, tindakan mendapatkan karma.
2. Charvaka
Merupakan sebua kata yang umumnya
menyatakan materialistis. Menurut charvaka, dunia materi adalah nyata dan hanya
ia sendiri yang ada. Materi dibuat dari udara, tanah, api dan air. Kesadaran
hanyalah satu fungsi dari materi, jiwa berarti badan, tidak ada kehidupan lagi
setelah mati, tidak ada Tuhan, dunia menciptakan dirinya sendiri, mengejar
kesenangan adalah tujuan hidup.
Penggolongan Filsafat India[9]
Penggolongan Filsafat India[9]
Charvaka sangat tidak bisa
menerima kehidupan sesudah mati ( kehidupan sesudah kehidupan di dunia) karena
tidak adaseorang pun yang
telah melihatnya dan seandainya ada,tidak adasarana untuk emverifikasinya.
Maka, hanya eksistensi dunia ini yang yang diakui, kebakaan jiwa sebagai entitas ditolak. Charvaka begitu tajam dalam mengkritik sumber-sumber pengetahuan yang menurut mereka tidak benar. Sebagai conto kritik mereka terhadap penyimpulan. Dengan konsep genaralisasi, penyimpulan memperoleh pengetahuan tentang objek yang belum diketahui dengan mencari objek yang sama. Konsep disatukan generalisasi sehingga menciptaka sebuah pengetahuan baru.[10]
telah melihatnya dan seandainya ada,tidak adasarana untuk emverifikasinya.
Maka, hanya eksistensi dunia ini yang yang diakui, kebakaan jiwa sebagai entitas ditolak. Charvaka begitu tajam dalam mengkritik sumber-sumber pengetahuan yang menurut mereka tidak benar. Sebagai conto kritik mereka terhadap penyimpulan. Dengan konsep genaralisasi, penyimpulan memperoleh pengetahuan tentang objek yang belum diketahui dengan mencari objek yang sama. Konsep disatukan generalisasi sehingga menciptaka sebuah pengetahuan baru.[10]
3. Pemikiran India mencakup :
a.
Sanatana Dharma
Apa itu sanatana dharma ? sanatana adalah sesuatu yang tidak
mati, abadi sedangkan dharma adalah cara hidup harmoni dengan diri sendiri,
orang lain dan alam. Sanatana dharma mengacu ke prinsip-prinsip dasar di mana
saja yang bisa membantu manusia hidup dalam persatua, kedamaian, dan
kebahagiaan. Dasar dari semua agama adalah peradaban.
Prinsip-prinsip Etika dan Spiritual
Etika dharma adalah prinsip-prinsip yoga, yaitu :
Ahimsa (ajaran tentang tidak
menyakiti) Satya (ajaran tentang kebenaran)
Brahmacharya (ajaran tentang mengontrol seksualitas) Asetya (ajaran untuk tidak mencuri) Aparigraha (ajaran untuk tidak menimbun kekayaan) [11]
Brahmacharya (ajaran tentang mengontrol seksualitas) Asetya (ajaran untuk tidak mencuri) Aparigraha (ajaran untuk tidak menimbun kekayaan) [11]
b.
Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah roh (atman)
yang merupakan percikan dari Brahman (tat twam asi). Setiap manusia adalah
bersaudara, karena sama-sama merupakan atman, percikan dari Brahman.
c.
Pemikiran di India
Manusia di dunia ini adalah
manusia yang terjatuh, yang awidya, yang tidak berpengetahuan, yang lupa akan
dirinya yang sejati.
Moksha Tujuan hidup manusia adalah
moksha (final liberation), yaitu kembali kepada dirinya yang sejati, yaitu
menyatu dengan Tuhan. Moksha berarti bebas dari kuasa ego, dari lingkaran
karma.
d.
Karma
Karma artinya hasil perbuatan .
Hampir seluruh perbuatan dimotivasi oleh keinginan, ada yang baik dan ada juga
yang buruk. Jika kita berbuat baik, kita akan mendapatkan yang baik yang membuat
kita bahagia. Perbuatan buruk berbuah buruk pula dan menyebabkan sengsara.
