Jumat, 09 Juni 2017

MAKALAH FILSAFAT INDIA



TUGAS FILSAFAT INDIA
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Filsafat India
India adalah suatu wilayah yang di batasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno, daerah india sulit dimasuki oleh musuh sehingga penduduknya dapat menikmati kehidupan yang tenang dan banyak peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian. Filsafat india berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga pemikiran filsafatnya bersifat religius dan tujuan akhirnya adalah menvari keselamatan akhirat.[1]
a.      Ciri khas filsafat india
Menurut Rabindranath tagore (1861-1941) filsafat india berpangkal pada keyakinan bahwa ada kesatuan fundamental antara manusia dan alam, harmoni individu dan kosmos. Harmoni ini harus disadari supaya dunia tidak dialammi sebagai tempat keterasingan sebagai penjara. Orang india bukan belajar menguasai dunia, tetapi untuk berteman dengan dunia.
Semua filsafat muncul dari pemikiran-pemikiran yang semula bersifat keagamaan, baik itu filsafat yunani, filsafat china dan filsafat india. Karena kurang puas akan keterangan-keterangan yang diberikan agama, atau karena sebab-sebab lainnya akal manusia mulai dipakai untuk memberi jawaban atas segala persoalan yang dihadapinya.
Di Barat, sekalipun semula filsafat tumbuh dari perkembangan agama, namun lama-kelamaan filsafat memisahkan diri dari agama dan berdiri sendiri sebagai kekuatan rohani, yang sering bahkan bertentangan dengan agama. Akan tetapi, tidak demikian keadaan filsafat india. Filsafat itu tidak pernah berkembang sendiri dari agama, serta menjadi suatu kekuatan yang berdiri sendiri. Di india, filsafat senantiasa bersifat religius. Tujuan terakhir bagi filsafat adalah keselamatan manusia di akhirat.[2]
b.      Periodisasi filsafat india
Filsafat india terbagi menjadi lima zaman berikut ini:
a)      Zaman weda (1500-600 SM)
Dikatakan zaman Weda karena sumber banih pemikiran filsafat berasal dari kitab-kitab Weda,[3] yang terdiri dari samhita, brahmana, arayanka, dan upanisad.[4] Samhita memuat rigweda ( berisi pujian), samaweda( nyanyian-nyanyian), yajur veda(mantra-mantra), antharwaveda( berisi uraian dan doa-doa).[5] Zaman ini diisi oleh beradaban bangsa arya. pada saat itu baru muncul benih pemikirn filsafat yang berupa mantra-mantra, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad.
b)      Zaman wiracarita (600-200 SM)
Zaman ini diisi oleh perkembangan sisitem pemikiran filsafat yang berupa Upanishad. Ide pemikiran filsafat tersebut muncul berupa tulisan-tulisan tentang kepahlawanan dan tentang hubungan antara manusia dengan dewa.
c)      Zaman sastra sustra (200 SM -1400 SM)
Zaman ini diisi oleh semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran filsafat (sutra), ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh seperti sankara, ramamuja, madhwa, dan lainnya.
d)     Zaman kemunduran (1400 – 1800 M)
Zaman ini diisi dengan pemikiran filsafat yang mandul karena para ahli pikir hanya menirukan pemikirn filsafat yang lampau. Timbulnya keadaan ini disebabkan oleh pertemuan antara kebudayaan barat dengan pemikiran india sehingga menimbulkan reakasi hebat dari para pemikir india.
e)      Zaman pembaharuan (1800 -1950 M)
Zaman ini diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat india. Pelapornya adalah Ram Mohan Ray, seorang pembaru yang mendapatkan pendidikan di barat.[6]
c.       Kesamaan dalam ajaran di Filsafat India
Filsafat India di dalam perjalanannya disepanjang zaman, sekalipun terdapat banyak perbedaan disana-sini, namun pada pokoknya menampakkan suatu kesamaan. Kesamaan itu ternyata bahwa  filsafat india bukan hanya bermaksud untuk memuaskan orang-orang yang gemar akan pikiran yang spekulatif saja, melainkan terlebih-lebih bermaksud untuk membawa orang kepada pengrealisasian cita-cita yang tertinggi di dalam agama dan hidup. Harun Hariwijono (1985) menyebutkan kesamaan itu ada dalam empat ajaran yaitu sebagai berikut:
a)      Ajaran tentang kenyataan yang tertinggi
Seberapa system-sistem yang mengajarkan hal ini, semua mengemukakan bahwa kenyataan yang tertinggi adalah Zat yang Mutlak, dalam arti filsafati, artinya bahwa kenyataan yang tertinggi itu bebas dari segala sebutan ( tidak dapat dikatakan bagaimana) dan bebas dari segala hubungan (tidak memiliki hubungan apapun, karena memang tidak ada hubungan yang lain).
b)      Ajaran tentang jiwa
Kecuali sistem yang tidak mengakui adanya Tuhan, dapat dikatakan bahwa semua sistem mengajarkan bahwa karena emanasi, jiwa manusia sebagai sebagian dari Zat yang Mutlak, atau bahwa jiwa adalah Zat yang mutlak itu selengkapnya. Jiwa adalah bagian yang tetap dari manusia, bagian yang murni dan yang tidak tercela, yang berada di samping ego yang lebih rendah atau disamping alat- alat batiniah, dengannya manusia berhubungan dengan dunia luar.


c)      Ajaran tentang karma
Segala sistem filsafat india mengajarkan bahwa segala perbuatan manusia, yang baik maupun yang jahat, meninggalkan bekas-bekasnya pada manusia, yang tinggal sebagai daya terpendam, yang kemudian akan menghasilkan kesusahan.jiwa manusia berada di dalam samsara, yaitu perputaran jantera hidup. Oleh karena itu, dunia yang tampak beraneka ragamnya ini, baik itu di pandang sebagai khayalan maupun hal yang nyata , mewujudkan suatu godaan yang besar bagi kehidupan manusia.
d)     Ajaran tentang kelepasan
Jikalau ajaran tentang karma dan samsara memberikan sikap hidup yang pesimistis, maka ajarannya tentang kelepasan memberikan harapan yang optimis kepada hari depan manusia. Sebab ajaran tentang kelepasan itu memberi keyakinan, bahwa perputaran jantera hidup, yaitu perputara karma dengan buah-buahnya, ada akhirnya. Padahal akhir itu tidak pelu dicari jauh-jauh. Sebab akhir itu telah berada di dalam diri manusia sendiri.segala perbuatan yang di dorong oleh emosi-emosi membawa akibatnya, membawa karmanya.[7]
Filsafat India terbagi atas dua golongan, yaitu :
Ortodoks atau astika, yaitu golongan yang mengakui kedaulatan Veda serta mendasarkan ajarannya atas Veda dan berpegang teguh padanya.
Heterodoks atau nastika , yaitu golongan yang tidak menerima kekuasaan Veda dan tidak mendasarkan ajarannya atas Veda. Yang termasuk golongan heterodoks adalah Buddhisme, Jainisme dan Charvaka.
1.      Buddhisme
Buddhisme atau yang lebih sering dikenal sebagai Buddha didirikan oleh Siddharta Gautama. Ciri khas dari Buddha adalah ajaran tanpa aku (anatta/anatman). Diri sejati itu tidak ada, karena itu disebut anatman, sebuah ajaran yang berlawanan dengan atman. Apa yang disebut aku (Atman) itu hanya kumpulan agregat seperti kesadaran, persepsi, sensasi dan bentuk-bentuk pikiran. Merealisasikan Anatta adalah salah satu tahapan latihan dalam teknik yang diajarkan Buddha.
Buddhisme kadang-kadang dikritik sebagai agama dan filsafat "negatif" atau "pesimis". Setelah semua (sehingga argumen itu) hidup tidak semua penderitaan dan kekecewaan: menawarkan berbagai jenis sukacita dan kebahagiaan. Sang Buddha berdasarkan ajaran tentang penilaian jujur dari penderitaan kami sebagai manusia: ada ketidakpuasan dan penderitaan di dunia. Hidup Buddha adalah sengsara, sebab manusia terikat pada realitas yang selalu mengalir karena adanya karma.
Tidak ada yang tetap atau kekal, semua berubah. Manusia membebaskan diri dari kesengsaraan itu dengan jalan menyadari kesempuraan itu, maka dikemukakan bahwa Aryasata ialah kebenaran(Duka-Satya, Tresna-Satya,Nirodha-Satya, Marga-Satya) dan “Jalan yang Utama” yang cukup dikenal. Buddha mengajarkan dengan memakai bahasa daerah.ketka ajarannya dinyatakan dalam Bahasa Sansekerta, terjadi perselisihan antara kaum Brahmana, terutama tentang pengetahuan manusia, tentang kekhilafan, jiwa dan logika. Bersamaan dengan itu mulailah terjadi perpecahan dalam lingkungan kaum Buddha sendiri (400SM) hingga terjadi berbagai aliran yang terkenal, yang terbesar yaitu Himayana dan Mahayana yang diperinci menjadi :
2.      Penggolongan filsafat India
Ajaran sunyavana (kekosongan, meneruskan ajaran Buddha sendiri). Nama-nama yang terkenal adalah Nagaryuna, Aryadewa, Kumara Jiwa, Candrakirthi, Viynanavada (atau yogocara) dengan tokoh-tokohnya Asanga (abad ke-4), dan Vasubadhu (500 Masehi melawan Nyanya).[8]
Ajaran tathata, oleh Asvaghosa. Aliran-aliran ini berkembang sampai kurang lebih 800 Masehi. Dalam abad ketiga dan abad keempat, diperkembangkanlah logika terutama dengan perselisihan dengan kaum Brahmana, Beberapa nama : Dinnaga (500 Masehi), Yasomitra ( penafsir Vasobandhu), Darmakirthy (950). Pada kira-kira tahun 600 timbullah aliran tantrinisme (magis berdasarkan upacara-upacara).

1.      Jainisme
Timbulnya jainisme bersamaan dengan Buddhisme oleh Nahavira atau Vardhamana. Terutama mengenai pengetahuan, dikemukakan ajaran relativisme dan idealisme, tak ada yang tetap karena semua selalu berubah. Jainisme didirikan kira-kira 32 tahun sebelum Buddhisme. Menurut Jainisme, alam semesta tidak diciptakan dan bersifat kekal.alam semesta memiliki dua kelompok independen dan kekal, yaitu yang hidup dan yang tidak hidup. Yang hidup adalah jiwadan yang tidak hidup adalah benda. Di dalam Jainisme, tindakan mendapatkan karma.
2.      Charvaka
Merupakan sebua kata yang umumnya menyatakan materialistis. Menurut charvaka, dunia materi adalah nyata dan hanya ia sendiri yang ada. Materi dibuat dari udara, tanah, api dan air. Kesadaran hanyalah satu fungsi dari materi, jiwa berarti badan, tidak ada kehidupan lagi setelah mati, tidak ada Tuhan, dunia menciptakan dirinya sendiri, mengejar kesenangan adalah tujuan hidup.
Penggolongan Filsafat India[9]
Charvaka sangat tidak bisa menerima kehidupan sesudah mati ( kehidupan sesudah kehidupan di dunia) karena tidak adaseorang pun yang
telah melihatnya dan seandainya ada,tidak adasarana untuk emverifikasinya.
Maka, hanya eksistensi dunia ini yang yang diakui, kebakaan jiwa sebagai entitas ditolak. Charvaka begitu tajam dalam mengkritik sumber-sumber pengetahuan yang menurut mereka tidak benar. Sebagai conto kritik mereka terhadap penyimpulan. Dengan konsep genaralisasi, penyimpulan memperoleh pengetahuan tentang objek yang belum diketahui   dengan mencari objek yang sama. Konsep disatukan generalisasi sehingga menciptaka sebuah pengetahuan baru.[10]
3.      Pemikiran India mencakup :
a.       Sanatana Dharma
Apa itu sanatana dharma ? sanatana adalah sesuatu yang tidak mati, abadi sedangkan dharma adalah cara hidup harmoni dengan diri sendiri, orang lain dan alam. Sanatana dharma mengacu ke prinsip-prinsip dasar di mana saja yang bisa membantu manusia hidup dalam persatua, kedamaian, dan kebahagiaan. Dasar dari semua agama adalah peradaban.
Prinsip-prinsip Etika dan Spiritual
Etika dharma adalah prinsip-prinsip yoga, yaitu :
Ahimsa (ajaran tentang tidak menyakiti) Satya (ajaran tentang kebenaran)
Brahmacharya (ajaran tentang mengontrol seksualitas) Asetya (ajaran untuk tidak mencuri) Aparigraha (ajaran untuk tidak menimbun kekayaan) [11]
b.      Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah roh (atman) yang merupakan percikan dari Brahman (tat twam asi). Setiap manusia adalah bersaudara, karena sama-sama merupakan atman, percikan dari Brahman.
c.       Pemikiran di India
Manusia di dunia ini adalah manusia yang terjatuh, yang awidya, yang tidak berpengetahuan, yang lupa akan dirinya yang sejati.
Moksha Tujuan hidup manusia adalah moksha (final liberation), yaitu kembali kepada dirinya yang sejati, yaitu menyatu dengan Tuhan. Moksha berarti bebas dari kuasa ego, dari lingkaran karma.
d.      Karma
Karma artinya hasil perbuatan . Hampir seluruh perbuatan dimotivasi oleh keinginan, ada yang baik dan ada juga yang buruk. Jika kita berbuat baik, kita akan mendapatkan yang baik yang membuat kita bahagia. Perbuatan buruk berbuah buruk pula dan menyebabkan sengsara.
Apa itu lingkaran karma ? kehidupan itu mengayun antara kebahagiaan dan kesengsaraan. Ini adalah lingkaran karma. Memahami hukum karma akan membantu keluar dari lingkaran yang tak ada akhirnya. Semua karma tergantung baik dan buruknya perbuatan akan membawa hasil cepat atau lambat.
Contohnya adalah : jika anda menolong orang lain, maka orang lain akan menolong anda ketika anda membutuhkan. Jika anda berbicara baik dengan kata-kata manis dan sopan, orang akan akrab dengan anda. Sebaliknya,jika anda menyakiti orang lain, maka nda akan mendapat balasan.
 Jika balasannya bukan dari orang yang anda sakiti, pasti dari orang lain pada saat yang sama atau waktu yang lain. Jika anda membicarakan hal buruk orang lain, orang juga akan membicarakan hal buruk tentang anda. Jika anda membenci atau berpikir buruk terhadap orang lain, maka orang lain juga akan melakukan hal yang sama.
e.       Jenis-jenis hukum karma :
Prarabda, yaitu perbuatan yang hasilnya langsung diterima dalam krhidupan kita sekarang.
Sanchita, yaitu perbuatan yang kita lakukan dalam hidup kita sekarang, hasilnya akan kita terima dalam hidup atau kelahiran yang akan datang.[12]
f.       Pemikiran di India
Kriyamana, yaitu perbuatan yang kita lakukan dalam hidup terdahulu, hasilnya baru kita terima sekarang.[13]
g.      Reinkarnasi
Reinkarnasi merupakan kelahiran kembali. Setelah meninggal, jiwa manusia akan mengalami :
Pencapaian moksha, yaitu bersatunya Atman dengan Brahman.
Lahir kembali ke dunia untuk menyempurnakan karma dari kehidupan yang sebelumnya. [14]
Kalau reinkarnasi ada, mengapa kita tidak ingat seluruh kehidupan kita yang lalu ? Menurut Mahatma Ghandi, merupakan kebaikan alam dan karunia Tuhan kita tidak mengingat kehidupan kita pada seluruh kelahiran terdahulu. Hidup kita akan menjadi tak tertanggunhkan jika kita membawa beban kenang-kenangan tau ingatan yang demikian banyak dari kehidupan terdahulu.
Catur Asmara
Tahapan dalam hidup :
1.      Brahmacharya
Tahap ketika seseorang masih menjadi bujangan belajar menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum sebagai bekal hidupnya agar ia mampu menjadi orang yang bermoral, berilmu dan memiliki ketrampilan.[15]
2.      Griyahasta
Tahap berumah tangga. Hidup sebagai suami istri, membesarkan dan mendidik anak-anaknya sehingga mereka siap dan mampu menjalani kehidupan yang baik.
3.      Wanaprastha
Tahap setelah seseorang menunaikan tugas sebagai kepala rumah tangga, mulai melepaskan diri dari urusan keluarga, menuju ke hutan untuk sepenuhnya mempraktikkan hidup kerohanian seperti samadi (meditasi), latihan disiplin spiritual (sadana).
Pemikiran di India
a.       Sannyasi
Tahap pasca wanaprastha, seseorang sepenuhnya meninggalkan kehidupan duniawi, tidak terikat keda hak milik, tidak memiliki tempat tinggal, hidup berkeliling dengan meminta makanan dari orang lain seperti pengemis.
b.      Epistemologi Filsafat India
Di India, sudah terlihat sejak abad 1500 SM  saat kedatangan bangsa Arya di India yang sering disebut Weda. Pikiran-pikiran kefilsafatan terlihat pada kesusastraan kuno, yang disebut mantra atau pujian-pujian atau nyanyian keagamaan. Semakin banyak orang-orang yang membuka dan mengembangkan pikirannya untuk menemukan kebenaran sehingga dengan dasar-dasar filsafat yang terdapat di dalam mantera kuno atau Kitab Weda, muncullah berbagai aliran kefilsafatan di India dengan berbagai macam pemikirannya. 
Pemikiran pada Zaaman Upanisad.[16]
Pertama, pada zaman ini orang-orang mulai bereaksi terhadap kitab Weda. Ini berarti pada zaman Upanisad orang sudah mulai berpikir secara kritis. Mereka mulai mempertanyakan tradisi-tradisi yang belum dapat dibuktikan. Karena itulah Upanisad memposisikan pengetahuan Weda sebagai pengetahuan yang rendah.
Kedua, pada zaman filsafat India mulai menggunakan akalnya, mulai menggunakan pemikiran sendiri untuk mencari kebenaran.
Ketiga, kecerdasan yang tampak adalah kecerdasan penggunaan metode dala mencari kebenaran, sudah didapat cara mencari kebenaran yang paling baik.
c.       Nilai Agama dan Spiritual dalam Filsafat India
Nilai agama dan spiritual dalam filsafat India memberikan kontribusi dalam pengembangan penuh dan realisasi. Nilai agama dan spiritual berbeda dengan nilai etika, intelektual dan estetika yang berisi referensi untuk semangat, namun semangat harus mendukung dan mendorong realisasinya. Contohnya adalah seorang individu yang  memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu, namun jika rasa ingin tahu tersebut didiamkan saja maka tidak akan mampu menjawab apa yang menjadi keinginannya.











Daftar Pustaka

Prabhupada,  A C Bhaktivedanta Swami “ Kesempurnaan Yoga” Jakarta, PT. Pustaka Bhaktivedanta, 1983.
Radhakrshnan, Sarvepalli: “ Indian Philophy” Vol. I, London, George Allen & Unwin Ltd., 1927
Radhakrshnan, Sarvepalli: “ Indian Philophy” Vol. II, London, George Allen & Unwin Ltd., 1927
More, Charles A. dkk. 1967. The Indian Mind: Essentials of Indian Philosophy and
           Culture. Honolulu : East-West Center Press.
Salam, Burhanuddin.  Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi.
Rainer, Robert C. 1922. Kebijaksanaan dari Timur. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bagir, Haidar. 2005. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Praja, Juhaya.S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:Prenada Media.
Smith, Huston. 2001. Agama-Agama Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Takwin, Bagus. 2003. Filsafat Timur, Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur. Jakarta: UI Press.
Lan, Fung Yu. 2007. Sejarah Filasafat Cina. Yogyakarta: Balai pelajar.
Said, Muhammad 1987. Mendidik Dari Zaman ke Zaman. Bandung: Jemmars.
Ahmadi, Abu. 1975. Sejarah pendidikan. Semarang: CV. Toha Putra.
Madjid, Nurcholish. (2004).Indonesia Kita. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama
Suseno, Franz Magnis.(1984). Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Shihab, Alwi. (2009). Akar Tasawuf Di Indonesia. Depok: Pustaka Iiman
Mulyati, Sri. (2006). Tasawuf Nusantara. Jakarta: Kencana
Hadi, Abdul. (2004). Hermeneutika, Estetika, Dan Religious. Yogyakarta: Matahari




[1] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85
[2] Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:167
[3] Opcit, hal: 86
[4] Burhanuddin salam, Pengantar Filsafat, Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003, hal:210
[5]  Bagus Takwin,  Filsafat Timur, Yogyakarta: JALASUTRA, 2003, hal:42
[6] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85-86
[7] Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:169-170
[8] Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:167

[9] Opcit, hal: 86
[10] Burhanuddin salam, Pengantar Filsafat, Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003, hal:210

[11] Bagus Takwin,  Filsafat Timur, Yogyakarta: JALASUTRA, 2003, hal:42
[12] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 85-86
[13] Surajiyo, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, hal:169-170
[14] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hal: 92-93

[15] Smith, Huston. 2001. Agama-Agama Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.Hal 26
[16] Budiono Kusumohamidjojo, Sejarah Filsafat Tiongkok, Yogyakarta:JALASUTRA, 2010, hal:11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...