BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak
berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan
meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat
Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada
kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat
dilihat dari kekhusuannya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari
kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat
dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang
telah diberikan, bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari
Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai
dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam
sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan
manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata
kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada
perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran
(sunat) dan larangan anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman sekarang ini, banyak diantara kita kurang
memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita mengutamakan tauhid yang memang
merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya,
namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan, sehingga tidak
dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan awam,
seperti ungkapan, “wah…udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua”, atau
ucapan: “dia sih agamanya bagus, tapi sama tetangga tidak pedulian.” dan
lain-lain.
Seharusnya, ucapan-ucapan seperti ini atau pun semisal dengan ini
menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak Islam,
bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan Islam mementingkan akhlak. Yang
perlu diingat, bahwa tauhid sebagai sisi pokok atau inti, Islam yang memang
seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara
penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat, Tauhid merupakan
realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini merupakan pokok inti
akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya, berarti ia
adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid
seseorang, maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang mywahhid
memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembahasan akan
dititikberatkan pada “Akhlak Terhadap Sesama Manusia”.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahamu definisi akhlak secara umum
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana akhlak terhadap sesama muslim
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami definisi akhlak secara umum
2. Dapat mengetahui dan memahami akhlak terhadap sesama muslim
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Akhlak
Kata
“Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya tabiat, budi
pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama,
kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris),
ethos, ethikos (Bahasa Yunani).
Untuk
mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. Ibnu
Maskawaih mendefinisikan,
Akhlak
adalah sikap jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan (terlebih
dahulu);
b. Prof.
DR. Ahmad Amin menjelaskan,
Sementara
orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
itu dinamakan Akhlak;
c. Al-Qurthuby
mendefinisikan,
Akhlak
adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya yang
disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d. Muhammad
bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan,
Akhlak
adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan
baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain);
e. Abu
Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan,
Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia,
yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang
disengaja;
f. Imam
Al-Ghazali mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang
dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud
untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak
yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan
akhlak yang buruk.
Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari
kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan
pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi
perbuatan setiap manusia.
Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan
ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.
Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir
Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu menimbulkan
perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun ketiganya menekankan keadaan jiwa
sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari sisi lain mereka berbeda pendapat,
yaitu:
1. Muhammad
bin Ilaan Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja yang disebutnya
akhlak;
2. Ibnu
Maskawaih menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya akhlak;
3. Abu
Bakar Jabir Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang disebutnya akhlak.
B.
Akhlak
Terhadap Sesama Muslim
Mengenai
hubungan dengan sesama muslim, maka tidak terlepas dengan tetangga, famili atau
kerabat, teman, rekan kerja maupun masyarakat muslim. Kewajiban seorang muslim
terhadap muslim lainnya ada 6, sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Abu Hurairah, yang artinya : “
Rasulullah bersabda: kewajiban seorang terhadap muslim ada 6. Sahabat bertanya
“ apakah itu, wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda : “ Apabila engkau berjumpa
dengannya ; apabila ia mengundang engkau, hendaklah engkau menepatinya; apabila
ia meminta nasihat kepada engkau engkau menasehatinya; apabila ia bersin
kemudian ia mengucapkan hamdallah hendaklah engkau ucapkan tasymith (
yarhamukallah / yarhamukillah ); apabila ia sakit hendaklah engkau
menjenguknya; dan apabila ia meninggal dunia hendaklah melayatnya dan
mengantarkan kepemakamannya.
Dari
arti hadits diatas, dapat disimpulkan dengan jelas bahwa 6 kewajiban muslim
kepada muslim lainnya yaitu:
1.
Mengucapkan salam ketika berjumpa.
Mengucapkan
salam. Hukumnya adalah sunah muakad. Sebab salam merupakan sebab-sebab
pemersatu orang Islam dan sebab timbulnya rasa cinta kasih sesamanya.
Disunnahkan anak kecil memberikan salam kepada orang dewasa(tua), orang yang
sedikit memberi salam kepada orang yang berjumlah lebih banyak dan orang yang
mengendarai kendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan.
2.
Memenuhi undangannya.
Apabila kamu
diundang, maka hadirilah undangan itu. Artinya apabila kita diundang ke rumah
orang yang mengundang kita maka datangilah. Karena mendatangi undangan tersebut
hukumnya sunnah muakkad. Sebab hal tersebut dapat menjadikan pihak yang
mengundang akan merasa senang dan mendatangkan rasa cinta kasih dan rasa
persatuan diantara mereka.
3.
Menasehati jika diminta.
Allah
subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada hamba-hambanya yang beriman saling
nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati dalam
bersabar satu sama lainnya, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. AlAshr : 2-3)
Sebagai seorang muslim, maka
ia mendapatkan tugas kewajiban untuk memberikan nasihat kepada sesama muslim
lainnya, demikian pula sebaliknya. Dimana nasihat tersebut merupakan kewajiban
amar ma’ruf dan nahi munkar. Setiap muslim yang merasa memiliki persaudaraan
dengan muslim lainnya tentunya mempunyai tanggung jawab untuk tidak membiarkan
saudaranya berada dalam kemunkaran. Setiap muslim mempunyai tanggung jawab
kepada saudara lainnya untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dengan mengajak
mereka mengerjakan hal-hal yang baik dan positif. Sehingga dengan ajakan dan
nasihat tersebut terjauhilah perkara-perkara yang munkar, dan niscaya
kemaslahatan dunia dan akhiratlah yang akan mereka peroleh.
4.
Mengucapkan Tasymith jika ia bersin, lalu ia mengucapkan hamdallah.
Bagi
orang muslim yang mendengar saudara muslimnya bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka disyariatkan baginya untuk
mengucapkan tasymit kepadanya. Bertasymit kepada orang yang bersin adalah
dengan mengucapkan kepada orang yang bersin, "Yarhamukallah". (Lihat Syarh Nawawi 'Ala Muslim, hadits
no. 3848). Dan maksud utama dari kalimat tasymit adalah mendoakan kebaikan
untuk orang yang bersin dan dia memuji Allah. Jika tidak memuji Allah maka
tidak dibacakan tasymit kepadanya.
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu
'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
"Apabila
salah seorang kamu bersin, hendaknya ia mengucapkan: Al-Hamdulillah. Dan hendaknya
saudaranya atau sahabatnya mengucapkan kepadanya: Yarhamukallah.
Maka
apabila ia mengucapkan yarhamukallah kepadanya, hendaknya ia
mengucapkan: Yahdikumullah
wa Yuslihu Baalakum. (HR.
al-Bukhari no. 5756).
5. Menjenguknya bila ia
sakit.
Hukum
menjenguk orang sakit adalah fardhu kifayah. Artinya, bila ada sebagian orang
yang melakukannya maka gugur kewajiban dari yang lain. Bila tidak ada seorang
pun yang melakukannya, maka wajib bagi orang yang mengetahui keberadaan si
sakit untuk menjenguknya.
Kemudian yang perlu diketahui, orang sakit yang
dituntunkan untuk dijenguk adalah yang terbaring di rumahnya (atau di rumah
sakit) dan tidak keluar darinya. Adapun orang yang menderita sakit yang ringan,
yang tidak menghalanginya untuk keluar dari rumah dan bergaul dengan
orang-orang, maka tidak perlu dijenguk. Namun bagi orang yang mengetahui
sakitnya hendaknya menanyakan keadaannya. Demikian penjelasan Syaikh yang mulia
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t dalam kitabnya Syarhu Riyadhish Shalihin
(3/55).
Keutamaan
yang besar dijanjikan bagi seorang muslim yang menjenguk saudaranya yang sakit
seperti ditunjukkan dalam hadits-hadits berikut ini:
Tsauban
z mengabarkan dari Nabi n, sabda beliau:
“Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk
saudaranya sesama muslim maka ia terus menerus berada di khurfatil jannah
hingga ia pulang (kembali).” (HR. Muslim no. 6498)
6.
Melayat dan mengantarkan jenazahnya sampai
kepemakaman jika ia meninggal dunia.
Melayat ahli mayat (keluarga mayat) itu sunat dalam tiga
hari sesudah ia meninggal dunia, yang lebih ialah sebelum dikuburkan. Yang
dimaksud dalam melayat itu ialah untuk menganjurkan ahli mayat (keluarga mayat)
supaya sabar, jangan berkeluh-kesah, mendo’akan mayat supaya mendapat ampunan,
dan juga supaya malapetaka itu berganti dengan kebaikan. Sabda Rasulullah Saw:
Dari
Usamah, Ia berkata, “Seorang anak perempuan Rasulullah Saw. telah memanggil
beliau serta memberitahukan bahwa anaknya dalam keadaan hamper mati, Rasulullah
Saw. berkata kepada utusan itu, ‘kembalilah engkau kepadanya, dan katakana
bahwa segala yang diambil dan yang diberikan – bahkan apa pun – kepunyaan
Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka surulah
ia sabar serta tunduk kepada perintah’.”(HR. Bukhari dan Mushlim).
Akhlak terpuji seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim lainnya meliputi
:
1.
Mencintai
saudaranya sesama muslim
2.
Mencintai
karena Allah
3. Tolong menolong
4. Membantu Saudara Yang Kesulitan
6. Menutupi a’ib saudaranya sesama muslim
7. Saling menyanyangi satu sama lainnya.
8. Mendoakan kebaikan
10. Saling Berjabatan Tangan Ketika Bertemu
11. Ramah tamah dan rendah hati
12. Mendahulukan Kepentingan Saudaranya daripada
Kepentingan Sendiri
13.. Berprasangka baik
Berikut ini diulas secara sepintas hal-hal yang telah disyari’atkan
sebagai akhlak bagi kaum muslimin dalam rangka membina hubungan
persaudaraan sesama muslim sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal dan
dihindarkannya kemudharatan sebagai dampak dari terabaikannya syarat-syarat
persaudaraan.
1.
Saling Mencintai sesama muslim karena Allah
Saling mencintai diantara sesama umat muslim karena Allah perlu
ditumbuh kembangkan oleh kaum muslimin sehingga dengan adanya rasa cinta
tersebut maka akan terciptalah suasana yang harmonis ditengah-tengah masyarakat
muslim. Dengan adanya rasa cinta kepada sesama muslim maka akan
terhindarlah hal-hal yang dapat menjadi sumber ketidak harmonisan dan
permusuhan satu sama lainnya.
Saling mencintai diantara sesama muslim telah diperintahkan
oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala yang bersumber dari sahabat
Anas bin Malik radhyalllahu’anhu: Shahih Muslim 60: dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
dia berkata:
"Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan
merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai
daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya
kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah
menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk
neraka."
2.
Sesama Muslim Yang Satu Dengan Lainnya Bagaikan Satu Bangunan
Antara kaum Muslim itu sama lainnya diibaratkan sebagai sebuah
bangunan yang saling mengokohkan. Bangunan akan kokoh apabila ditunjang oleh
banyak bagian yang satu sama lain saling mendukung, saling bekerja sama
memperkokoh sehingga bangunan tersebut dapat tegak berdiri. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullaah ta’ala dari Abu
Musa radhyallaahu’anhu disebutkan :
Shahih
Muslim 4684: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah
dan Abu 'Amir Al Asy'ari keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami
'Abdullah bin Idris dan Abu Usamah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur
lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al A'laa Abu Kuraib;
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al Mubarak dan Ibnu Idris serta Abu Usamah
seluruhnya dari Buraid dari Abu Burdah
dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan,
satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.”
3. Saudara Sesama Muslim Hendaknya
Saling Tolong Menolong
Sesama
muslim juga diwajibkan untuk saling tolong menolong, yakni tolong menolong
dalam hal kebaikan dan takwa kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2[1] yang artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS.Al
Maidah :2 )
4.
Membantu Meringankan Kesulitan Sesama Muslim
Sebagai saudara sesama muslim wajib seseorang itu prihatin atas
kesulitan yang menimpa saudaranya yang lain, namun tidak hanya terbatas sekedar
prihatin tetapi harus diikuti dengan sikap untuk membantu bagaimana kesulitan
tersebut dapat diatasi. Saudara sesama muslim yang mendapatkan kesusahan wajib
untuk dibantu dalam melepaskan kesulitan tersebut. Di dalam kehidupan
sehari-hari tentunya seseorang itu kadang-kadang mendapatkan kesulitan yang tidak
dapat diatasnya secara sendiri, kecuali mendapatkan bantuan dari orang lain.
Misalnya seseorang ditimpa musibah berupa kecelakaan dan memerlukan biaya untuk
pengobatan, namun karena ketiadaan dana maka ybs kesulitan untuk membayar biaya
pengobatan. Disinilah letak peran dari saudara muslim lainnya untuk membantu
mengatasi kesulitan pembiayaan dengan bergotong royong mengumpulkan uang.
Membantu meringankan atau melepaskan kesulitan yang dihadapi oleh
seseorang dimata Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah besar sekali
artinya,mereka-mereka yang membantu melepaskan atau meringankan kesusahan orang
lain mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah pada hari kiamat kelak dengan
dilepaskannya dari satu kesusahan . Hal ini ditegaskan oleh Rasullullah
shallallaahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oelh imam Bukhari
rahimahullaah ta’ala dari sahabat Abdullah bin Umar radhyallaahu’anhu: Shahih
Bukhari 2262: dari Abdullah bin Umar
radliallahu 'anhuma mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak
menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang
membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang
menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu
kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup
aibnya pada hari qiyamat."
5. Sesama Muslim diperintahkan untuk
Menutupi A’ib Saudaranya
Maka
tutupilah aib saudara-saudaramu, karena engkau tidak pernah akan mampu
memerangi Allah subhanahu wa ta’ala Yang Maha Kuasa membuka segala aibmu
dan mengungkap segala dosamu, sementara manusia tidak ada yang mengetahuinya.
Dan kekanglah lisanmu dari pembicaraan menyangkut kehormatan orang lain,
mencari-cari kesalahan, dan merusak harga diri saudara-saudaramu.
Sungguh
di antara petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah lebih
mengutamakan menutup aib, sampai-sampai pada orang yang melakukan dosa besar.
Berkaitan
dengan menutupi a’ib orang lain Rasullullah shallallahu’alaihi wasallam dalam
sabda beliau yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala
mengatakan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak
menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu
kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang
menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu
kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang
menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari
qiyamat".
6. Mendoakan Kebaikan Bagi Saudaranya
Sesama Muslim
Salah satu akhlak terpuji lainnya
dengan sesama muslim adalah mendoakan
muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa sepengetahuannya.
Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada jauh dari tempatnya,
tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa tersebut akan
dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang membacanya
sendiri. Dari Ummu Darda’ dan Abu
Darda’ Radhiyallahu ‘anhuma: Rasullullah shallallahu’alaihin wa sallam
bersabda:
“Doa seorang muslim untuk
saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan
oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang
malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan
kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin
(semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim no. 2733,
Abu Daud no. 1534, Ibnu Majah no. 2895 dan Ahmad no. 21708)
7.
Saling Mencintai , Sayang Menyayangi dan Kasih Menghasihi
dalam Persaudaraan Sesama Muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang
sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
di antara sesama muslim satu dan lainnya dengan hubungan
persaudaraan, niscaya ia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah
ta;ala. Dan setiap orang yang bergaul dengan sesama saudara muslim dengan
kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapatkan hak persaudaraan Islam.
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang
dimaksudkan dalam islam : “Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara
senasab dalam kasih sayang, tolong menolong, saling membantu, dan memberi
nasehat.”
Dan standar pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak
sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah
dengan sabdanya:
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba
tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu
yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dari kebaikan."
8.
Saling Mengulurkan Tangan Untuk Berjabatan (Bersalaman)
Membina persaudaraan sesama muslim perlu dilakukan dengan berbagai
ragam perbuatan yang disyari’atkan, termasuk di dalamnya saling berjabatan
tangan ketika bertemu satu sama lainnya dalam berbagai kesempatan apa
saja. Dengan berjabatan tangan sambil mengucapkan salam sebagai sebuah doa yang
diikuti pula dengan saling tegur sapa saling menanyakan kesehatan serta
keluarga sungguh merupakan angin segar yang menyejukkan pertemuan sesama
muslim.
Mengulurkan tangan untuk menjabat tangan ketika bertemu dengan seseorang
telah dicontohkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagai
yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala
dari Qatadah radhyallaahu’anhu: Sunan Abu Daud 199: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami
Yahya dari Mis'ar dari Washil dari Abu Wa`il dari Hudzaidfah bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertemu dengannya, kemudian beliau mengulurkan tangan kepadanya (untuk berjabat tangan). Namun Hudzaifah berkata; Sesungguhnya saya
sedang junub. Maka beliau bersabda:
"Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis".
