Jumat, 09 Juni 2017

MAKALAH DINASTI DINASTI ISLAM II



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagaimana mahasiswa yang lain di kelas MPI AP 1 A program S1 yang mendapatkan tugas untuk membuat makalah dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, kami pun mendapatkan tugas yang sama untuk membuat makalah tersebut. Maka latar belakang penulisan utama makalah ini adalah untuk menunaikan kewajiban tersebut sebagai syarat dalam mengikuti  perkuliahan dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam .
Namun, selain  latar belakang utama tadi, sejatinya kami melihat bahwa tujuan kami menulis makalah ini juga untuk memperkaya khasanah keilmuan keislaman kami, dalam hal ilmu pengetahuan terutama dalam Sejarah Peradaban Islam. Untuk itu, sebenarnya bukan hanya karena didasari motif untuk menunaikan kewajiban kami dalam mata kuliah ini, namun kami melihat bahwa Sejarah Peradaban Islam, sungguh menarik untuk dikaji.
Namun untuk berbicara masalah Sejarah Peradaban Islam, tentu tidak akan cukup kiranya untuk membahas keseluruhan dalam satu makalah ini. Maka ,Sejarah Peradaban Islam yang kami bahas dalam makalah ini adalah lebih kepada pembahasan Sejarah dinasti-dinasti lain dalam islam. Tentu materi ini  bukanlah materi yang kami pilih sendiri, namun telah ditentukan sebelumnya oleh dosen pengajar.
Walaupun materi ini ditentukan tidak lantas kami merasa bahwa apa yang akan kami bahas dalam makalah ini, adalah sebuah kewajiban sehingga memaksa kami untuk membuatnya sehingga menghilangkan makna utama dalam pembuatan makalah ini. Tentu tidak demikian, berbicara masalah Sejarah Peradaban Islam, tentu  tidak terlepas dengan apa yang terjadi dalam perjalanan sejarah kaum muslimin. Yang diantaranya adalah dinasti-dinasti lain dalam dunia islam yang pernah ada dan berkembang pada masanya.
Dikatakan dinasti-dinasti lain dalam islam, bukan karena ajaran mereka yang berbeda dalam islam, sehingga dikatakan lain, namun dinasti-dinasti lain ini adalah dinasti-dinasti selain dinasti besar yang umumnya telah kita ketahui bersama, yaitu: Dinasti Bani Umayah I dan II dan juga Dinasti Abbasiyah selain itu ada juga dinasti Monggol, Safawiyah dan Turki Usmani. Dinasti-dinasti lain yang kami bahas dalam makalah ini adalah, Dinasti Buwaihi, Salajikah, Aghlabiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah, Murabithun, dan Muwahidun.
Selain dinasti-dinasti besar tadi, dinasti-dinasti lain tersebut memiliki sejarah dan peradaban bagi agama Islam. Itu bisa kita lihat bagaimana dinasti lain tersebut contohnya Dinasti Fathimiyah diwilayah Afrika bagian utara tepatnya di Mesir, meninggalkan peradaban yang begitu luar biasa dibidang ilmu pengetahuan dengan meninggalkan jejaknya sampai sekarang berupa sebuah pusat pendidikan dan kajian islam pada waktu itu yang bernama Al-azhar yang sekarang menjadi Universitas islam Al-azhar, dan ini merupakan  Universitas pertama didunia yang artinya bahwa dinasti lain (Fathimiyah) ini juga  memiliki peradaban yang besar.
Dan dinasti-dinasti lain yang kami maksud selain Fathimiyah, juga memiliki sejarah peradaban yang luar biasa terhadap manusia dan islam pada khususnya. Untuk itu, pada bab berikutnya akan kami bahas dalam makalah ini keluarbiasaan masing-masing dari dinasti-dinasti lain tersebut. Jelas sudah, selain memang  didasari sebuah kewajiban untuk menyelesaikan tugas makalah ini, ada sisi lain yang menarik bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini secara holistik. Karena memang pembahasan ini sangat membuat kami merasa kagum dan terkejut atas peradaban yang dibentuk oleh masing-masing dinasti lain tersebut. Maka kami merasa menikmati kewajiban ini sebagai sebuah gairah keilmuan khususnya dalam mengkaji keilmuan islam.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya memfokuskan pada poin-poin sebagai berikut:
1.                Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Fathimiyyah dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
2.                Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Al-Murabitun dan Muwahidun dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
3.                Bagaimana dan apa saja peranan dinasti dalam Ayyubiyah memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
4.                Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Salajikah dan Buwaihi dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
5.                Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Aghlabiyah dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
C.     Tujuan
Ada beberapa tujuan yang kami tuju dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.                          Menyelesaikan kewajiban dalam mata kuliah sejarah peradaban islam
2.                          Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang sejarah dinasti-dinasti lain islam.
3.                          Bisa menjadi rujukan bagi pembaca yang ingin mengetahui Sejarah Peradaban dinasti-dinastin lain islam tersebut



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dinasti Al-Murabitun (448H/1056M-541H/1147M)
Al- Murabitun adalah sebuah nama dinasti Islam yang berkuasa di Magribi dan Spanyol. Asal usul dinasti ini berasal dari Lemtuna, salah satu anak dari suku Sahaja. Mereka adalah keturunan orang-orang Barbar Sahara dari kabilah Lamatunah, salah satu cabang dari Shanhajah. Mereka menamakan dirinya dengan Murabithun karena belajar dengan Abdullah bin Yasin di Ribath yang dia dirikan untuk tempat belajar dan beribadah di padang Sahara Maghrib. Mereka juga sering dikenal dengan Multsimin.[1]
Abu Bakar bin Umar al- Lamatuni mengatur pasukan dan berjihad sehingga berhasil menaklukan Sus dan Mushadamah. Didalam pasukan itu ada anak pamannya yang bernama Yusuf bin Tasyafin  yang terus naik pamornya. Maka, akhirnya Abu Bakar menyerahkan kekuasaan padanya.[2]
Dia adalah raja Barbar pertama yang memerintah Maghrib. Disebutkan dia adalah raja terbesar dimasanya.
B.     Bergabungnya Andalusia kedalam pemerintahan Murabhithun
Al-Mu’tamid bin Ibad, raja di Seville di Andalusia meminta bantuan padanya untuk melawan orang-orang Kristen Spanyol. Maka, dengan segera dia bergerak dengan pasukannya dan berhadapan dengan pasukan Kristen dibawah pimpinan raja mereka Franco VI. Yusuf berhasil mengalahkan mereka dengan kekalahan yang sangat telak pada Perang Zalaqoh yang sangat masyhur pada tahun 479 H /1086 M. Dia kemudian berhasil menguasai seluruh daerah Andalusia. Kemudian menghancurkan semua raja-raja kabilah yang kecil dan lemah itu. Maka, jadilah Andalusia berada dibawah pemerintah Murabithun.
Pemerintahan mereka di Maghrib memanjang dari Tunis disebelah Timur dan Lautan Atlantik disebelah Barat, serta Laut Tengah disebelah Utara hingga keperbatasan Sudan ke arah Selatan. Dia membangun kota Marikisy yang kemudian dijadikan sebagai ibukota pemerintahan oleh anaknya Ali bin Yusuf.
Dia melanjutkan jihad ayahnya dan berhasil mengalahkan orang-orang Kristen Spanyol pada Perang Iqlisy pada tahun 502 H/1108 M. Perang ini adalah perang terbesar setelah perang Zalaqoh. Setelah itu pemerintahan ini mengalami  kemunduran dan melemah hingga akhirnya dikalahkan oleh orang-orang Muwahhidun pada tahun 541 H/1147 M.[3]
Pemimpin yang paling menonjol ada empat :
  • Yahya bin Umar (pendiri) wafat tahun      448 H/1056 M.
  • Abu Bakar bin Umar                                  448-453 H/1056-1061 M.
  • Yusuf bin Tasyafin                                     453-500 H/1061-1160 M.
  • Ali bin Yusuf                                              500-537 H/1106-1142 M.
C.    Dinasti Buwaihi
Dikatakan bahwa fase yang bahkan lebih gelap dalam sejarah kekhalifahan dimulai pada Desember 945, ketika Khalifah al-Mustakfi 944-946 (khalifah dari dinasti Abbasiyah) di Baghdad menerima Ahmad ibn Buwaih yang  termasyhur dan mengangkatnya sebagai amir al-umara’ dengan gelar kehormatan Mu’iz al-Dawlah (orang yang memberi kemuliaan pada  Negara).
Ayahnya adalah seorang yang suka berperang bernama Abu Syuja’. Ia merupakan pimpinan dari gerombolan yang suka berperang. Iya mempunyai tiga putra termasuk Ahmad, perlahan-lahan mereka menguasai jalan menuju selatan, Isfahan, Syiraz dengan provinsinya pada tahun 934 dua tahun kemudia menguasai provinsi-provinsi di Ahwaz (sekarang Kuzistan) dan Karman. Ahmad  meminta namanya disebut dalam hutbah jum’at dengan nama sang khalifah walaupun jabatannya hanya amir al-umara .
Pada bulan Januari 946, al-Mustakfi digulingkan oleh Mu’izz al-Dawlah yang kemudian memilih al-Mutsi (946-974) sebagai Khalifah baru. Maka festival-festival Syiah mulai diselenggarakan, terutama perayaan berkabung peringatan hari kematian al-Husain 10 Muharam, dan perayaan bergembira memperingati pengangkatan ‘Ali sebagai penerus Rasulullah di Ghadir al-Khumm. Pada periode ini bisa dikatakan sebagai periode paling buruk dan menyedihkan dalam kekhalifahan karena khalifah hanya sekedar formalitas belaka atau boneka di tangan amir al-umara yang suka memecah belah kaum muslim.
Ada yang mengatakan bahwa Buwaihi bukanlah yang pertama memangku gelar sultan sebagaimana banyak klaim dari sejarawan. Bahwa orang-orang buwaihi ini merasa cukup puas dengan gelar amir atau malik yang dibubuhkan pada julukan kehormatan seperti Mu’izz al-Dawlah, ‘Imad al-Dawlah (tiang Negara), dan Rukn al-Dawlah (pilar Negara). Semua gelar itu adalah gelar-gelar yang diberikan serantak kepada putra Buwaih oleh khalifah. Yang kemudian setelah mereka sebutan-sebutan angkuh itu menjadi kebiasaan.
Selain masa jaya mereka menaik turunkan khalifah  sekehendak hatinya (945-1055), Irak sebagai sebuah provinsi diperintah dari ibukota Buwaihi, Syiraz di Faris. Dar al-mamlakah adalah istana yang dibangun di Baghdad. Pusat pada masa itu bukan lagi sebagai pusat dunia muslim, karena keunggulan internasionalnya ditandingi oleh Syiraz, Ghaznah, kairo, dan Kordova. Kekuasaannya mencapai puncaknya pada masa kepemimpinan ‘Adud al-Dawlah (949-983) putra Rukn al-Dawlah. Dibawah kepemimpinannya 977 ia berhasil mempersatukan beberapa kerajaan kecil di Persia dan Irak. Sehingga membentuk Negara yang hamper membentuk imperium. Walaupun istananya di Syiraz namun ia tetap memperindah Baghdad, memperbaiki kanal-kanal, mendirikan masjid, membangunrumah sakit, juga membangun gedung-gedung publik. Ia  juga pernah membuat rumah suci yang disebut (masyhad) di atas makam ‘Ali. Ia juga bekerjasama dengan wajir Kristen untuk menciptakan perdamaian dengan cara memperbaiki gereja dan juga biara. Ia dikenal sebagai orang  yang peduli dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ia juga mebangun observatorium terkenal meniru al-Ma’mun. setelah ia wafat ia digantikan anaknya Baha’ al-Dawlah (989-1012) yang pada 991 ia meruntuakan Khalifah al-Tha’i. tahun 993 ia mendirikan sebuah akademi di Baghdad lengkap dengan perpustakaan dengan menyimpan 10.000 buku.
Pertengkaran yang terjadi antara Baha’, Syaraf, dan saudara ke tiga mereka, Shamshan al-Dawlah,  juga pertikaian antara angota-anggota keluarga kerajaan untuk menentukan penerus mereka, dan fakta bahwa Buwaihi kecendrungan Syiah sehingga dibenci oleh orang Baghdad yang Sunni, yang menjadi sebab utama runtuhnya dinasti ini pada tahun 1055.[4]
D.    Dinasti Saljuk
1.         Perkembangan Saljuk       
Orang-orang saljuk adalah keluarga besar al-Ghizz yang  besar dari Turki. Mereka menisbatkan dirinya kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk bin Talqaq. Dia hidup di negeri Turkistan di bawah pemerintahan orang-orang Turki  yang menyembah berhala. Orang orang Samaniyun meminta bantuannya untuk mengusir orang-orang kafir Turki dari negeri mereka. Maka, dia membantu mereka dengan mengirimkan anaknya Arselan dan Setelah itu Mikail bin Arselan. Dia terus melanjutkan perang dengan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya.
Mikail digantikan oleh dua anaknya yang bernama Tughril Beik dan Daud Beik. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H/1000 M. Maka Tughril Beik menguasai Marw, Naisabur, Jurjan, Tabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan dan wilayah-wilayah yang lain. Dia mengumumkan berdirinya negeri mereka pada tahun 432 H/1040 M.[5] Orang-orang Saljuk membagi wilayah kekuasaan mereka yang luas itu menjadi beberapa wilayah dan memilih Tughril Beik sebagai  raja mereka secara keseluruhan dengan menjadikan Ray sebagai pusat pemerintahan.

2.      Orang orang saljuk di Baghdad       
Pada tahun 448 H/1056 M Tughril memasuki Baghdad dan al-Malik ar-Rahim, sultan terakhir pemerintahan Buwahiyun. Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan Buwahiyun [6]
Dan berdirilah pemerintahan Saljuk sebuah pemerintahan beraliran Sunni yang besar. Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang-orang Buwahiyun yang beraliran Syi’ah Rafidhah sesat serta berhasil menyelamatkan khalifah Bani Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
3.      Gerakan Albasasiri
AlBasasiri adalah salah seorang panglima perang yang berasal dari Turki yang menjadi pengikut al- Malik ar-Rahim. Dia telah membangkang atas tuannya dan terhadap Khalifah serta berusaha untuk mengambil kekuasaan. Maka khalifah Al-Qaim meminta bantuan kepada pemimpin Saljuk Tughril Beik yang saat itu datang ke Baghdag. Dia berhasil menumpas Albasasiri. Berkat keberhasilannya ini khalifah tunduk pada Tughril dan kokohlah kaki orang-orang Saljuk di Baghdad.
Orang-orang Saljuk memperlakukan Khalifah dengan segala rasa hormat dan takzim serta penuh loyalitas. Para sejarawan menyebutkan bahwa sebab utama dari semua itu adalah adanya kesamaan mazhab. Sedangkan, menteri teragung dari orang-orang saljuk adalah menteri yang berasal dari Iran yang bernama Nizhamul Muluk bersama dengan ketujuh anak dan cucu-cucunya.
4.      Pembaagian kekuasaan Saljuk  pada Lima Wilayah
a.      Saljuk Raya. Saljuk ini meliputi Khurasan, Raya, Irak, Jazirah Arab, Persia, dan Ahwaz.
b.       Saljuk Karman.
c.       Saljuknirak dan Kurdistan (yang merupakan cabang dari Saljuk Raya)
d.      Saljuk Suriah
e.       Saljuk Romawi (Asia kecil)
5.         Perbatasan Pemerintahn Saljuk
Mereka menguasai seluruh wilayah di Asia Tengah, Khurasan, Iran, Irak, Syam, Anatolia  (yakni wilayah-wilayah Samaniyun, Ghaznawi, Buwahiyun, dan Romawi).
6.         Mundurnya pemerintahan Saljuk dan akhir pemerintahan mereka
Pemerintahn mereka menjadi lemah akibat adanya perang Salib, pemberontakan Hayasyin, dan adanya perpecahan internal karena luasnya wilayah dan berdirinya negeri-negeri kecil Atabik.
E.     Dinasti Mawahhidun
Dinasti Muwahhidun berawal dari gerakan-gerakan agama-politik yang didirikan oleh seorang dari Berber. Dia adalah Muhammad ibn Tumar (1078-1130) dari suku Masmuda. Muhammad menyandang gelar simbolis al-Mahdi dan menyatakan diri sebagai Nabi yang diutus  untuk memulihkan Islam kepada bentuknya yang murni dan asli. Dia mengajarkan kepada sukunya dan suku liar lainnya di Maroko doktrin tauhid , keesaan Tuhan, dan konsep spiritual tentang Islam. Ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan yang menyebar di kalangan umat Islam. Karena itu, pengikutnya disebut al-Muwahhidun.[7]
Diceritakan pada waktu masih muda ia pernah memperkosa seorang wanita  saudara penguasa Murabitun ‘Ali ibn Yusuf di jalanan Fez karena ia berjalan-jalan tanpa memakai cadar. Pada tahun 1130, Ibn Tumar digantikan sahabat sekaligus jenderalnya, ‘Abd al-Mu’min ibn ‘Ali, anak seorang pembuat tembikar dari suku Zanatah. Dikatakan juga bahwa dinasti Muwahhidun sebagai dinasti terbesar yang pernah dilahirkan di Maroko, dan imperium besar yang tak ada bandingannya dalam sejarah Afrika.[8]
Sesuai dengan ajaran mereka yang mengangap bahwa ajaran merekalah yang sejati dari ajaran Islam yang sebenarnya, maka mereka melakukan peperangan ke seluruh Maroko, dan wilayah-wilayah sekitarnya, di beritakan bahwa pada tahun 1144-1146, ‘Abd al-Mu’min menghancurkan pasukan Murabitun dekat Talimcen, yang berhasil dikuasai beserta Fez, Ceuta, Tangier, dan Agmat; setelahmengepung Maroko selama 11 bulan diperkirakan tahun 1146-1147 ia berhasil mengahiri dinasti Murabitun. Dan  sejak saat itu Maroko berubah menjadi ibu kota dari dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1145 ‘Abd al-Mu’min mengirim satu pasukan ke Spanyol yang pada waktu itu keadaan politik maupun sosial masyarakatnya sedang kacau dan antipati terhadap kepemimpinan penguasa pada waktu. Dalam waktu lima tahun pasukan yang dikirimnya berhasil berhasil menaklukan wilayah muslim di semenanjung itu, kecuali kepulauan Belearic yang disisakan di tangan penguasa Murabitun terakhir.
Kemudian ekspansi dilanjutkan pada tahun 1152 ke Aljazair, 1158 ke Tunisia, dan 1160 ke Tripoli. Dan  untuk pertama kalinya dalam sejarah Muslim seluruh pesisir Atlantik   hingga  ke Mesir dihimpun dengan Spanyol sebagai satu imperium independen. ‘Abdul al-Mu’min wafat pada 1163. Dan diteruskan oleh cucunya bernama Abu Yusuf al-Manshur (1184-1199) yang terkenal hebat dan tenar. Seperti  kebanyakan penguasa Berber lain, bahwa ia sendiri berasal dari keturunan budak Kristen.
Shalah al-Din pernah mengirim hadiah melaui duta yang ia kirim yang dipimpin oleh keponakannya Usamah ibn Muqidz, kepadanya yang (Saladin) mengakui khalifah Abbasiyah, dia mengirim 180 kapal laut untuk membantu kaum muslim berperang dalam perang salib. Banyak peninggalan-peninggalan pada masa al-Manshur yaitu monumen-monumen yang diklaim sebagai monumen paling luar biasa di Maroko ataupun Spanyol. Pada tahun 1170 ibu kota Muwahhidun dipindah ke Seville. Naiknya al-Manshur menjadi penguasa dengan ditandai dengan pendirian menara yang sekarang disebut Giralda sebagai pelengkap masjid besar (1172-1195), ia juga membangun Ribath al-Fath dan juga membangun rumah saki.[9]
Para khalifah Muwahhidun  di Spanyol memfokuskan perhatian untuk memenagi perang suci melawan Kristen namun hal itu tak terwujud karena kalah telak dari Kristen yang membuat mereka terusir dari Las Navas de Tolosa pada 1212. Dan dari pertempuran itu dari 600.000 pasukan muslim yang lolos hanya 1000 yang selamat termasuk Al-Nashir yang menyelamatkan diri ke Maroko namun dua tahun setelahnya ia wafat, dengan demikian berakhirlah Dinasti Muwahhidun.
F.     Dinasti Ayyubiyah
Pusat pemerintahan Dinasti Ayyubiyah adalah Kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan Shalahuddin Yusuf Al-Ayubbi, setelah menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah, Al-Adid. Shalahuddin berhasil menaklukkan daerah islam lainnya dan pasukan salib. Shalahudin adalah tokoh dan pahlawan perang salib. Selain dikenal sebagai panglima perang, shalahuddin juga mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan. Berakhirnya masa pemerintahan Ayyubiyah ditandai dengan meninggalnya Malik Asyraf Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk. Peninggalan Ayyubiyah adalah Benteng Qal’ah Al-Jabal di Kairo, Mesir.[10]
G.    Dinasti Delhi
Dinasti Delhi terletak di India Utara. Dinasti Delhi mengalami lima kali pergantian kepemimpinan yaitu Dinasti Mamluk, Dinasti Khalji, Dinasti Tuglug, Dinasti Sayid, dan Dinasti Lody. Pada periode pertama, Delhi dipimpin Dinasti Mamluk selama 84 tahun. Mamluk merupakan keturunan Qutbuddin Aybak, seorang budak dari turki. Dinasti Khalji dari Afganistan memerintah selama 30 tahun. Dinasti Tugluq memerintah sampai 93 tahun, sedangkan dinasti sayid selama 37 tahun. Penguasa terakhir Delhi adalah Dinasti Lody yang memerintah selama 75 tahun. Peninggalan Dinasti Delhi antara lain adalah Masjid kuwat Al-Islam dan Qutub Minar yang berupa menara di Lalkot, Delhi (India).[11]
H.    Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk berasal dari golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dinasti mamluk yang memerintah di Mesir dibagi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Burji. Sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri adalah Izzudin Aibak. Sultan Dinasti Mamluk Bahri yang terkenal antara lain adalah Qutuz, Baybars, Qalawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun. Baybars adalah sultan Dinasti Mamluk Bahri yang berhasil membangun pemerintahan yang kuat dan berkuasa selama 17 tahun. Dinasti Mamluk Burji kemudian mengambil alih pemerintah dengan menggulingksn sultan Mamluk Bahri terakhir, As-salih Hajji bin sya’ban. Sultan pertama penguasa Dinasti Mamluk Burji adalah Banjuq (784 H/ 1382 M-801 H/1399 M).[12] Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi sejarah islam dengan mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam (Syiria), selain itu Dinasti Mamluk Mesir berhasil mengalahkan Bangsa Mongol, merebut dan mengislamkan kerajaan Nubia (Ethiopia), serta menguasai Pulau Cyprus dan Rhodes. Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah Al-Asyras Tuman Bai, sultan terakhir, dihukum gantung oleh pasukan Usmani Turki. Peninggalan Dinasti Mamluk antara lain berupa Masjid Rifai, Mausoleum Qalawun, dan masjid Sultan Hassan di Kairo. pada masa Dinasti Mamluk ini terdapat fase-fase pemerintahan diantaranya:
a.       Kondisi Dunia Islam Saat Itu
1.      Kondisi Kaum Muslimin
Saat itu kaum muslimin mengalami kelemahan yang sangat akut akibat perpecahan dan sikap mereka yang jauh dari islam.
2.      Kondisi Para Sultan dan Khalifah Bani Abbasiyah
Sebagian besar dari pemimpin Mamluk adalah orang-orang yang lemah. Sementara pada saat yang sama, kondisi para khalifah Bani Abbasiyah di Mesir tidak juga lebih baik dari kondisi mereka. Mereka kini sama sekali tidak memiliki pengaruh dan peran serta intervensi dalam pemerintahan.
3.      Spirit Keagamaan
Spirit Keagamaan di kalangan pemimpin Mamluk dan rakyat secara umum sangatlah tinggi. Itu terlihat dari adanya aktivitas keagamaan yang sangat banyak pada saat itu. Masa itu adalah masa di mana terjadi usaha menyatukan kaum muslimin.
b.      Gerakan Jihad
Dari sisi jihad orang-orang Mamalik memiliki peran penting dan menonjol serta dampak yang nyata. Mereka telah mampu membendung gelombang serangan orang-orang Mongolia yang kejam dalam perang ‘Ain Jalut pada tahun 658 H/ 1259 M. Mereka juga berhasil mengusir sisa-sisa orang Salibis di Syam pada tahun 590 H/ 1291 M. Pada akhir masa pemerintahannya mereka masih berhasil membendung serangan orang-orang Salibis Portugal.[13]
c.    Jasa-jasa Pemerintahan Mamluk
Pemerintahan mamluk memberikan kontribusi dan sumbangan sangat berharga dalam sejatah islam. Mereka berhasil membendung dua serangan besar yang ada dalam sejarah islam dan sejarah manusia.
Pertama, membendung gelombang serangan Mongolia yang membabi buta, mereka mencegahnya masuk dunia islam.
Kedua, memerangi pasukan Silibis hingga berhasil mengeluarkan sisa-sisa mereka yang masih berada di negeri-negeri muslim pada tahun 660-690 H/ 1261/1291 M.[14]
d.      Sebab-sebab Hancurnya Pemerintahan Mamluk.
1.      Karena mereka meninggalkan jihad (sekali-kali seseorang tidak meninggalkan jihad, kecuali mereka akan menjadi hina).
2.      Karena mereka menjadi terpecah dan terjadinnya konflik internal serta terjadinya banyak pertempuran di antara mereka.
3.      Ditemukannya jalan ar-Raja’ ash-saleh oleh orang-orang portugis yang membuat Mesir kehilangan pengaruhnya.
4.      Kegagalan mereka membendung serangan orang-orang portugis yang saat itu telah sampai ke Laut Tengah dan Laut Merah.
Munculnya kekuatan Utsmani yang kemudian mengakhiri pemerintahan mereka







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari berbagai kondisi dinasti-dinasti kecil yang pernah ada dan memberikan pengaruhnya dalam perjalanan sejarah Islam. Banyak hal dapat dipelajari dari  perjalanan sejarah Islam tersebut, mulai dari dinasti Umayah, Abbasiyah yang dikatakan sebagai dinasti besar yang memberikan  pengaruh peradabannya  dalam Islam bahkan dunia, begitu juga dinasti-dinasti kecil yang pernah muncul dan menunjukan pengaruhnya.
Dari dinasti-dinasti itu mereka pernah mengalami masa jaya dan mundur, masa jaya mereka tidak terlepas dari cara pengelolaan system pemerintahan yang baik pada masa awal-awal terbentuk. Namun hal itu tak berlangsung lama karena masalah yang timbul dalam internal dan luar dari kekuasaan mereka. Beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan mereka hancur adalah karena ketidak cakapan beberapa khalifah yang memimpin, selain itu juga mereka lalai terhadap tugas mereka sebagai khalifah yang seharusnya berlaku adil dan bijaksana dalam mengelola negaranya.
Selain hal itu juga, factor yang membuat masa Islam jaya di bawah kekuasaan dinasti-dinasti kecil itu menjadi runtuh adalah, karena sesama dinasti-dinasti Islam pada masa itu sering antar dinasti yang ada saling menjatuhkan dan menghancurkan satu sama lain, yang hal itu menjadi titik lemah pemerintahan Islam. Dan kelemahan itulah yang dimanfaatkan oleh pihak luar (Kristen pada masa perang salib) untuk menghancurkan Kekuasaan Islam di berbagai wilayah kekuasaannya, yang menyebabkanIslam harus puas dan menderita atas fakta kekalahan mutlak dari musuh-musuhnya, yang membuat Islam harus pergi atau menganakat kaki dari kekuasaannya semula dan rela peninggalan-peninggalan peradabannya dimusnahkan

DAFTAR PUSTAKA
Munir Amin, Samsul, 2010. sejarah peradaban islam: Amzah
Hitti K, Philip, 2002, history of the arabs: Jakarta, Serambi
Prof. Dr.Hamka, 2005, Sejarah Umat Islam: Pte. Ltd. Singapore, Pustaka Nasional
Ahmad al-Usairy, 2008,Sejarah Isam: Jakarta, Akbar



[1] Muh. Mawangir, sejarah peradapan islam, (Pelembang: noerfikri, 2014) hlm. 49
[2] Badri Yatim,SejarahPeradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakatrta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal.64
[3] Muh. Mawangir, sejarah peradapan islam, (Pelembang: noerfikri, 2014) hlm. 50
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2008), h. 261
[5] Nur Hadi, ayo mengkaji sejarah kebudayaan islam, (Bandung: Erlangga, 2008), hlm. 67-68.
[6] Pillip K. Hitty, History of the Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal. 570-573
[7] Ratu Suntiah dan Maslani, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, CV. Insan Mandiri, 2010) hal.145
[8] Pillip K. Hitty, op., cit. hlm. 573-577.
[9] Abdul Karim, sejarah pemikiran dan Peradaban Islam, h. 256.
[10] Philip K. Hitti,history of the Arabs, hal. 694
[11] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2008), h. 300-301.
[12] DR. Jaih Mubarak, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 136-137
[13] Philip K. Hitti. Op. cit. hal. 597
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 145.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sas...