Apa itu lingkaran karma ?
kehidupan itu mengayun antara kebahagiaan dan kesengsaraan. Ini adalah
lingkaran karma. Memahami hukum karma akan membantu keluar dari lingkaran yang
tak ada akhirnya. Semua karma tergantung baik dan buruknya perbuatan akan
membawa hasil cepat atau lambat.
Contohnya adalah : jika anda
menolong orang lain, maka orang lain akan menolong anda ketika anda
membutuhkan. Jika anda berbicara baik dengan kata-kata manis dan sopan, orang
akan akrab dengan anda. Sebaliknya,jika anda menyakiti orang lain, maka nda
akan mendapat balasan.
Jika balasannya bukan dari orang yang anda
sakiti, pasti dari orang lain pada saat yang sama atau waktu yang lain. Jika
anda membicarakan hal buruk orang lain, orang juga akan membicarakan hal buruk
tentang anda. Jika anda membenci atau berpikir buruk terhadap orang lain, maka
orang lain juga akan melakukan hal yang sama.
e.
Jenis-jenis hukum karma :
Prarabda, yaitu perbuatan yang hasilnya
langsung diterima dalam krhidupan kita sekarang.
Sanchita, yaitu perbuatan yang
kita lakukan dalam hidup kita sekarang, hasilnya akan kita terima dalam hidup
atau kelahiran yang akan datang.[12]
f.
Pemikiran di India
Kriyamana, yaitu perbuatan yang kita lakukan dalam hidup
terdahulu, hasilnya baru kita terima sekarang.[13]
g. Reinkarnasi
Reinkarnasi merupakan kelahiran kembali. Setelah meninggal,
jiwa manusia akan mengalami :
Pencapaian moksha, yaitu bersatunya Atman dengan Brahman.
Lahir kembali ke dunia untuk menyempurnakan karma dari kehidupan yang sebelumnya. [14]
Lahir kembali ke dunia untuk menyempurnakan karma dari kehidupan yang sebelumnya. [14]
Kalau reinkarnasi ada, mengapa kita tidak ingat seluruh
kehidupan kita yang lalu ? Menurut Mahatma Ghandi, merupakan kebaikan alam dan
karunia Tuhan kita tidak mengingat kehidupan kita pada seluruh kelahiran
terdahulu. Hidup kita akan menjadi tak tertanggunhkan jika kita membawa beban
kenang-kenangan tau ingatan yang demikian banyak dari kehidupan terdahulu.
Catur Asmara
Catur Asmara
Tahapan
dalam hidup :
1. Brahmacharya
Tahap ketika seseorang masih menjadi bujangan belajar
menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum sebagai bekal
hidupnya agar ia mampu menjadi orang yang bermoral, berilmu dan memiliki
ketrampilan.[15]
2. Griyahasta
Tahap berumah tangga. Hidup sebagai suami istri, membesarkan
dan mendidik anak-anaknya sehingga mereka siap dan mampu menjalani kehidupan
yang baik.
3. Wanaprastha
Tahap setelah seseorang menunaikan tugas sebagai kepala rumah
tangga, mulai melepaskan diri dari urusan keluarga, menuju ke hutan untuk
sepenuhnya mempraktikkan hidup kerohanian seperti samadi (meditasi), latihan
disiplin spiritual (sadana).
Pemikiran di India
a. Sannyasi
Tahap pasca wanaprastha, seseorang sepenuhnya meninggalkan
kehidupan duniawi, tidak terikat keda hak milik, tidak memiliki tempat tinggal,
hidup berkeliling dengan meminta makanan dari orang lain seperti pengemis.
b. Epistemologi Filsafat India
Di India, sudah terlihat sejak abad 1500 SM saat
kedatangan bangsa Arya di India yang sering disebut Weda. Pikiran-pikiran
kefilsafatan terlihat pada kesusastraan kuno, yang disebut mantra atau
pujian-pujian atau nyanyian keagamaan. Semakin banyak orang-orang yang membuka
dan mengembangkan pikirannya untuk menemukan kebenaran sehingga dengan
dasar-dasar filsafat yang terdapat di dalam mantera kuno atau Kitab Weda,
muncullah berbagai aliran kefilsafatan di India dengan berbagai macam
pemikirannya.
Pemikiran pada Zaaman Upanisad.[16]
Pemikiran pada Zaaman Upanisad.[16]
Pertama, pada zaman ini orang-orang mulai bereaksi terhadap
kitab Weda. Ini berarti pada zaman Upanisad orang sudah mulai berpikir secara
kritis. Mereka mulai mempertanyakan tradisi-tradisi yang belum dapat
dibuktikan. Karena itulah Upanisad memposisikan pengetahuan Weda sebagai
pengetahuan yang rendah.
Kedua, pada zaman filsafat India mulai menggunakan akalnya, mulai menggunakan pemikiran sendiri untuk mencari kebenaran.
Ketiga, kecerdasan yang tampak adalah kecerdasan penggunaan metode dala mencari kebenaran, sudah didapat cara mencari kebenaran yang paling baik.
Kedua, pada zaman filsafat India mulai menggunakan akalnya, mulai menggunakan pemikiran sendiri untuk mencari kebenaran.
Ketiga, kecerdasan yang tampak adalah kecerdasan penggunaan metode dala mencari kebenaran, sudah didapat cara mencari kebenaran yang paling baik.
c. Nilai Agama dan Spiritual dalam Filsafat India
Nilai agama dan spiritual dalam filsafat India memberikan
kontribusi dalam pengembangan penuh dan realisasi. Nilai agama dan spiritual
berbeda dengan nilai etika, intelektual dan estetika yang berisi referensi
untuk semangat, namun semangat harus mendukung dan mendorong realisasinya.
Contohnya adalah seorang individu yang memiliki rasa ingin tahu terhadap
sesuatu, namun jika rasa ingin tahu tersebut didiamkan saja maka tidak akan
mampu menjawab apa yang menjadi keinginannya.
Daftar Pustaka
Prabhupada, A C Bhaktivedanta Swami “ Kesempurnaan Yoga” Jakarta, PT.
Pustaka Bhaktivedanta, 1983.
Radhakrshnan, Sarvepalli: “ Indian Philophy” Vol. I, London, George Allen
& Unwin Ltd., 1927
Radhakrshnan, Sarvepalli: “ Indian Philophy” Vol. II, London, George Allen
& Unwin Ltd., 1927
More, Charles A. dkk. 1967. The Indian Mind:
Essentials of Indian Philosophy and
Culture. Honolulu : East-West Center Press.
Culture. Honolulu : East-West Center Press.
Salam, Burhanuddin. Sejarah Filsafat Ilmu dan
Teknologi.
Rainer, Robert C. 1922. Kebijaksanaan dari Timur.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bagir, Haidar. 2005. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Praja, Juhaya.S. 2008. Aliran-Aliran
Filsafat dan Etika. Jakarta:Prenada Media.
Smith, Huston. 2001. Agama-Agama
Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Takwin, Bagus. 2003. Filsafat Timur, Sebuah Pengantar ke
Pemikiran-Pemikiran Timur. Jakarta: UI Press.
Lan, Fung Yu. 2007. Sejarah Filasafat Cina. Yogyakarta: Balai pelajar.
Said, Muhammad 1987. Mendidik Dari Zaman ke
Zaman. Bandung: Jemmars.
Ahmadi, Abu. 1975. Sejarah pendidikan. Semarang:
CV. Toha Putra.
Madjid, Nurcholish. (2004).Indonesia Kita.
Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama
Suseno, Franz Magnis.(1984). Etika Jawa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Shihab, Alwi. (2009). Akar Tasawuf Di
Indonesia. Depok: Pustaka Iiman
Mulyati, Sri. (2006). Tasawuf Nusantara. Jakarta:
Kencana
Hadi, Abdul. (2004). Hermeneutika, Estetika,
Dan Religious. Yogyakarta: Matahari
[1]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85
[2]
Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:167
[3]
Opcit, hal: 86
[4]
Burhanuddin salam, Pengantar Filsafat, Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003,
hal:210
[6]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85-86
[7]
Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:169-170
[11]
Bagus Takwin, Filsafat Timur, Yogyakarta: JALASUTRA,
2003, hal:42
[12]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009, hal: 85-86
[13]
Surajiyo, Ilmu Filsafat,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:169-170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar