BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana mahasiswa yang lain di
kelas MPI AP 1 A program S1 yang mendapatkan tugas untuk membuat makalah dalam
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, kami pun mendapatkan tugas yang sama untuk
membuat makalah tersebut. Maka latar belakang penulisan utama makalah ini
adalah untuk menunaikan kewajiban tersebut sebagai syarat dalam mengikuti
perkuliahan dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam .
Namun, selain latar belakang
utama tadi, sejatinya kami melihat bahwa tujuan kami menulis makalah ini juga
untuk memperkaya khasanah keilmuan keislaman kami, dalam hal ilmu pengetahuan
terutama dalam Sejarah Peradaban Islam. Untuk itu, sebenarnya bukan hanya
karena didasari motif untuk menunaikan kewajiban kami dalam mata kuliah ini,
namun kami melihat bahwa Sejarah Peradaban Islam, sungguh menarik untuk dikaji.
Namun untuk berbicara masalah Sejarah
Peradaban Islam, tentu tidak akan cukup kiranya untuk membahas keseluruhan
dalam satu makalah ini. Maka ,Sejarah Peradaban Islam yang kami bahas dalam
makalah ini adalah lebih kepada pembahasan Sejarah dinasti-dinasti lain dalam
islam. Tentu materi ini bukanlah materi yang kami pilih sendiri, namun
telah ditentukan sebelumnya oleh dosen pengajar.
Walaupun materi ini ditentukan tidak
lantas kami merasa bahwa apa yang akan kami bahas dalam makalah ini, adalah
sebuah kewajiban sehingga memaksa kami untuk membuatnya sehingga menghilangkan
makna utama dalam pembuatan makalah ini. Tentu tidak demikian, berbicara
masalah Sejarah Peradaban Islam, tentu tidak terlepas dengan apa yang
terjadi dalam perjalanan sejarah kaum muslimin. Yang diantaranya adalah
dinasti-dinasti lain dalam dunia islam yang pernah ada dan berkembang pada
masanya.
Dikatakan dinasti-dinasti lain dalam
islam, bukan karena ajaran mereka yang berbeda dalam islam, sehingga dikatakan
lain, namun dinasti-dinasti lain ini adalah dinasti-dinasti selain dinasti
besar yang umumnya telah kita ketahui bersama, yaitu: Dinasti Bani Umayah I dan
II dan juga Dinasti Abbasiyah selain itu ada juga dinasti Monggol, Safawiyah
dan Turki Usmani. Dinasti-dinasti lain yang kami bahas dalam makalah ini
adalah, Dinasti Buwaihi, Salajikah, Aghlabiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah,
Murabithun, dan Muwahidun.
Selain dinasti-dinasti besar tadi,
dinasti-dinasti lain tersebut memiliki sejarah dan peradaban bagi agama Islam.
Itu bisa kita lihat bagaimana dinasti lain tersebut contohnya Dinasti
Fathimiyah diwilayah Afrika bagian utara tepatnya di Mesir, meninggalkan
peradaban yang begitu luar biasa dibidang ilmu pengetahuan dengan meninggalkan
jejaknya sampai sekarang berupa sebuah pusat pendidikan dan kajian islam pada
waktu itu yang bernama Al-azhar yang sekarang menjadi Universitas islam
Al-azhar, dan ini merupakan Universitas pertama didunia yang artinya
bahwa dinasti lain (Fathimiyah) ini juga memiliki peradaban yang besar.
Dan dinasti-dinasti lain yang kami maksud selain
Fathimiyah, juga memiliki sejarah peradaban yang luar biasa terhadap manusia
dan islam pada khususnya. Untuk itu, pada bab berikutnya akan kami bahas dalam
makalah ini keluarbiasaan masing-masing dari dinasti-dinasti lain tersebut.
Jelas sudah, selain memang didasari sebuah kewajiban untuk menyelesaikan
tugas makalah ini, ada sisi lain yang menarik bagi kami untuk menyelesaikan
makalah ini secara holistik. Karena memang pembahasan ini sangat membuat kami
merasa kagum dan terkejut atas peradaban yang dibentuk oleh masing-masing
dinasti lain tersebut. Maka kami merasa menikmati kewajiban ini sebagai sebuah
gairah keilmuan khususnya dalam mengkaji keilmuan islam.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya
memfokuskan pada poin-poin sebagai berikut:
1.
Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Fathimiyyah dalam
memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
2.
Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Al-Murabitun dan
Muwahidun dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
3.
Bagaimana dan apa saja peranan dinasti dalam Ayyubiyah
memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
4.
Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Salajikah dan
Buwaihi dalam memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
5.
Bagaimana dan apa saja peranan dinasti Aghlabiyah dalam
memebentuk Sejarah Peradaban Islam?
C.
Tujuan
Ada beberapa tujuan yang kami tuju
dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Menyelesaikan kewajiban dalam mata kuliah sejarah
peradaban islam
2.
Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang sejarah
dinasti-dinasti lain islam.
3.
Bisa menjadi rujukan bagi pembaca yang ingin mengetahui
Sejarah Peradaban dinasti-dinastin lain islam tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinasti Al-Murabitun
(448H/1056M-541H/1147M)
Al-
Murabitun adalah sebuah nama dinasti Islam yang berkuasa di Magribi dan
Spanyol. Asal usul dinasti ini berasal dari Lemtuna, salah satu anak dari suku
Sahaja. Mereka adalah keturunan orang-orang Barbar Sahara dari kabilah
Lamatunah, salah satu cabang dari Shanhajah. Mereka menamakan dirinya dengan
Murabithun karena belajar dengan Abdullah bin Yasin di Ribath yang dia dirikan
untuk tempat belajar dan beribadah di padang Sahara Maghrib. Mereka juga sering
dikenal dengan Multsimin.[1]
Abu
Bakar bin Umar al- Lamatuni mengatur pasukan dan berjihad sehingga berhasil
menaklukan Sus dan Mushadamah. Didalam pasukan itu ada anak pamannya yang
bernama Yusuf bin Tasyafin yang terus naik pamornya. Maka, akhirnya Abu
Bakar menyerahkan kekuasaan padanya.[2]
Dia
adalah raja Barbar pertama yang memerintah Maghrib. Disebutkan dia adalah raja
terbesar dimasanya.
B. Bergabungnya
Andalusia kedalam pemerintahan Murabhithun
Al-Mu’tamid
bin Ibad, raja di Seville di Andalusia meminta bantuan padanya untuk melawan
orang-orang Kristen Spanyol. Maka, dengan segera dia bergerak dengan pasukannya
dan berhadapan dengan pasukan Kristen dibawah pimpinan raja mereka Franco VI.
Yusuf berhasil mengalahkan mereka dengan kekalahan yang sangat telak pada
Perang Zalaqoh yang sangat masyhur pada tahun 479 H /1086 M. Dia kemudian
berhasil menguasai seluruh daerah Andalusia. Kemudian menghancurkan semua
raja-raja kabilah yang kecil dan lemah itu. Maka, jadilah Andalusia berada
dibawah pemerintah Murabithun.
Pemerintahan
mereka di Maghrib memanjang dari Tunis disebelah Timur dan Lautan Atlantik
disebelah Barat, serta Laut Tengah disebelah Utara hingga keperbatasan Sudan ke
arah Selatan. Dia membangun kota Marikisy yang kemudian dijadikan sebagai
ibukota pemerintahan oleh anaknya Ali bin Yusuf.
Dia
melanjutkan jihad ayahnya dan berhasil mengalahkan orang-orang Kristen Spanyol
pada Perang Iqlisy pada tahun 502 H/1108 M. Perang ini adalah perang terbesar
setelah perang Zalaqoh. Setelah itu pemerintahan ini mengalami kemunduran
dan melemah hingga akhirnya dikalahkan oleh orang-orang Muwahhidun pada tahun
541 H/1147 M.[3]
Pemimpin
yang paling menonjol ada empat :
- Yahya bin Umar (pendiri) wafat tahun 448 H/1056 M.
- Abu Bakar bin Umar 448-453 H/1056-1061 M.
- Yusuf bin Tasyafin 453-500 H/1061-1160 M.
- Ali bin Yusuf 500-537 H/1106-1142 M.
C. Dinasti
Buwaihi
Dikatakan bahwa fase yang
bahkan lebih gelap dalam sejarah kekhalifahan dimulai pada Desember 945, ketika
Khalifah al-Mustakfi 944-946 (khalifah dari dinasti Abbasiyah) di Baghdad
menerima Ahmad ibn Buwaih yang termasyhur dan mengangkatnya sebagai amir
al-umara’ dengan gelar kehormatan Mu’iz al-Dawlah (orang yang memberi
kemuliaan pada Negara).
Ayahnya adalah seorang
yang suka berperang bernama Abu Syuja’. Ia merupakan pimpinan dari gerombolan
yang suka berperang. Iya mempunyai tiga putra termasuk Ahmad, perlahan-lahan
mereka menguasai jalan menuju selatan, Isfahan, Syiraz dengan provinsinya pada
tahun 934 dua tahun kemudia menguasai provinsi-provinsi di Ahwaz (sekarang
Kuzistan) dan Karman. Ahmad meminta namanya disebut dalam hutbah jum’at
dengan nama sang khalifah walaupun jabatannya hanya amir al-umara .
Pada bulan Januari 946,
al-Mustakfi digulingkan oleh Mu’izz al-Dawlah yang kemudian memilih al-Mutsi
(946-974) sebagai Khalifah baru. Maka festival-festival Syiah mulai
diselenggarakan, terutama perayaan berkabung peringatan hari kematian al-Husain
10 Muharam, dan perayaan bergembira memperingati pengangkatan ‘Ali sebagai
penerus Rasulullah di Ghadir al-Khumm. Pada periode ini bisa dikatakan sebagai
periode paling buruk dan menyedihkan dalam kekhalifahan karena khalifah hanya
sekedar formalitas belaka atau boneka di tangan amir al-umara yang suka
memecah belah kaum muslim.
Ada yang mengatakan bahwa
Buwaihi bukanlah yang pertama memangku gelar sultan sebagaimana banyak klaim
dari sejarawan. Bahwa orang-orang buwaihi ini merasa cukup puas dengan gelar amir
atau malik yang dibubuhkan pada julukan kehormatan seperti Mu’izz
al-Dawlah, ‘Imad al-Dawlah (tiang Negara), dan Rukn al-Dawlah (pilar Negara).
Semua gelar itu adalah gelar-gelar yang diberikan serantak kepada putra Buwaih
oleh khalifah. Yang kemudian setelah mereka sebutan-sebutan angkuh itu menjadi
kebiasaan.
Selain masa jaya mereka
menaik turunkan khalifah sekehendak hatinya (945-1055), Irak sebagai
sebuah provinsi diperintah dari ibukota Buwaihi, Syiraz di Faris. Dar
al-mamlakah adalah istana yang dibangun di Baghdad. Pusat pada masa itu
bukan lagi sebagai pusat dunia muslim, karena keunggulan internasionalnya
ditandingi oleh Syiraz, Ghaznah, kairo, dan Kordova. Kekuasaannya mencapai
puncaknya pada masa kepemimpinan ‘Adud al-Dawlah (949-983) putra Rukn
al-Dawlah. Dibawah kepemimpinannya 977 ia berhasil mempersatukan beberapa
kerajaan kecil di Persia dan Irak. Sehingga membentuk Negara yang hamper
membentuk imperium. Walaupun istananya di Syiraz namun ia tetap memperindah
Baghdad, memperbaiki kanal-kanal, mendirikan masjid, membangunrumah sakit, juga
membangun gedung-gedung publik. Ia juga pernah membuat rumah suci yang
disebut (masyhad) di atas makam ‘Ali. Ia juga bekerjasama dengan wajir
Kristen untuk menciptakan perdamaian dengan cara memperbaiki gereja dan juga
biara. Ia dikenal sebagai orang yang peduli dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Ia juga mebangun observatorium terkenal meniru al-Ma’mun. setelah
ia wafat ia digantikan anaknya Baha’ al-Dawlah (989-1012) yang pada 991 ia
meruntuakan Khalifah al-Tha’i. tahun 993 ia mendirikan sebuah akademi di
Baghdad lengkap dengan perpustakaan dengan menyimpan 10.000 buku.
Pertengkaran yang terjadi
antara Baha’, Syaraf, dan saudara ke tiga mereka, Shamshan al-Dawlah,
juga pertikaian antara angota-anggota keluarga kerajaan untuk menentukan
penerus mereka, dan fakta bahwa Buwaihi kecendrungan Syiah sehingga dibenci
oleh orang Baghdad yang Sunni, yang menjadi sebab utama runtuhnya dinasti ini
pada tahun 1055.[4]
D.
Dinasti Saljuk
1.
Perkembangan Saljuk
Orang-orang saljuk
adalah keluarga besar al-Ghizz yang besar dari Turki. Mereka menisbatkan
dirinya kepada nenek moyang mereka yang bernama Saljuk bin Talqaq. Dia hidup di
negeri Turkistan di bawah pemerintahan orang-orang Turki yang menyembah
berhala. Orang orang Samaniyun meminta bantuannya untuk mengusir orang-orang
kafir Turki dari negeri mereka. Maka, dia membantu mereka dengan mengirimkan
anaknya Arselan dan Setelah itu Mikail bin Arselan. Dia terus melanjutkan
perang dengan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya.
Mikail digantikan
oleh dua anaknya yang bernama Tughril Beik dan Daud Beik. Pemerintahan
Samaniyah runtuh pada tahun 390 H/1000 M. Maka Tughril Beik menguasai Marw,
Naisabur, Jurjan, Tabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan dan wilayah-wilayah
yang lain. Dia mengumumkan berdirinya negeri mereka pada tahun 432 H/1040 M.[5]
Orang-orang Saljuk membagi wilayah kekuasaan mereka yang luas itu menjadi
beberapa wilayah dan memilih Tughril Beik sebagai raja mereka secara
keseluruhan dengan menjadikan Ray sebagai pusat pemerintahan.
2. Orang orang saljuk di
Baghdad
Pada tahun 448 H/1056
M Tughril memasuki Baghdad dan al-Malik ar-Rahim, sultan terakhir pemerintahan
Buwahiyun. Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan Buwahiyun [6]
Dan berdirilah
pemerintahan Saljuk sebuah pemerintahan beraliran Sunni yang besar.
Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang-orang Buwahiyun yang
beraliran Syi’ah Rafidhah sesat serta berhasil menyelamatkan khalifah Bani
Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
3. Gerakan Albasasiri
AlBasasiri adalah
salah seorang panglima perang yang berasal dari Turki yang menjadi pengikut
al- Malik ar-Rahim. Dia telah membangkang atas tuannya dan terhadap Khalifah
serta berusaha untuk mengambil kekuasaan. Maka khalifah Al-Qaim meminta bantuan
kepada pemimpin Saljuk Tughril Beik yang saat itu datang ke Baghdag. Dia
berhasil menumpas Albasasiri. Berkat keberhasilannya ini khalifah tunduk pada
Tughril dan kokohlah kaki orang-orang Saljuk di Baghdad.
Orang-orang Saljuk
memperlakukan Khalifah dengan segala rasa hormat dan takzim serta penuh
loyalitas. Para sejarawan menyebutkan bahwa sebab utama dari semua itu adalah
adanya kesamaan mazhab. Sedangkan, menteri teragung dari orang-orang saljuk
adalah menteri yang berasal dari Iran yang bernama Nizhamul Muluk bersama
dengan ketujuh anak dan cucu-cucunya.
4. Pembaagian kekuasaan
Saljuk pada Lima Wilayah
a. Saljuk Raya. Saljuk
ini meliputi Khurasan, Raya, Irak, Jazirah Arab, Persia, dan Ahwaz.
b. Saljuk Karman.
c. Saljuknirak dan
Kurdistan (yang merupakan cabang dari Saljuk Raya)
d. Saljuk Suriah
e. Saljuk Romawi (Asia
kecil)
5.
Perbatasan Pemerintahn Saljuk
Mereka menguasai seluruh wilayah di Asia Tengah,
Khurasan, Iran, Irak, Syam, Anatolia (yakni wilayah-wilayah Samaniyun,
Ghaznawi, Buwahiyun, dan Romawi).
6.
Mundurnya pemerintahan Saljuk dan akhir pemerintahan
mereka
Pemerintahn mereka menjadi lemah akibat adanya perang
Salib, pemberontakan Hayasyin, dan adanya perpecahan internal karena luasnya
wilayah dan berdirinya negeri-negeri kecil Atabik.
E.
Dinasti Mawahhidun
Dinasti Muwahhidun berawal dari gerakan-gerakan
agama-politik yang didirikan oleh seorang dari Berber. Dia adalah Muhammad ibn
Tumar (1078-1130) dari suku Masmuda. Muhammad menyandang gelar simbolis
al-Mahdi dan menyatakan diri sebagai Nabi yang diutus untuk memulihkan
Islam kepada bentuknya yang murni dan asli. Dia mengajarkan kepada sukunya dan
suku liar lainnya di Maroko doktrin tauhid , keesaan Tuhan, dan konsep
spiritual tentang Islam. Ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme
berlebihan yang menyebar di kalangan umat Islam. Karena itu, pengikutnya
disebut al-Muwahhidun.[7]
Diceritakan pada waktu masih muda ia pernah
memperkosa seorang wanita saudara penguasa Murabitun ‘Ali ibn Yusuf di
jalanan Fez karena ia berjalan-jalan tanpa memakai cadar. Pada tahun 1130, Ibn
Tumar digantikan sahabat sekaligus jenderalnya, ‘Abd al-Mu’min ibn ‘Ali, anak
seorang pembuat tembikar dari suku Zanatah. Dikatakan juga bahwa dinasti
Muwahhidun sebagai dinasti terbesar yang pernah dilahirkan di Maroko, dan imperium
besar yang tak ada bandingannya dalam sejarah Afrika.[8]
Sesuai dengan ajaran mereka yang mengangap bahwa
ajaran merekalah yang sejati dari ajaran Islam yang sebenarnya, maka mereka
melakukan peperangan ke seluruh Maroko, dan wilayah-wilayah sekitarnya, di
beritakan bahwa pada tahun 1144-1146, ‘Abd al-Mu’min menghancurkan pasukan
Murabitun dekat Talimcen, yang berhasil dikuasai beserta Fez, Ceuta, Tangier,
dan Agmat; setelahmengepung Maroko selama 11 bulan diperkirakan tahun 1146-1147
ia berhasil mengahiri dinasti Murabitun. Dan sejak saat itu Maroko
berubah menjadi ibu kota dari dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1145 ‘Abd
al-Mu’min mengirim satu pasukan ke Spanyol yang pada waktu itu keadaan politik
maupun sosial masyarakatnya sedang kacau dan antipati terhadap kepemimpinan
penguasa pada waktu. Dalam waktu lima tahun pasukan yang dikirimnya berhasil
berhasil menaklukan wilayah muslim di semenanjung itu, kecuali kepulauan
Belearic yang disisakan di tangan penguasa Murabitun terakhir.
Kemudian ekspansi dilanjutkan pada tahun 1152 ke
Aljazair, 1158 ke Tunisia, dan 1160 ke Tripoli. Dan untuk pertama kalinya
dalam sejarah Muslim seluruh pesisir Atlantik hingga ke Mesir
dihimpun dengan Spanyol sebagai satu imperium independen. ‘Abdul al-Mu’min
wafat pada 1163. Dan diteruskan oleh cucunya bernama Abu Yusuf al-Manshur
(1184-1199) yang terkenal hebat dan tenar. Seperti kebanyakan penguasa
Berber lain, bahwa ia sendiri berasal dari keturunan budak Kristen.
Shalah al-Din pernah mengirim hadiah melaui duta
yang ia kirim yang dipimpin oleh keponakannya Usamah ibn Muqidz, kepadanya yang
(Saladin) mengakui khalifah Abbasiyah, dia mengirim 180 kapal laut untuk
membantu kaum muslim berperang dalam perang salib. Banyak
peninggalan-peninggalan pada masa al-Manshur yaitu monumen-monumen yang diklaim
sebagai monumen paling luar biasa di Maroko ataupun Spanyol. Pada tahun 1170
ibu kota Muwahhidun dipindah ke Seville. Naiknya al-Manshur menjadi penguasa
dengan ditandai dengan pendirian menara yang sekarang disebut Giralda sebagai pelengkap
masjid besar (1172-1195), ia juga membangun Ribath al-Fath dan juga membangun
rumah saki.[9]
Para khalifah Muwahhidun di Spanyol
memfokuskan perhatian untuk memenagi perang suci melawan Kristen namun hal itu
tak terwujud karena kalah telak dari Kristen yang membuat mereka terusir dari
Las Navas de Tolosa pada 1212. Dan dari pertempuran itu dari 600.000 pasukan
muslim yang lolos hanya 1000 yang selamat termasuk Al-Nashir yang menyelamatkan
diri ke Maroko namun dua tahun setelahnya ia wafat, dengan demikian berakhirlah
Dinasti Muwahhidun.
F.
Dinasti Ayyubiyah
Pusat pemerintahan Dinasti Ayyubiyah
adalah Kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan
Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan Shalahuddin Yusuf Al-Ayubbi, setelah
menaklukan khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah, Al-Adid. Shalahuddin berhasil
menaklukkan daerah islam lainnya dan pasukan salib. Shalahudin adalah tokoh dan
pahlawan perang salib. Selain dikenal sebagai panglima perang, shalahuddin juga
mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan. Berakhirnya masa
pemerintahan Ayyubiyah ditandai dengan meninggalnya Malik Asyraf Muzaffaruddin,
sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk. Peninggalan Ayyubiyah adalah
Benteng Qal’ah Al-Jabal di Kairo, Mesir.[10]
G.
Dinasti Delhi
Dinasti Delhi terletak di India Utara. Dinasti Delhi mengalami lima kali
pergantian kepemimpinan yaitu Dinasti Mamluk, Dinasti Khalji, Dinasti Tuglug,
Dinasti Sayid, dan Dinasti Lody. Pada periode pertama, Delhi dipimpin Dinasti
Mamluk selama 84 tahun. Mamluk merupakan keturunan Qutbuddin Aybak, seorang
budak dari turki. Dinasti Khalji dari Afganistan memerintah selama 30 tahun.
Dinasti Tugluq memerintah sampai 93 tahun, sedangkan dinasti sayid selama 37
tahun. Penguasa terakhir Delhi adalah Dinasti Lody yang memerintah selama 75
tahun. Peninggalan Dinasti Delhi antara lain adalah Masjid kuwat Al-Islam dan
Qutub Minar yang berupa menara di Lalkot, Delhi (India).[11]
H. Dinasti
Mamluk
Dinasti Mamluk memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti
Mamluk berasal dari golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir,
yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dinasti mamluk yang memerintah di
Mesir dibagi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Burji. Sultan pertama Dinasti
Mamluk Bahri adalah Izzudin Aibak. Sultan Dinasti Mamluk Bahri yang terkenal
antara lain adalah Qutuz, Baybars, Qalawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun.
Baybars adalah sultan Dinasti Mamluk Bahri yang berhasil membangun pemerintahan
yang kuat dan berkuasa selama 17 tahun. Dinasti Mamluk Burji kemudian
mengambil alih pemerintah dengan menggulingksn sultan Mamluk Bahri terakhir,
As-salih Hajji bin sya’ban. Sultan pertama penguasa Dinasti Mamluk Burji adalah
Banjuq (784 H/ 1382 M-801 H/1399 M).[12]
Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi sejarah islam dengan
mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam (Syiria), selain itu
Dinasti Mamluk Mesir berhasil mengalahkan Bangsa Mongol, merebut dan
mengislamkan kerajaan Nubia (Ethiopia), serta menguasai Pulau Cyprus dan Rhodes.
Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah Al-Asyras Tuman Bai, sultan terakhir,
dihukum gantung oleh pasukan Usmani Turki. Peninggalan Dinasti Mamluk antara
lain berupa Masjid Rifai, Mausoleum Qalawun, dan masjid Sultan Hassan di Kairo.
pada masa Dinasti Mamluk ini terdapat fase-fase pemerintahan diantaranya:
a.
Kondisi Dunia Islam Saat Itu
1.
Kondisi Kaum Muslimin
Saat itu kaum muslimin mengalami
kelemahan yang sangat akut akibat perpecahan dan sikap mereka yang jauh dari
islam.
2.
Kondisi Para Sultan dan Khalifah Bani
Abbasiyah
Sebagian besar dari pemimpin Mamluk
adalah orang-orang yang lemah. Sementara pada saat yang sama, kondisi para
khalifah Bani Abbasiyah di Mesir tidak juga lebih baik dari kondisi mereka.
Mereka kini sama sekali tidak memiliki pengaruh dan peran serta intervensi
dalam pemerintahan.
3.
Spirit Keagamaan
Spirit Keagamaan di kalangan
pemimpin Mamluk dan rakyat secara umum sangatlah tinggi. Itu terlihat dari
adanya aktivitas keagamaan yang sangat banyak pada saat itu. Masa itu adalah
masa di mana terjadi usaha menyatukan kaum muslimin.
b.
Gerakan Jihad
Dari sisi jihad orang-orang Mamalik memiliki peran penting dan menonjol
serta dampak yang nyata. Mereka telah mampu membendung gelombang serangan
orang-orang Mongolia yang kejam dalam perang ‘Ain Jalut pada tahun 658 H/ 1259
M. Mereka juga berhasil mengusir sisa-sisa orang Salibis di Syam pada tahun 590
H/ 1291 M. Pada akhir masa pemerintahannya mereka masih berhasil membendung
serangan orang-orang Salibis Portugal.[13]
c.
Jasa-jasa Pemerintahan Mamluk
Pemerintahan mamluk memberikan kontribusi dan
sumbangan sangat berharga dalam sejatah islam. Mereka berhasil membendung dua
serangan besar yang ada dalam sejarah islam dan sejarah manusia.
Pertama, membendung gelombang serangan Mongolia
yang membabi buta, mereka mencegahnya masuk dunia islam.
Kedua, memerangi pasukan Silibis hingga berhasil
mengeluarkan sisa-sisa mereka yang masih berada di negeri-negeri muslim pada
tahun 660-690 H/ 1261/1291 M.[14]
d.
Sebab-sebab Hancurnya Pemerintahan Mamluk.
1.
Karena mereka meninggalkan jihad (sekali-kali seseorang tidak meninggalkan
jihad, kecuali mereka akan menjadi hina).
2.
Karena mereka menjadi terpecah
dan terjadinnya konflik internal serta terjadinya banyak pertempuran di antara
mereka.
3.
Ditemukannya jalan ar-Raja’
ash-saleh oleh orang-orang portugis yang membuat Mesir kehilangan pengaruhnya.
4. Kegagalan mereka membendung serangan orang-orang
portugis yang saat itu telah sampai ke Laut Tengah dan Laut Merah.
Munculnya kekuatan Utsmani yang kemudian
mengakhiri pemerintahan mereka
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai kondisi
dinasti-dinasti kecil yang pernah ada dan memberikan pengaruhnya dalam
perjalanan sejarah Islam. Banyak hal dapat dipelajari dari perjalanan
sejarah Islam tersebut, mulai dari dinasti Umayah, Abbasiyah yang dikatakan
sebagai dinasti besar yang memberikan pengaruh peradabannya dalam
Islam bahkan dunia, begitu juga dinasti-dinasti kecil yang pernah muncul dan
menunjukan pengaruhnya.
Dari dinasti-dinasti itu
mereka pernah mengalami masa jaya dan mundur, masa jaya mereka tidak terlepas
dari cara pengelolaan system pemerintahan yang baik pada masa awal-awal
terbentuk. Namun hal itu tak berlangsung lama karena masalah yang timbul dalam
internal dan luar dari kekuasaan mereka. Beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan
mereka hancur adalah karena ketidak cakapan beberapa khalifah yang memimpin,
selain itu juga mereka lalai terhadap tugas mereka sebagai khalifah yang
seharusnya berlaku adil dan bijaksana dalam mengelola negaranya.
Selain hal itu juga,
factor yang membuat masa Islam jaya di bawah kekuasaan dinasti-dinasti kecil
itu menjadi runtuh adalah, karena sesama dinasti-dinasti Islam pada masa itu
sering antar dinasti yang ada saling menjatuhkan dan menghancurkan satu sama
lain, yang hal itu menjadi titik lemah pemerintahan Islam. Dan kelemahan itulah
yang dimanfaatkan oleh pihak luar (Kristen pada masa perang salib) untuk
menghancurkan Kekuasaan Islam di berbagai wilayah kekuasaannya, yang
menyebabkanIslam harus puas dan menderita atas fakta kekalahan mutlak dari
musuh-musuhnya, yang membuat Islam harus pergi atau menganakat kaki dari
kekuasaannya semula dan rela peninggalan-peninggalan peradabannya dimusnahkan
DAFTAR PUSTAKA
Munir Amin, Samsul, 2010. sejarah
peradaban islam: AmzahHitti K, Philip, 2002, history of the arabs: Jakarta, Serambi
Prof. Dr.Hamka, 2005, Sejarah Umat Islam: Pte. Ltd. Singapore, Pustaka Nasional
Ahmad al-Usairy, 2008,Sejarah Isam: Jakarta, Akbar
[1]
Muh. Mawangir, sejarah peradapan islam, (Pelembang:
noerfikri, 2014) hlm. 49
[2]
Badri Yatim,SejarahPeradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakatrta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), hal.64
[3]
Muh. Mawangir, sejarah peradapan islam, (Pelembang:
noerfikri, 2014) hlm. 50
[5]
Nur Hadi, ayo mengkaji sejarah kebudayaan
islam, (Bandung: Erlangga, 2008), hlm. 67-68.
[6]
Pillip K. Hitty, History of the Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2010), hal. 570-573
[7]
Ratu Suntiah dan Maslani, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, CV. Insan
Mandiri, 2010) hal.145
[8]
Pillip K. Hitty, op., cit. hlm.
573-577.
[10]
Philip K. Hitti,history of
the Arabs, hal. 694
[11]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia Bandung,
2008), h. 300-301.
[13]
Philip K. Hitti. Op. cit.
hal. 597
Tidak ada komentar:
Posting Komentar