9.
Ramah Tamah ,Rendah Hati Serta Tidak Sombong Kepada Sesama Saudara
Muslim
Islam sangatlah memuji sikap ramah tamah dan rendah hati
yamng ditujukam oleh setiap orang muslim terhadap saudara-saudara muslim
lainnya. Ramah tamah dan rendah hati adalah kebalikan dari sikap
sombong). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu
sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba
Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi
dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata yang baik.”
(QS.
Al Furqaan: 63)
10. Mendahulukan Kepentingan Saudaranya
Sesama Muslim Dari Pada Kepentingan sendiri dan Golongan/Kelompok.
Mendahulukan
kepentingan orang lain ( saudara sesama muslim) daripada kepentingan
pribadi atau golongan dalam Islam dipandang sebagai hal yang utama, karena
dalam hal ini nampak sekali bagaimana akhlak seseorang muslim terhadap orang
lain. Dimana kepentingan yang menyangkut orang lain atau menyangkut orang
banyak tentunya hanya dapat dilakukan oleh mereka-mereka yang mempunyai
keikhlasan berkorban untuk orang lain. Mereka mendahulukan kepentingan
saudaranya sesama muslim meskipun ia sendiri membutuhkannya. Ia rela berkorban
dengan meninggalkan kepentingan pribadinya.
Tentang
keutamaan mendahulukan kepentingan orang lain disebutkan dalam firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
“Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Mu-
hajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS.Al Hasyr : 9)
Selain
itu diriwayatkan pula hadits oleh imam Bukhari rahimahullaah ta’ala dari Abu
Hurairah radhyallaahu’anhu: Shahih Bukhari 3514:
11. Selalu Berprasangka Baik Kepada
Sesama Muslim
Seseorang muslim akan termasuk dalam golongan orang-orang yang ber
akhlak yang baik apabila ia selalu berprasangka baik ( Positif tinking) kepada
saudaranya sesama muslim. Dugaan apapun yang timbul dalam dirinya terhadap
saudaranya sesama muslim yang lain selalu berkaitan dengan kebaikan bukan
hal-hal yang bersifat keburukan . Dengan adanya prasangka yang selalu baik
terhadap orang lain maka orang tersebut terlepas dari sifat berbuat
zhalim. Prasangka baik menghilangkan kecurigaan yanmg biasanya muncul pada diri
orang-orang yang hatinya berpenyakit.
Berkaitan dengan itu Imam Bukhari rahimahullaah ta’ala meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah radhyalllahu’anhuma: Shahih Bukhari 5606: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jauhilah
prasangka buruk, karena prasangka buruk ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian saling mendiamkan,
saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling mendengki,
saling memusuhi dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang
bersaudara."
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam agama islam di wajibkan untuk
berbuatan baik kepada sesama muslim Islam
sebagai agama yang paling sempurna dan agama kasih sayang mengutamakan hubungan
persaudaraan sesama muslim diantara sesama pemeluknya . Sehubungan dengan itu
Islam mensyari’atkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak seseorang
muslim terhadap saudaranya sesama muslim yang lain, agar terbina hubungan
harmonis dan saling menghargai satu sama lain, saling kasih mengasihi dan
saling tolong menolong dan saling cinta mencintai karena Allah.
Dalam melakukan hubungan sosial kemasyarakatan yang diantaranya
dalam pergaulan sehari-hari sesama saudara muslim haruslah selalu dilandasi
kepada akhlak terpuji yang sesungguhnya tiada lain adalah akhlak yang mulia
yang sangat dipuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga setiap muslim
diwajibkan dalam dirinya untuk merasa dan menganggap bahwa sesama muslim
lainnya saling bersaudara satu lainnya sebagai saudara seagama. Yang dalam
kesehariannya perlu ditindak lanjuti dengan segala sesuatunya selalu
berorientasi kepada akhlak Muslim.
Setiap muslim yang menyadari keutamaan persaudaraan sesama
muslim , bahwa persaudaraan tersebut perlu terus dibina dengan mengacu kepada
hal-hal yang bersifat positif yaitu akhlak yang terpuji Demi menciptakan
Ukhuwah Islami yang hakiki.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta: Sinar
Grafika Offset
Djanika,
Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka
Panjimas
Mahyudin. 1999.
Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar