BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Abnormalitas atau yang
disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku yang maladaptif.
Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional
discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity.
Perilaku abnormal merupakan suatu istilah yang terutama banyak berkembang di
Amerika Serikat, yang timbul karena masyarakat negara tersebut lebih
berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya pemikiran pada mahzab
perilaku (behaviorisme). Sedangkan, istilah psikopatologi merupakan
istilah yang paling populer dimasa lalu, ketika pusat ilmu pengetahuan berada
si daratan Eropa, yang disebut juga bermahzab mental. Orang Eropa daratan
(continental) lebih melihat aspek dalam (inner) dari perilaku itu, sehingga
perilaku yang menyimpang biasanya dipandang sebagai akibat dari gangguan atau
penyakit jiwa tertentu. Orang-orang Amerika lalu, lebih melihat aspek perilaku
yang berada diluar individu (over behavior) yang mereka anggap lebih penting
dari pada aspek dalam kepribadian (inner personality).
Di dalam Psikologi
Abnormal juga mempelajari tentang gangguan mood, gangguan anxiety/kecemasan,
gangguan seksual – identitas gender, gangguan kepribadian, dan gangguan
perilaku. Namun, kali ini kelompok kami akan membahas tentang ‘Gangguan
Perilaku’.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian dan
karakteristik umum Gangguan Perilaku.
2.
Faktor penyebab
Gangguan Perilaku.
3.
Jenis – jenis Gangguan
Perilaku.
4.
Penanganan Gangguan
Perilaku.
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dan karakteristik umum GangguanPerilaku.
2.
Untuk mengetahui faktor
penyebab Gangguan Perilaku.
3.
Untuk mengetahui jenis
– jenis Gangguan Perilaku.
4.
Untuk mengetahui
penanganan Gangguan Perilaku.
D.
Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah
ini, kelompok kami menggunakan metode studi pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan
Karakteristik Umum Gangguan Perilaku
Perilaku manusia adalah
suatu aktivitas manusia itu sendiri (Soekidjo,N,1993 : 55). Secara operasional,
perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut. (Soekidjo,N,1993 : 58) Perilaku diartikan
sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni
yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi
atau perilaku tertentu. (Notoatmojo,S, 1997 : 60). Perilaku adalah tindakan
atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari. (Robert
Kwik, 1974, sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo,S 1997). Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai
manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. (Sri Kusmiyati dan
Desminiarti, 1990 : 1). Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena
adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung. (Sunaryo, 2004 : 3).
Dilihat dari segi
biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari
tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas
masing-masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia,
baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
Dilihat dari segi
psikologis, menurut Skiner (1938) perilaku adalah suatu respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) . penertian ini di kenal
dengan teori SOR(stimulus-organisme-respons). Perilaku mempunyai beberapa
dimensi:
1.
fisik, dapat diamati,
digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.
2.
ruang, suatu perilaku
mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana perilaku itu
terjadi.
3.
waktu, suatu perilaku mempunyai
kaitan dengan masa lampau maupun masa yang akan datang.
Jadi, Prilaku adalah
cermin kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan interaksi terhadap
orang lain dan lingkungan sekitarnya. Prilaku merupakan internalisasi
nilai-nilai yang diserap oleh seseorang selama proses berinteraksi dengan orang
diluar dirinya. Prilaku seseorang menunjukan tingkat kematangan emosi, moral,
agama, sosial, kemandirian dan konsep dirinya. Prilaku manusia terbentuk selama
proses perjalanan hidupnya. Pada anak, prilaku dapat terbentuk melalui
kebiasaan sehari-hari secara non-formal. Artinya, suatu perbuatan yang
dilakukan atas anjuran orang dewasa ataupun prilaku orang dewasa yang sengaja
ditujukan kepada anak untuk diikuti.
1.
Pengertian Gangguan Tingkah Laku
Kauffman: 1977 Anak
yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang secara nyata dan
menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih dapat
diajarkan perilaku perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat
memuaskan kpribadiannya.
Nelson:1981 Tingkah
laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau mengalami gangguan jika
:Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia
dan jenis kelaminnya.Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas yang
tinggi Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama
Bruno, Gangguan tingkah
Laku merupakan respon atau perbuatan yang dilakukan seseorang suatu perubahan
perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap respon atau tindakan
seseorang yang menunjukan perubahan sebagi cerminan fenomena psikologis baik
diamati maupun diukur
Evan Et Al,
GangguantingkahLakumerupakanbentuk yang sederhana merupakan perbuatan yang
diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur
APA ( America
Psikiatrie Acociation), Gangguan tingkah lakumerupakan gangguan yang berupa
pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat
disignifikan gejala/ pola ciri yang terjadi pada manusia
.Jadi, gangguan
perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-kanak
yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan gangguan
pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau lingkungan.
Fitur utama dari gangguan ini adalah pola perilaku berulang dan terus-menerus yang
melanggar norma-norma sosial dan hak-hak orang lain. Ini adalah salah satu
kategori masalah kesehatan mental anak yang paling umum, yang mencapai 9% pada
laki-laki dan 2% pada perempuan.
2.
Karakteristik Gangguan :
Gangguan emosi dan
perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi dan perilaku, tetapi
hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswadan interaksi sosial
mereka dengan teman sebaya dan guru.
a.
Karakteristik Belajar
Intelijensia
Studi-studi awal
(misalnyaolehMorse, Cutler, & Fink, 1964) menemukan bahwa mayoritas siswa
dengan gangguan emosi dan perilaku atas rata-rata menunjukkan kecerdasan.
Kajian yang lebih mutakhir (misalnya, Rubin dan Barlow,1978;Coleman, 1986)
telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang lebih
rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-anak
dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka berada
dalam kisaran fungsiyang terbelakang. SebagaimanaKauffman (1996) telah
menunjukkanhal ini “IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor
tunggal terbaik untuk bidang sakademik dan prestasi sosial di masa depan”
Rendah Kinerja
AkademikSiswa-siswadengan gangguan emosi atau perilaku umumnya memiliki
prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann,1996). Beberapa
penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa 74% dari
pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki kesulitan akademis.
Defisit dalam Sosial
dan Adaptive KeterampilanSiswa dengan gangguan emosional atau perilaku
biasanyamemiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi
kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan
bergauldengan siswa lain (Williams et al., 1989).
b. KarakteristikPerilaku
Seperti anak-anak dengan
ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling umumkeluhan tentang anak-anak
merujuk padaevaluasi yang dinyatakanmemiliki gangguan emosi dan perilaku adalah
hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik kealamiahandan
jenis kegiatan harus dipertimbangkan.
Ross dan Ross (1982)
mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan perilaku yang
heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu yangtidak
tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah”. Pada dasarnya, definisi
yang berguna untuk
hiperaktifadalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang merepotkan. Banyak anak-anak dengan kelainan perilaku
bertindak agresif terhadap obyek, diri sendiri, atau orang lain. Para pendidik
dan profesional lebih berhasil dalam mengajar anak-anak yang sehat cara untuk
menghadapi frustrasi dengan mengakui, menerima, dan menoleransi perasaan
frustrasi serta membangun sumber-sumber untuk mengatasi. Kenakalan remaja,
alih-alih olehsistem kesehatan atau sistem pendidikan, didefinisikan oleh
sistem peradilan pidana (Berdine dan Blackhurst, 1985). Ketika remaja melakukan
tindakan ilegal seperti pencurian, mereka bermasalah. Jika lebih banyak anak
dengan gangguan emosi atau perilaku tampaknya bermasalah dengan hukum, tidak
semua dari mereka bermasalah. Seringkali terdapat kesulitan untuk
mengidentifikasi perilaku dan gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila
itu adalah sebuah kecacatan yang parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah
dengan gangguan emosi internal seperti itu akan sulit pula diidentifikasi.
Anggota keluarga dan
guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau perilaku antara
anak-anak dengan tanda-tanda berikut:
1)
Agresi terhadap diri
sendiri atau orang lain.
2)
Kecemasan atau
fearfulness.
3)
Distractibility atau
ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang panjang dibandingkan
dengan teman-temannya.
4)
Mengungkapkan pikiran
untuk bunuh diri.
5)
Perasaan depresson dan
ketidakbahagiaan.
6)
Sedikit atau tidak ada
teman.
7)
Perilaku hiperaktif.
8)
Matang keterampilan
sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
9)
Impulsif
10) Masalahdalamhubungan
keluarga.
11) Masalah dengan hubungan
guru-murid.
12) Bunuh diri.
13) Penarikan ke dalam
diri.
c. Kriteria gangguan
tingkah laku:
1)
Pola perilaku yang
berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma
sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah
ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam enam bulan
terakhir :
a)
Agresi terhadap orang
lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan
kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan
aktivitas seksual.
b)
Menghancurkan
kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalism.
c)
Berbohong atau mencuri,
contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu,
mengutil.
d) Pelanggaran aturan yang
serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum usia 13
tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah
sebelum berusia 13 tahun.
- Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
- Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian anti sosial.
Banyak anak yang
mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain. Ada tingkat
komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Hal ini terjadi
pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai
komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan
zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi
tersebut saling memperparah satu sama lain.
Terdapat bukti bahwa
anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan komorbid dengan hambatan
behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan kejahatan dibanding
mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri
dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang
mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai
gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD
dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku.
B. Faktor Penyebab
Gangguan Perilaku
Faktor – faktor yang
menyebabkan gangguan perilaku adalah sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor
psikobiologik.
Faktor-faktor
psikobilogik biasanya akibat :
·
Riwayat genetika
keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia
kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau
kecemasan.
·
Struktur otak yang
tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan
perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia
kanak-kanak, dan ADHD.
·
Pengaruh pranatal,
seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi
dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan
perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran
yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam
kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental
dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
·
Penyakit kronis atau
kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang
tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat digambarkan
sebagai berikut :
·
Penganiayaan anak. Anak
yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal, perkembangan otaknya menjadi
terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak
berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori,
kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod,
1998).
·
Disfungsi sistem
keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi yang
buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak baik antaranggota
keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan
gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan
kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula,
seperti :
·
Perawatan pranatal yang
buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan
yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan
perkembangan normal anak.
·
Anak-anak tunawisma
memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan emosi dan
psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka
penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis
diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend,
1999).
·
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang
secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang
diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.
Faktor penyebab
gangguan perilaku pada anak adalah sebagai berikut :
Setiap anak, dalam masa
perkembangannya akan mengalami masalah perilaku. Bentuk masalah perilaku
tersebut, setiap anak tidak sama. Masalah perilaku ini biasanya akan berkurang
dan bisa hilang sebelum anak berusia 3 tahun atau beberapa bulan setelah berusia
3 tahun. Peningkatan atau penurunan masalah perilaku anak sangat dipengaruhi
oleh interaksi orang tua dan lingkungan. Masalah perilaku anak dipengaruhi oleh
beberapa hal, di antaranya:
1)
Memanjakan anak secara
berlebihan.
2)
Perhatian orang tua
yang terlalu melampaui batas ketika si anak sakit dan lainnya.
3)
Anak tidak merasa
nyaman, terutama kalau anggota keluarga terlalu padat atau kondisi rumah yang
sunyi.
4)
Ada bayi yang baru
lahir di keluarganya.
5)
Iklim keluarga yang
begitu kejam, biasa terdengar dan terjadi suara makian, cacian dan pemukulan.
6)
Tidak memberikan
kebebasan yang cukup dalam bergerak, bermain, dan mengungkapkan sesuatu pada
anak.
7)
Kurang perhatian orang
tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena sibuk dengan pekerjaan
sehari-hari.
8)
Suka mengikuti perilaku
anak-anak lain seusianya.
C. Jenis – Jenis Gangguan
Perilaku
·
Jenis – jenis Gangguan
Perilaku
o
Jenis – jenis Gangguan
Perilaku Pada Anak
1.
Attention Deficit
Hyperactivity Disorder
1.
Tipe-tipe ADHD yaitu :
·
Rentan perhatian pendek
ialah ketidak mampuan seseorang untuk memfokuskan dan mempertahankan perhatian
secara selektif. Baik pada kegiatan belajar maupun bermain.
·
Hiperaktifitas
Adalah perilaku yang memperlihatkan gerakan yang berlebihan, tanpa tujuan, dan sukar untuk memperhatikan. Umumnya mereka tidak bisa diam dan bersikap semaunya. Aktivitas yang berlebihan dapat dilihat dari gerak kaki, tangan, mata, dan kepalanya terus bergerak tanpa tujuan yang jelas.
Adalah perilaku yang memperlihatkan gerakan yang berlebihan, tanpa tujuan, dan sukar untuk memperhatikan. Umumnya mereka tidak bisa diam dan bersikap semaunya. Aktivitas yang berlebihan dapat dilihat dari gerak kaki, tangan, mata, dan kepalanya terus bergerak tanpa tujuan yang jelas.
·
Impulsivitas
Adalah pola tingkah laku yang tiba-tiba, tanpa difikir terlebih dahulu, dan bertindak sesuai implus yang meggerakannya. Dalam perkataan lain anak bertindak menurut garak hati atau drongan sesaat. Tindakan ini seolah-olah tidakmemperhitungkan konsekuensi dari tindakannya, sebetulnya anak tersebut sadar akan konsekuensi negatif dari perbuatannya, akan tetapi ia tidak dapat melawannya.
Adalah pola tingkah laku yang tiba-tiba, tanpa difikir terlebih dahulu, dan bertindak sesuai implus yang meggerakannya. Dalam perkataan lain anak bertindak menurut garak hati atau drongan sesaat. Tindakan ini seolah-olah tidakmemperhitungkan konsekuensi dari tindakannya, sebetulnya anak tersebut sadar akan konsekuensi negatif dari perbuatannya, akan tetapi ia tidak dapat melawannya.
2. Gejala prilaku ADHD
·
Gejala anak memiliki
rentan perhatian pendek. Anak yang memiliki rentan perhatian pendek memiliki
ciri-ciri (betty B. Osman, 2002):
·
Sering mendapat
kesulitan untuk tetap memperhatikan tugas atan permainan.
·
Sering seakan akan
tidak mendengarkan kalau diajak bicara secara langsung.
·
Sering tidak memahami
semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan
sehari-hari.
·
Sering menghindari,
tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas ataupun bermain.
·
Sering kehilangan
benda-banda miliknya seperti: mainan, pensil, buku, dll.
·
Mudah terganggu oleh
rangsangan dari sekitarnya.
·
Sering alfa dalam
kegiatan sehari-hari.
·
Gejala anak hiperaktif
Ciri-ciri anak yang
hiperaktif (betty B. Osman, 2002) antara lain:
·
Tangan dan kaki sering
tidak bisa diam, jika duduk sering kalin resah.
·
Sering kali menggalkan
kursi di kelas.
·
Sering kali kesana kian
kemari atau banyak memanjat-manjat.
·
Sering tidak bisa diam
ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang.
·
Bergerak terus seperti
didorong sebuah motor.
·
Bicara terus menerus.
Faktor penyebab anak
hiperaktif :
·
Ada gangguan pada masa
hamil misalnya, preeclampsia (meningkatnya tekanan darah),
·
Kerusakan otak ketika
lahir,
·
Cedera otak sesudah lahir.
Faktor-faktor penyebab
tersebut jarang menjadi penyebab tunggal, biasanya faktor-faktor psikologis
juga ikut mendukung munculnya hiperaktif seperti suasana rumah yang penuh
pertengkaran.
·
Gejala anak impulsif
Ciri-ciri anak impulsif
( Betty B. Osman, 2002) antara lain:
- Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan.
- Sering tidak sabar menunggu giliran.
- Sering menyela pembicaraan atau permainan orang lain.
- Sering kehilangan dengan barang miliknya sperti: mainan, alat tulis, buku.
- Tindakan sering ceroboh.
Ada beberapa faktor
penyebab anak implusif antara lain :
- Fisiologis
Mekanisme menahan diri
dari otak tidak berfungsi secara memandai karena faktor genetik, pembawaan atau
disfungsi neurogis. Jadi, dapat dikatakan sebagai anak memang membawa potensi
untuk menjadi impulsif sejak lahir.
- Kecemasan
Anak-anak yang cemas,
tegang sering kali bereaksi seolah-olah mereka berada pada keadan panik. Anak
bertindak berdasarkan pikiran pertama yang melintas dikepalanya tanpa
pertimbangan berbagai alternatif dengan tenang.
- Pengaruh lingkungan
Sebagian anak menjadi
impulsif lewat pengaruh lingkungan.Umumnya orang tua impulsif cenderung
mendukung tumbuh tingkah laku impulsif pada anak. Jika anak memiliki ciri
rentang perhatian pendek, hiperaktif, dan impulsif, anak tersebut memiliki
gejala ADHD jenis kombinasi.
3.
Cacat mental
Cacat mental sama
artinya dengan retardasi mental, lemah mental, keterbelakangan mental, mental
defektif, mental handicapped, defisiensi mental atau intellectually
deficit.
Cacat mental dalam DSM
IV (1994) disebut sebagai retardasi mental. Pada bagian tersebut retardasi
mental merupakan gangguan yang ditandai leh fungsi intelektual tergulong sub
normal (IQ =70 atau lebih rendah) yang terjadi pada masa perkembangan ( sebelum
usia 18 tahun) dan disertai defisit perilaku.
Perilaku adaptif yang
dimaksud adalah kemampuan individu untuk berdikari yang dapat diterima oleh
lingkungan sosialnya.diinggris cacat mental disebut dengan istilah defisiensi
mental. Contohnya undang-undang mengenai defisiensi mental di Inggris tahun
1913 dan diamandemenkan pada tahun 1927. Pada undang-undang tersebut dinyatakan
defek mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan pikiran yang
terhenti atau tidak lengkap, terjadi sebelum usia 18 tahun, dan dapat disebabkan
oleh penyebab yang inheren atau diinduksi oleh penyakit atau trauma. (S. M.
Lumbantobing, 2001).
Ada beberapa pertanda
yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat mental (S. M. Lumbantobing,
2001).
·
Sejak lahir
perkembangan mentalnya terbelakang disemua aspek perkembangan. Kecuali
perkembangan motorik misalnya: mereka dapat berdiri, merangkak, dan berjalan.
·
Terbelakang dalam
perkembangan bicara.
·
Kurang memberi
perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi terhadap bunyi atau
suara yang terdengar.
·
Kurang dapat
berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung singkat atau bila
diberi mainan tidak mengacuhkannya.
·
Kesiagaannya kurang,
misalnya jika mainannya jatuh dihadapannya ia tidak berusaha mengambilnya.
·
Kurang memberi respon terhadap
lingkungan jika dibanding dengan anak normal.
·
Usia 2-3 tahunmasih
suka memasukan mainan kedalam mulutnya.
Sunaryo Kartadinata
(1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain: (1)
keterbatsan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri: cenderuing
berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak
mampu memikul tanggung jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya
seperti: kurang mampu mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan yang
baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih
dahulu konsekuensi suatu perbuatan.
Faktor penyebab :
·
Peristiwa kelahiran.
Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat, bantuan
persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan
kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001) mengemukakan peningkatan
kemampuan membimbing persalinan serta pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi
kemungkinan cacat mental.
·
Anak menderita infeksi
yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu berkolusis, dan lain-lain.
Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat
penyakit-penyakit tersebut menderita defisit neurologik dan cacat mental.
·
Malnutrisi berat.
Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu pertumbuhan dan fungsi
susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi
lemah.
·
Kekurangan yodium.
Kekurangan yudium dapat mempengaruhi perkembangan mental anak, termasuk salah
satu penyebab cacat mental untuk mengenal anak cacat mental anak secara dini,
beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator;
·
Terlambat memberi
reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa atau
digelitik. Anak tideak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika
dirangsang dengan gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat
bereaksi terhadap bunyi – bunyian, seolah – olah terganggu pendengarannya. Anak
cacat mental juga lambat mengunyah makanan, sehingga ia seringkali mengalami
gangguan.
·
Memandang tangannya
sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering
memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini
masih terlihat walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.
·
Memasukkan benda ke mulut.
Kegiatan memasukan benda ke dalam mulut merupakan aktivitas yang khas untuk
anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat mental masih suka memasukkan benda atau
mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.
·
Kurang perhatian dan kurang
konsentrasi. Anak cacat mental kurang memperhatikan lingkungan sekitar.
Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali
tidak mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia
kurang tertarik dan tidak berusaha untuk mengambilnya.
4.
Kesulitan Berbicara
Anak dikatakan
mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak tidak sesuai dengan
kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan dalam artikulasi,
penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami kesulitan
berbicara adalah jika anak:
·
Tidak jelas mengucapkan
kata misalnya “doloy” untuk “tolong”
·
Mengalami kelainan
nada, kenyaringan suara, dan kualitas anak.
·
Tidak lancar dalam
mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan suara cepat atau
tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara dengan orang
lain.
Gejala-gejala tersebut diatas terlihat pada perilaku
anak seperti :
·
Terlihat frustasi
ketika berbicara
·
Berusaha mengulangi
beberapa kata
·
Memiliki kesulitan
berbicara dengan teman
·
Menolak berbicara di
depan kelas
·
Tidak suka bercerita.
·
Sulit mengucapkan
kata-kata.
·
Jumlah perbendaharaan
kata lebih sedikit di banding dengan anak seusianya.
·
Susunan kata tidak
teratur.
5.
Temper Tantrum
Anak temper tantrum
adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini sering terjadi pada anak
berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila anak
mengetahui bahwa dengan cara ini keingiannya akan dipenuhi.
Temper tantrum
merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan emosi mereka
antara lain:
·
Marah berlebihan,
contohnya ingin merusak diri dan barang-barangnya,
·
Tidak dapat
mengungkapkan apa yang diinginkan,
·
Takut yang sangat kuat
sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya,
·
Malu, hingga menarik
diri dari lingkungannya.
·
Hipersensitif
maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya, dan pandangan
cenderung negatif bersifat murung.
Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa
anak sedang temper tantrum.
·
Anak tampak merengut
dan mudah marah.
·
Perhatian, pelukan,
atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki suasana hatinya.
·
Dia mencoba melakukan
sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia yakini tidak akan
diperolehnya.
·
Dia meningkatkan
tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima jawaban “tidak”.
·
Dia melanjutkn dengan
menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan nafas.
6. Agresifitas
Salah satu bentuk
prilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan sosial adalah anak
berprilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik
maupun verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan.
Tingkah laku agresif ini mengakibatkan kerugian atau malukai orang lain.
Kerugian itu dapat berupa kerugian sikologis ataupun kerugian fisik.
Schasfer dan millman
(dalam yosefini, 1990) menggolongkan prilaku agresif kedalam prilaku bermasalah
dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan rang
lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai berikut:
·
Sering mendorong,
memukul, atau berkelahi
·
Menyerang dengan
menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu permainan yang dilakukan
untuk mengganggu teman-teman.
·
Menyerang dalam bentuk
verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara kotor dengan
teman.
·
Tingkah laku mengganggu
ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan kekuatan di kelompok.
·
Tingkah laku menganggu
ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang berlaku disekolah seperti ;
berkelahi, merusak alatpermainan milik teman, mengganggu anak lain.
7. Gangguan Eliminisi
Adalah gangguan pada
perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat mengontrol buang air kecil (
BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia normal untuk mampu
melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:
·
Adalah dimana anak
tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari kerusakan neurologis
atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dangan mengompol.
·
Ketidakmampuan
mengontrol BABnya yang bukan disebabkan masalah organik.
8. Kecemasan dan Depresi
Gangguan kecemasan
sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa
biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan kecemasan umum, dan
fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang memiliki gejala seperti
pada orang dewasa.
Gangguan kecemasan
akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa
takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya seperti orang tua,
saudara, dll. Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut, mual dan
muntah saat mengantisipasi perpisahan. Gangguan kecemasan ini dapat berlanjut
hingga depresi.
Depresi pada anak –
anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa, mereka memiliki perasaan
tidak berdaya, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri. Namun, depresi
pada anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang dewasa. Ciri – ciri
depresi pada anak antara lain adalah mereka menolak untuk masuk sekolah, tak
mau pisah dengan orang tua. Depresi pada anak dan remaja biasanya diikuti
dengan gangguan lain seperti CD, ODD, masalah akademik. Depresi pada remaja
yang berkelanjutan akan berakibat gangguan depresi yang lebih serius pada masa
dewasa.
9. Conduct Disorder (CD )
Adalah munculnya cara
pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di
sekolah yang disebabkan sejak kecil orangtua tidak mengajarkan perilaku benar
dan salah pada anak. Ciri – cirinya, apabila Ia memunculkan perilaku antisosial
baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan
terhadap guru, dan mempermainkan temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang
akan merugikan orang lain.
10. Oppositional Defiant
Disorder ( ODD )
Perilaku dalam gangguan
ini menunjukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah,
toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat
terlarang, atau keduanya. Namun dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak
orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku.
·
Jenis – jenis Gangguan
Perilaku Pada Remaja
Menurut bentuknya,
Sunarwiyati S (1985) membagi pergaulan bebas kedalam tiga tingkatan, yaitu :
1)
Kenakalan biasa,
seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah
tanpa pamit.
2)
Kenakalan yang menjurus
pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil
barang orang tua tanpa izin
3)
Kenakalan khusus,
seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll.
D. Penanganan Gangguan
Perilaku
Penanganan yang bisa
dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah sebagai berikut :
1.
Perawatan berbasis
komunitas, yaitu dengan cara-cara :
·
Pencegahan primer
melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan
yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal,
program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah
diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko
untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
·
Pencegahan sekunder
dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan di
sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi
konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa
komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi
traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
·
Dukungan terapeutik
bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan
program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam
sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan
untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping.
·
Terapi keluarga dan
penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan
dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan
fungsi dari semua anggota keluarga.
- Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
·
Unit khusus untuk
mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di
unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode
alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap
dirinya sendiri ataupun orang lain.
·
Program hospitalisasi
parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site) yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi
kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik
pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan
yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik,
menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya
perilaku.
·
Medikasi digunakan
sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan hati-hati
pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
Pemberian metode ini berdasarkan :
·
Perbedaan fisiologi
anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek samping
dari medikasi psikotropik.
·
Perbedaan perkembangan
neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil pengobatan psikotropik,
mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan antidepresan
trisiklik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Melihat dari pembahasan
makalah ini, dapat disimpulkan bahwa gangguan perilaku terjadi pada anak dan
remaja. Gangguan perilaku pada anak, terjadi karena berbagai faktor. Tapi
faktor yang paling besar pengaruhnya yang dapat mengakibatkan gangguan perilaku
adalah saat di dalam kandungan, baik itu nutrisi – penanganan saat kelahiran.
Lalu gangguan perilaku pada remaja, juga terjadi karena berbagai faktor. Tapi
faktor yang paling besar pengaruhnya adalah keluarga dan lingkungan. Jika
keluarga tidak dapat menjadi orang tua yang bijak maka seringkali lingkunganlah
yang memberi pengaruh besar terhadap gangguan perilaku pada remaja.
B. Saran
Jadilah orang tua yang
bijak, karena pada dasarnya peran keluarga sangat berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku pada anak dan remaja. Lalu jika kita melihat ada gangguan
pada anak dan remaja, jangan pernah mengejudge individu tersebut, karena
dapat memperburuk keadaan. Seharusnya kita melakukan penanganan sesuai yang ada
di dalam pembahasan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Gerald C.,
2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Durand, V. Mark, 2006, Psikologi
Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jacoby, David B., 2009,
Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer
Kaplan, Harold L., dkk,
1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa Aksara
Maslim, Rusdi, 2003, Buku
Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya
Meier, Paul, dkk, 2000,
Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi
Nevid, Jeffrey S., dkk,
2003, Psikologi Abnormal, Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar