BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Psikologi pendidikan adalah studi yang
sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan
yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena
itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan
bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan
kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan
yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar,
yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka
konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik.
Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam
menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya
dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara
efektif.
Dapat kita pahami bahwa betapa luasnya cakupan
psikologi yang meliputi hampir segala aspek kepribadian dan kativitas dalam
kehidupan ini. Asumsi ini berorientasi pada argument bahwa psikologi adalah
suatu ilmu yang berusaha untuk menyelidiki semua spek kepribadaian manusia dan
perilaku manusia; baik bersifat jasmaniah denngan rohaniah; baik secara
teoritis maupun melihat kegunaannya didalam penerapannya; baik secara
individual maupun secara kolektif serta kaitanya sengan lingkungan sekitarnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Psikologi Dan Pendidikan di Indonesia
2. Tujuan Psikologi
Pendidikan di Indonesia
3. Peranan Psikologi Pendidikan Dalam Dunia
Pendidikan di Indonesia
4. Beberapa Teori Psikologi Yang Terkait Dengan
Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Dan Pendidikan
Secara etimologis, istilah psikologis berasal
dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang
mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah
satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat
mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak.
Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu
sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan
sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Whiterington, bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang
berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa
tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan
menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan
pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses
belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan
pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan.
Psikologi pendidikan adalah studi yang
sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung
melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari
psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Dapat disimpulkan bahwa
psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam menguraikan
penelitiannya lebih menekankan masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik
fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan
terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.
B.
Tujuan Psikologi
Pendidikan di Indonesia
Konsep pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus
diperuntukan bagi siswa (orang-orang yang sedang belajar).keberadaaan psikologi
pendididkan pada dasar nya adalah untuk mempermudah pendidik dalam menerapkan
proses belajar mengajar. Dengan mempelajari psikologi pendidikan,paling
tidak para calon guru atau guru telah mendapat gambaran mengenai kondisi dan
situasi keberadaan diri pribadi,peserta didik dan lembaga pendidikan.
Psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin psikologi yang khusus
mempelajari, meneliti,dan membahas seluruh prilaku manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan, yang meliputi tingkah laku belajar (siswa),tingkah laku
belajar (guru,dan tingkah laku belajar mengajar (guru dan siswa),yang saling
terkait atau berintraksi satu sama lain. Inti persoalan psikologis dalam
psikologi pendidikan adalah tidak mungkin mengabaikan persoalan psikologi
guru,karena hal ini (profesi sebagai guru) terletak pada kondisi siswa.
Lebih jauh, psikologi pendidikan sebagai displin ilmu,sudah barang tentu
mempunyai fokus tujuannya sendiri, yaitu : Pertama,
tujuan ilmu itu sendiri (untuk apa ilmu ini dipelajari dan dikembangkan oleh
para ahlinya), Kedua, tujuan kurikuler dalam mempelajari sesuatu
ilmu.analisis terhadap pemikiran sesuai dengan yang digambarkan oleh dua
psikologi terkemuka (Lindgreen dan Bernard) sebagai berikut :
1. Menurut Lindgreen, “ Tujuan psikologi
pendidikan adalah untuk membantu guru dan perkembangan prospektif para guru
dalam memahami proses pendidikan yang terbaik”
2. Menurut Bernad, “ pada dasarnya tujuan psikologi
pendidikan adalah untuk memahami bagaimana proses belajar mengajar cara lebih
efektif dan tetapa sasarannya”
Dari dua pendapat
ahli diatas dapat dipahami bahwa tujuan mempelajari dan dikembangkan psikologi
pendidikan adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan untuk membantu
para guru dan calon guru agar betul-betul memamahami proses pendidikan yang baik,
sehingga mereka dapat membimbing proses belajar para siswanya cara lebih
efektif dan terarah sebagai upaya untuk mengembangkan potensi-potensi anak
didiknya di sekolah secara optimal.
C. Peranan Psikologi Pendidikan Dalam Dunia
Pendidikan
Perkemabangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat (termasuk dalam ilmu Kependidkan), menutut manusia untuk
mengolah segala potensi yang dimilikinya agar tidak ketinggalan kereta, lewat
pengkajian dan penelitian ilmiah, khususnya psikologi pendidikan yang berusaha
untuk menelaah berbagai hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar
manusia dari sejak lahir sampai usia lanjut terutama bagaimana iklim yang
mempengaruhi proses perjalanan belajar mengajar.
Setiap manusia pasti
melakukan perbuatan atau pekerjaan mengajar, bahkan mereka punya bakat untuk
mendidik yang tidak mesti harus bersekolah di pihak lain, dalam kehidupan ini
cukup banyak orang dapat dikatakan terdidik, namun sedikit pula diantara mereka
itu yang memiliki, penegetahuan yang jelas tentang bagaimana menjalani
pendidikannya sehingga berhasil sukses seperti yang diharapkan.
Banyak sekali keinginan manusia untuk menjadi
guru, atau paling tidak menggurui, akan tetapi mereka tak tahu bagaimana proses
pendidikan yang berhasil. Untuk menjelaskan persoalan di atas, maka sebagai
solusinya mereka harus tahu cara mengajar yang baik dan berhasil, mereka harus
tahu kondisi para anak yang dididiknya baik menyangkut persoalan warisan
(bawaan) maupun yang terkait dengan pengaruh-pengaruh lingkungan social sekitar,
demikian kata Withrington.
Terkait dengan kondisi
belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka akan sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh iklim belajar itu sendiri (learning climate), yang didalamnya
tercakup berbagai hal seperti, : keadaan fisik,situasi social, kondisi ekonomi
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, persoalan kondisi mental peserta
pendidik, seperti : minat,bakat,sikap,nilai-nilai, sifat personalitasnya,
berbagai kemampuan dan sebagainya perlu dianalisa dan dipahami secara baik.
Semua kondisi diatas sangat berhubungan dengan
keberadaan psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan, yakni bertugas atau
berperan untuk memberikan wacana-wacana solusi terbaik bagi keberagaman
persoalan yang muncul dalam suasana proses belajar mengajar.
Disamping itu, pemahaman-pemahaman kita terhadap fenomena yang muncul
kepermukaan itu, baik terkait dengan definisi, hakikat dan tujuan dari
psikologi pendidikan serta pengalaman kita sehari-hari dalam realitas sosial
khususnya dalam mengaplikasikan pengajaran (sebagai guru), maka kita dapat
meremuskan secara ringkas tentang peranan (tugas) psikologi pendidikan sebagai
berikut:
1. Psikologi
pendidikan akan berperan dalam mempersiapkan para guru (calon) guru yang
propesional yang berkompetensi dalam bekajar dan mengajar.
2. Psikologi pendidikan mempengaruhi perkembangan,
perbaikan dan penyempurnaan kurikukum sekolah sesuai dengan tuntutan
perkembangan pendidikan sebagai pedoman bagi para guru dalam membimbing proses
belajar mengajar para siswa nya yang memadai.
3. Psikologi pendidikan dapat memperngaruhi ide
dan pelaksanaan admisnistratif dan supervisi pendidikan yang akan dilaksanakan
oleh para pimpinan dan pemilik sekolah dalam mengelola kelancaran proses
pendidikan di sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum yang berlaku
4. Psikologi pendidikan mencoba mengarahkan guru
fan calon guru untuk tahu mengapa suatu hal tertentu itu terjadi, bagaimana
problem solving nya dan juga diharuskan mengetahui aktivitas-aktivita yang di
anggap penting bagi pendidikan.
Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.
mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin
psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang
meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
Secara garis besar, umumnya batasan pokok
bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam:
1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori,
prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan
dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan
keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan
kegiatan belajar peserta didik.
Sementara
menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam
psikologi pendidikan, yaitu :
1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The
science of educational psychology)
2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak
lahir (heredity)
3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical
structure).
4. Perkembangan siswa (growth).
5. Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and
scope of learning).
7. Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar
(factors that condition learning)
8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and
theories of learning).
9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar
dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and
definitions)
10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran
(transfer of learning subject matters)
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran
(practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character
education).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran
sekolah menengah. (Psychology of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran
sekolah dasar (psychology of elementary school).
Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan
bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti
mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang
telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan
kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru
tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah mengatakan bahwa “diantara
pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan
psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta
didik”
Guru dalam menjalankan perannya sebagai
pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai
aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan
tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga
dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat
memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang
guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1.
Merumuskan
Tujuan Pembelajaran Secara Tepat
Dengan memahami psikologi
pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan
bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya,
dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku
individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2.
Memilih
Strategi atau
Metode Pembelajaran yang
Sesuai
Dengan memahami psikologi
pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3.
Memberikan
Bimbingan atau
Bahkan Memberikan Konseling
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan
pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami
psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan
psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang
penuh kehangatan dan keakraban.
4.
Memfasilitasi
dan
Memotivasi Belajar Peserta Didik
Memfasilitasi artinya berusaha untuk
mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan
dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan
kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar.
Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan
mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun
motivator belajar siswanya.
5.
Menciptakan
Iklim Belajar yang
Kondusif
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya
iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang
memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang
kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan
menyenangkan.
6.
Berinteraksi
Secara Tepat Dengan Siswanya
Pemahaman guru tentang
psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa
secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan
siswanya.
7.
Menilai hasil pembelajaran yang adil
Pemahaman guru tentang psikologi
pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa
yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip
penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.
D. Beberapa Teori Psikologi Yang Terkait Dengan
Pendidikan
a.
Teori
Perkembangan Intelektual ( Kognitif) Dari Jean Piaget
Piaget, melihat perkembangan kognitif/
intelektual seseorang akan berlangsung melalui empat tahap :
1. Tahap Sensorik/Motorik (usia 0-2 tahun ): Tahap ini individu memperoleh pengetahuan
perkembangan intelektual melalui refleks – refleks untuk mengetahui dunianya
dengan cara itu individu bisa mencapai kemapuan dalam merpersepsi ketetapan
objek. Misalnya, orang tua memperlihatkan suatu
(benda) pada bayinya dengan bercanda ria dan dengan menimang-nimang agar anak
tidak menangis lagi
2. Tahap Pra-Operasional dan
atau intuisi ( usia 2-7 tahun) : dalam pase ini individu akan mendapatkan
pengetahuan dan perkembangan intelektual melalui penggunaan simbol dan
penyusunan tenggapan internal (mencoba memicu gerakan-gerakan anak lewat
emosi/perasaan). Contohnya, memberikan mobil-mobilan, bercakap-cakap dengan
bahsa anak dan mencocntohkan perilaku yang baik pada anak (peniruan
3. Tahap Konkrit Operasional
(usia7-11 tahun)
Tahap ini individu memperoleh pengtahuan dan perkembangan intelektual dengan
menggunakan pikiran secara sistematis terhadap hal-hal (objek) yang konkrit. Mencapai kemampuan
berfikir, dan kemampuan mengkonvervasikan (memilah-milah). Misalnya, anak
melihat api, anak mencoba memikirkan dan mulai menggunakan akal untuk
membedakan/memilah bahwa api itu panas atau dingin, dan sebagainya.
4. Tahap Formal Operasional (usia
11- ke atas). Fase ini
individu mendapatakan pengatahuan (dan perkembangan intelektual) dengan cara
Berfikir dan pengananlisaan; baik yang abstrak dan hipotesis. Contohnya,
seorang anak melihat seekor anak ayam yang baru lahir (menetas), kemudian besok
mati. Timbul Pertanyaan dalam pikiran anak, kenapa harus mati? Mengapa tidak bergerak lagi? Terus ia terfikir lagi, oh,
tidak ada denyut apa-apa, dan coba dibantu untuk menggerakan, tidak bergerak
juga, oh, sudah
mati. Jadi, anak berkesimpulan bahwa yang bernyawa akan mati.
b.
Teori
Pertumbuhan Intelektual Kognitif Menurut Brunner
Menurut Brunner, perkembangan
kognitif (intelektual)seseorang individu berkembnagn karena adanya peningkatan
ketidaktergantungan respons (reaksi) dari stimulus (rangsangan). Pertumbuhan
bergnatung pada perkembangan sistem pemrosesan informasi secara intelektualitas
dan sistem penyimpanan yang menggambarkan suatu realitas.
Dari pelbagai penilitian yang dilakukan pakar psikologi kognisi ini, maka
brunner mencoba membagi tiga tahapan perkembangan intelektual sebagai suatu
dalam alam pikirannya, yakni :
1. Tahap Enactive, yaitu
tahap dimana si anak memahami lingkungannya melalui aksi;
perbuatan,kegiatan,tingkah laku, dsb. Misalnya, anak bermain telepon-teleponan
atau belajar menulis (coret-coret). Dan pada akhir nya dalam diri anak tercemin
suatu keberhasilan.
2. Tahap Iconic, yakni
tahap di mana anak mendapatkan informasi imageri (pesan). Ingatan visual
berkembang, tapi siswa tetap membuat keputusan berdasarkan kesan sensoris yang
di perolehnya, bukan lewat bahasa. Contoh, seorang anak menonton film
telatabis, anak akan memperhatikan secara seksama perab apa yng dimaikan oleh
aktor/aktris cilik dalam film tersebut.
3. Tahap symbolic, adalah
tahap dimana individu memperoleh pengetahuan dan perkembangan intelektual lewat
pengenalan akan simbol-simbol atau gambar-gambar dan sebagainya. Disini bahasa
matematika dan logika mulai berperan aktif.
c. Teori Perkembangan Kognitif Dari Vygotsky
Menurut Vygotsky, proses
perkembangan intelektual seseorang sangat bergantung pada lingkungan sosialnya.
Perkembangan kognitif bermula dari interaksi antar pribadi dalam suatu ilmu
kebudayaan, tradisi atau lingkungan sebelum situasi dan kondisi mental (proses
psikologis anak) secara menyeluruh dimungkinankan pada seorang anak.
Karena itu, prosesi perkembangan intelektual (kognitif) individu akan
berlangsung dari other-regulated behavior sampai self-regulated behavior. Untuk
membantu anak dalam penerimaan pengtahuan, dan orang dewasa harus menentukan
dan memahami dua hal:
1. Taraf perkembangan actual dari anak, dengan
memperoleh kemampuan unutk memecahkan masalah tanpa bimbingan orang
dewasa,
2. Apa yang dapat dilakukan anak dengan bimbingan
orang dewasa.
Jika anak dapat bekerja sama dengan orang
dewasa, maka kita anak melihat perkembangan yang potensial dari anak dalam
kondisi optimal. Perbedaan kedua tingkat ini di sebut zone of proxima
development (ranah perkembangan intelektual yang proksimal). Kunci
keberhasilan peningkatan intelektual anak adalah menentukan dimensi-dimensi
mana dari anak itu harus bekerja (belajar).
d. Teori Perkembangan Kepribadian Dari Erikson
Erikson mencoba untuk mengerti proses perkembangan kepribadian seseorang secara
menyeluruh. Menurut Erikson, perkembangan intelektual dipengaruhi oleh
psikososial.
Psikososial
adala suatu respons dalam lingkungan terhadap bergabagi hal, baik yang
berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku maupun kondisi perkembangan, yang
keadaan itu di pandangi sebagai suatu keadaan yang krisis (bergejolak) yang
dihadapi seseorang pada tahap-tahap yang berbeda dalam kehudipan ini.
Di bawah ini akan di gambarkan beberapa tahapan
perkembangan individu dalam rentang kehidupannya dengan beragam bentuk
ke-krisisan yang di hadapinya adalah:
Tahap perkembangan individu
|
Krisis yang dihadapi individu
|
v Masa
bayi
|
v Percaya
vs tidak percaya
|
v Masa
anak awal
|
v Otonomi
vs malu-malu
|
v Masa
anak tengah
|
v Berinisiatif
vs ragu-ragu
|
v Masa
anak sekolah
|
v Berhasil
secara akademis dan social vs gagal
|
v Masa
remaja
|
v Identitas
diri vs bingung dalam peran
|
v Masa
dewasa muda
|
v Intim
vs minder
|
v Masa
dewasa
|
v Berhasil
dalam segala hal vs mandek/macet
|
v Masa
usia lanjut
|
v Integritas
vs putus asa
|
Dalam pandangan Erikson, semua tahapan perkembangan kepribadian dan segala
krisis yang di hadapi individu pada umumnya tak terlepas dari situasi dan
kondisi psikososial. Keadaan psikososial snagat berperan dan berpengaruh dalam
proses tumbuh berkembannagn seseorang dalam berbagai rentang usia di
kehidupannya.
e. Teori Perkembangan Dan Penalaran Moral Dari
Kohlberg
Dalam pandangan Kohlberg, semua proses yang trerkait dengan pengetahuan moral
(termasuk agama dan social akan tumbuh kembang melalui sistem penalaran
dan tahap perkembangan yang sistematik dalam setiap rentang usia kehidupan.
Makin tumbuh dan berkembang individu, makin matang pula proses pemahaman
dan pemikiran seseorang tentang sistem
moralitas. Tentu saja persoalan ini dibenak kita akan timbul sejumlah
pertanyaan seperti mengapa dalam realitas social, kita melihat banyak
orang-oang yang tidak bermoral.
Apakah seseorang tidak menalar, memahami atau sangat cuek terhadap
peraturan-peraturan yang ada; baik peraturan negara, maupun hukum agama.
Barangkali jawaban-jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
adalah tergantung pada diri pribadi masing-masing, sejauh mana mereka
memmahami, memaknai dan menghayati suatu konsep nilai dan hukum yang berlaku.
Selain itu, sebatas mana pengetahuan atau pendidikan yang dipunyai seseorang
terhadap konsep moralitas itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai
manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang
berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik
perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat
dipisahkan dari psikologi.
Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek
yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar
mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan
dalam menyampaikan materi pelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.
Alex Subor, M,si .Psikologi Umum
Gage
& Berliner,1992
Internet
– Sumbangan Psikologi dalam pendidikan
M.Buchori,1978
Makalah
BASOM Mata Kuliah Psikologi Pendidikan oleh Ev. Sang Putra Immanueal
Duha, S.Th
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan
Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya. 2003.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2007
Safwan
Amin, M.Psi. Pengantar Psikologi Pendidikan. Banda Aceh,2005.
Whiterington,
1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar